Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hotasi Dipatuk Merpati

Kejaksaan Agung kini mencekal Hotasi Nababan setelah bekas Direktur Utama PT Merpati itu jadi tersangka. Buntut dari sewa pesawat lima tahun silam.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TELEPON seluler milik bekas Direktur Utama Merpati Nusantara Airlines Hotasi Nababan berdering berkali-kali. Beberapa pesan pendek masuk serempak ke telepon itu. Pengirimnya jurnalis dari berbagai media. Mereka menanyakan hal yang sama: sikap Hotasi menghadapi pencekalan yang ditetapkan Kejaksaan Agung.

Dahi Hotasi pun berkerut. Ia sama sekali tak tahu pencekalan itu. Kendati demikian, ia tetap melayani pertanyaan wartawan. "Yang saya tahu, saya sudah jadi tersangka. Itu saja," ujarnya kepada Tempo, Kamis pekan lalu. Ia kemudian tahu perihal pencekalan itu setelah mengetahuinya dari running text di televisi.

Senin pekan lalu, Kejaksaan Agung mencekal Hotasi. Sebelumnya, pada 16 Agustus silam, Kejaksaan sudah mengumumkan Hotasi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyewaan dua pesawat jet Boeing seri B 737-500 dan B 737-400 pada 2006. Selain Hotasi, Guntur Aradea, Direktur Keuangan Merpati di masa Hotasi, ikut jadi tersangka. Hotasi pertama kali diperiksa Kejaksaan pada 4 Juli silam. Saat itu ia diperiksa penyidik tanpa didampingi pengacara. "Saya diperiksa sekali, langsung jadi tersangka," katanya.

Kejaksaan menuduh kedua tersangka itu telah membuat rugi negara lantaran memesan pesawat yang tak kunjung datang. Penyidik kejaksaan menilai ada indikasi tindak pidana korupsi dalam kasus tersebut lantaran tidak kembalinya uang security deposit US$ 1 juta (sekitar Rp 9 miliar pada kurs 2006) yang disetorkan Merpati untuk proses penyewaan pesawat itu.

Selain memeriksa Hotasi, kejaksaan sudah memeriksa bekas direktur Merpati lainnya, Cucuk Suryosuprojo, sebagai saksi. Presiden Direktur Merpati yang sekarang, Sardjono Jhoni, juga sudah didengar kesaksiannya. Kasus ini mencuat setelah Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu melaporkan soal itu ke berbagai instansi penegak hukum, termasuk kejaksaan.

Hotasi menegaskan, ia tak akan berkelit dari kasus ini. Ia sendiri meminta Kejaksaan mencabut pencekalan atas dirinya. "Saya masih ada tanggung jawab pekerjaan yang mengharuskan saya pergi ke luar negeri," katanya. Pencekalan itu memang membuat Hotasi tak bisa meninggalkan Indonesia, sedikitnya sampai enam bulan ke depan.

l l l

Perkara yang membelit Hotasi bermula ketika jajaran direksi Merpati pada 2006 memutuskan melakukan pengadaan pesawat. Kebutuhan atas pesawat itu mereka umumkan di situs perusahaan. Pada Desember 2006, perusahaan Amerika, Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG), melakukan penawaran. Perusahaan penyewaan pesawat komersial ini baru berdiri pada 2004.

Sebelum menerima pinangan TALG, Merpati menelisik perusahaan yang baru berdiri dua tahun itu. Pemiliknya Alan Messnerk, sosok yang dinilai kredibel di dunia aviasi. Merpati pun menerima tawaran TALG. Pada 18 Desember 2006, kesepakatan sewa pesawat ini diteken. Di sana ditetapkan, harga sewa pesawat US$ 150 ribu per bulan yang harus dibayar di muka setiap bulannya. Merpati akan menyewa dua pesawat itu selama 60 bulan.

Klausul lain yang disepakati, opsi yang mewajibkan penyewa menyimpan security deposit US$ 500 ribu untuk satu pesawat. Jadi, total yang mesti dibayar US$ 1 juta. TALG sendiri ogah dibayar dalam bentuk bank garansi atau escrow account. Ini yang membuat Merpati membayar dengan uang cash.

Untuk menjaga terjadinya risiko, Merpati meminta duit itu tidak langsung diserahkan ke TALG, tapi ke lembaga independen sebagai penjaga deposit (custodian). TALG menyetujui dan mengajukan Hume and Associates untuk menjadi custodian. Setelah Merpati melakukan verifikasi dan disimpulkan custodian ini tak fiktif, pada 20 Desember 2006 duit security deposit ini pun digelontorkan.

Pada 5 Januari 2007, pesawat Boeing pertama yang dijanjikan ternyata tidak datang. Tak hanya ingkar janji, TALG menyatakan ada perubahan harga. Melihat gelagat itu, Merpati meminta pengembalian deposit. Permintaan ini tidak pernah digubris. Kejadian berulang pada 20 Maret, yang merupakan tenggat penyerahan pesawat Boeing yang kedua. Alih-alih datang, TALG malah sulit dihubungi dan belakangan raib.

Sejak itu, Merpati memperkarakan perusahaan Alan Messner sekaligus custodian yang menyebabkan melayangnya duit mereka ke Federal Court Washington, DC. Upaya hukum Merpati ini juga didukung Kejaksaan Agung, yang saat itu diwakili jaksa Yoseph Suardi Sabda.  "Putusan ­pengadilan ­Washington memenangkan ­Merpati dan menghukum TALG mengembalikan uang deposit," kata Yoseph. Pengembalian deposit akhirnya terealisasi. Hanya, jumlahnya minim, baru US$ 4.793. Duit itu dikirim ke rekening Merpati di Bank Mandiri. 

Namun, apa pun hasilnya, kejaksaan tetap menilai direksi Merpati ceroboh. Menurut juru bicara Kejaksaan Agung Noor Rahmad, tim penyidik Kejaksaan Agung yakin, akibat perbuatan direksi Merpati itulah negara kini menderita kerugian. Karena perbuatan mereka mengarah ke korupsi, kata Noor, para direktur itu dijerat dengan pasal korupsi. "Itu temuan dari hasil pemeriksaan yang panjang," kata Noor.

Sampai kini sedikitnya sudah 20 orang yang dimintai keterangan oleh Kejaksaan mengenai perkara ini. Kamis pekan ini Kejaksaan akan kembali memeriksa Hotasi. Menurut Noor, Kejaksaan tidak sembarangan dalam menelisik perkara ini. Setidaknya tim pemeriksa sudah melakukan dua kali gelar perkara untuk kasus ini di depan para petinggi Kejaksaan Agung.

l l l

Hotasi tetap berkukuh dirinya tidak melakukan kesalahan seperti dituduhkan Kejaksaan. Ia menyatakan yang dilakukannya dalam proses sewa pesawat itu sudah melalui semua prosedur. Tentang tidak adanya izin dari pemegang saham, Hotasi menyatakan tidak bersalah. Pasalnya, dalam anggaran dasar perusahaan, untuk menyewa pesawat, izin pemegang saham tidak dibutuhkan. Adapun tentang tuduhan telah berbuat ceroboh, ia menyatakan tak melakukannya karena yang dilakukan semua sudah sesuai dengan prosedur, yang juga menekankan kehati-hatian. Termasuk dengan cara menyimpan duit Merpati di lembaga independen.

Pengacara Merpati, Lawrence T.P. Siburian, mengatakan kasus sewa pesawat itu sebenarnya sudah lama selesai dan tidak lagi dipermasalahkan. Buktinya, ujar Lawrence, ada surat dari tiga lembaga penegak hukum yang menghentikan penyelidikan ini. Ketiga surat itu adalah dari Direktorat III Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Mabes Polri tertanggal 27 September 2007, dari Komisi Pemberantasan Korupsi, dan surat keputusan penghentian sementara dari Jaksa Agung Muda Intelijen pada 22 Mei 2008. "Ini sebenarnya kasus perdata. Karena itu, kami mengharap penyidikan kasus ini dihentikan," ujarnya.

Perkara Hotasi ini juga menyedot perhatian sejumlah petinggi maskapai penerbangan. Inilah untuk pertama kalinya seorang petinggi maskapai penerbangan nasional dijadikan tersangka korupsi karena tindakannya mengupayakan pesawat untuk perusahannya. Kepada Tempo, Sekretaris Jenderal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Tengku Burhanudin menyatakan, yang dilakukan oleh Merpati pada 2006 itu sebenarnya lumrah. Menyimpan dana terlebih dulu sebagai security deposit atau jaminan, ujar Tengku Burhanudin, memang biasa disyaratkan perusahaan penyewaan pesawat.

Menurut dia, banyak maskapai nasional melakukan hal itu. "Yang terpenting sebenarnya ada upaya proteksi terhadap kerugian apabila terjadi masalah dalam proses transaksi," katanya.

Soal masalah yang dihadapi Merpati, INACA menilai yang dialami perusahaan penerbangan pelat merah itu merupakan risiko bisnis. Menurut Burhanudin, dari runtutan kejadiannya, juga dengan keluarnya putusan pengadilan di Amerika Serikat, kasus Merpati ini sebenarnya masuk ranah perdata, karena masalah utang-piutang.

Namun kejaksaan tetap keukeuh bahwa kasus sewa pesawat merupakan ranah korupsi. Tak hanya dengan tanda-tanda mengeluarkan surat pencekalan, Wakil Jaksa Agung Darmono juga mengisyaratkan perkara ini akan maju terus. "Kami optimistis, kasus Merpati akan selesai," katanya.

Sandy Indra Pratama


Janji Tinggal Janji
Keinginan Hotasi Nababan agar Merpati memiliki tambahan pesawat membuat bekas Direktur Utama Merpati itu kini jadi tersangka. Hotasi sudah mengajukan kasus ingkar janji pengadaan pesawat ini ke pengadilan Amerika Serikat.

2006

20 Desember
Penandatanganan kesepakatan penyewaan dua pesawat Boeing 737-500 dan 737-400 antara Merpati dan TALG. Ada klausul: Merpati harus menempatkan security deposit US$ 1 juta, yang bisa ditarik jika terjadi masalah.

21 Desember
Merpati menempatkan US$ 1 juta ke Hume and Associates , firma hukum independen yang telah disepakati sebagai custodian.

2007

5 Januari
Rencana penyerahan Boeing 737-500 (pesawat pertama), tapi gagal.

20 Maret
Rencana penyerahan Boeing 737-400 (pesawat kedua), juga gagal.

2 April
Merpati resmi melakukan gugatan. Tuntutan pengembalian uang security deposit ke Federal Court Washington, DC.

4Juni
Solidaritas Pegawai Merpati melaporkan kasus dugaan korupsi penyewaan pesawat tersebut ke KPK, Kejaksaan, dan Mabes Polri.

9 Juli
Putusan hakim pengadilan memenangkan Merpati. Pengadilan menghukum pemilik TALG mengembalikan US$ 1 juta sekaligus bunga dan biaya pengacara. Namun TALG tidak bisa membayar.

27 September
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri memeriksa kasus Merpati. Polisi menyatakan belum ditemukan tindak pidana korupsi. Kasus dihentikan sementara.

2011

4 Juli
Kejaksaan Agung pertama kali memeriksa Direktur Utama Merpati Hotasi Nababan.

16 Agustus
Hotasi dan Guntur Aradea, bekas Direktur Keuangan Merpati, ditetapkan sebagai tersangka.

12 September
Kejaksaan mengeluarkan surat perintah pencekalan untuk Hotasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus