Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nama desanya disebut-sebut di media massa, Selasa pagi pekan lalu, Supandi mengumpulkan seluruh pengurus rukun tetangga dan rukun warga. Kepala Desa Sukamanah ini mencari tahu kebenaran kabar bahwa ada lembaga di desanya menerima hibah Rp 500 juta. Bernama Lembaga Kajian Sosial Politik (Laksospol), penerima hibah beralamat di Jalan Raya Labuan Km 15, Kampung Kaduranca, Desa Sukamanah, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang.
Laksospol masuk daftar 221 lembaga atau organisasi yang dilaporkan menerima hibah Pemerintah Provinsi Banten. Jumlah yang diterima bervariasi, dari Rp 50 juta hingga Rp 15 miliar. Laporan diteken oleh Sekretaris Daerah Banten Muhadi dan disiarkan kepada media massa pada 18 Agustus lalu.
Laporan ini berbuntut panjang. Sebab, Ayie Erlangga, yang memimpin Laksospol, mengatakan tak pernah menerima uang Rp 500 juta seperti disebutkan dalam laporan. "Itu fiktif, tidak benar. Laksospol tidak menerima dana sebesar itu," katanya. Yang benar, menurut dia, Laksospol menerima Rp 35 juta tunai untuk acara "Kegiatan Musik Banten", yang berlangsung Maret 2011 di alun-alun Menes.
Menurut Ayie, acara digelar dengan menyewa perusahaan penyelenggara event bernama Media Termin Banten. Ia mengakui pada Februari lalu mengajukan proposal permintaan dana senilai Rp 1,2 miliar untuk acara itu. "Namun tidak seluruhnya dipenuhi. Hanya Rp 35 juta yang turun," ia menegaskan. "Saya sendiri yang menerima uang itu dari Iwan Serang, utusan provinsi. Ada kuitansinya."
Ayie bingung melihat nama organisasinya tercantum dalam laporan penerima hibah. Apalagi, sejak itu, warga di kampung dan sejumlah aktivis lembaga swadaya masyarakat meneleponnya. Mereka menanyakan kebenaran data yang menyebutkan Laksospol telah menerima dana hibah Rp 500 juta. "Saya kaget, karena itu tidak benar," tuturnya. Ia menambahkan, Rp 35 juta yang diterima pun bisa dipertanggungjawabkan. Karena itu, Ayie berencana menggugat pemerintah daerah yang dituduhnya mencatut nama Laksospol.
Juru bicara Pemerintah Provinsi Banten, Komari, yang awal pekan lalu dihubungi, membantah laporan itu mencomot lembaga yang dipimpin Ayie. Ia mengatakan Kantor Gubernur akan menurunkan tim untuk mengusut perkara ini. "Laksospol itu ada. Ketuanya Acep. Dia orang Pandeglang," ia menjelaskan. "Karena lembaga itu mengajukan proposal, kami respons dengan mengucurkan sejumlah dana."
Komari menambahkan, Laksospol versi Acep memiliki kegiatan di Desa Sukamanah. Ia mengatakan, "Lembaga itu ada kegiatan dan laporannya, baik yang sudah maupun yang belum dilakukan."
Nah, informasi tentang Acep dan bantuan inilah yang pada Selasa pagi itu hendak diperjelas oleh Supandi di kantor desa. "Saya sebagai kepala desa juga tidak pernah mengeluarkan surat keterangan domisili bagi Laksospol sebagai pengantar ke pengadilan untuk syarat pengajuan badan hukum," tuturnya.
Dari para pengurus desa dan ketua kampung yang dikumpulkan, diketahui bahwa Acep yang disebut-sebut pemerintah provinsi itu adalah Ketua Ikatan Pemuda-Pemudi Nahdlatul Ulama setempat. "Acep itu pendatang dan merupakan menantu mantan Kepala Desa Sukamanah," ujar Supandi. "Warga kami tidak mendapatkan manfaat dana hibah."
Kisruh dana hibah di Provinsi Banten ini tak cuma terjadi di Sukamanah. Badan Pemeriksa Keuangan mencium ketidakberesan pada penebaran hibah oleh Gubernur Ratu Atut Chosiyah. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Aliansi Independen Peduli Publik (Alipp) menduga melimpahnya hibah dan bantuan sosial itu berkaitan dengan rencana Atut mencalonkan diri lagi sebagai gubernur pada pemilihan bulan depan.
Alokasi dana ini dalam anggaran belanja daerah melonjak secara signifikan dalam dua tahun terakhir. Pada 2009, dana hibah yang disalurkan pemerintah Banten tercatat Rp 14 miliar dan dana bantuan sosial Rp 60 miliar. Tahun lalu, jumlah dana hibah melejit jadi Rp 239,3 miliar, dan bantuan sosial Rp 51,4 miliar.
Tahun ini, uang yang disebar sebagai hibah itu naik lagi hingga Rp 340,5 miliar dan diklaim telah disalurkan kepada 221 organisasi. Adapun uang bantuan sosial dianggarkan Rp 50 miliar dan diberikan untuk 160 lembaga. Tak cukup itu saja, pada APBD Perubahan, pemerintah Banten masih mengajukan tambahan dana hibah Rp 60,6 miliar dan bantuan sosial Rp 27,7 miliar.
Aturan baru tentang hibah dan bantuan ini ada dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 dan Nomor 32 Tahun 2011. Uang boleh diberikan kepada pemerintah, pemerintah daerah lain, perusahaan daerah, masyarakat, dan organisasi kemasyarakatan. Khusus untuk masyarakat, hibah hanya bisa diberikan dengan syarat lembaganya punya kepengurusan jelas dan berkedudukan di daerah setempat serta terdaftar sekurang-kurangnya tiga tahun.
Dari penelusuran ICW dan Alipp, ada beberapa kejanggalan dalam proses penyaluran dana ini. "Banyak lembaga penerima hibah dan bantuan sosial ternyata tidak jelas," ICW menulis dalam laporannya. "Terdapat puluhan yayasan atau lembaga yang mencurigakan karena tidak dikenal oleh masyarakat."
Dari 160 penerima dana bantuan sosial, pemerintah daerah hanya mencantumkan 30 nama lembaga atau kepanitiaan. Itu pun tidak didukung dengan alamat yang jelas. Sisanya hanya ditulis "bantuan sosial daftar terlampir". Pemberian hibah buat Laksospol hanya salah satu contoh ketidakjelasan. "Lembaga itu bahkan belum berbadan hukum. Ini jelas menyalahi aturan," kata juru bicara Alipp, Uday Suhada.
Uday juga mengirim surat kepada semua pengadilan di wilayah Banten untuk meminta kejelasan mengenai status hukum 221 organisasi dan lembaga penerima hibah itu. Ia melaporkan Gubernur Atut ke Komisi Pemberantasan Korupsi dengan tudingan penyalahgunaan anggaran hibah.
Gugatan juga dilayangkan Masyarakat Pembela dan Pemerhati Banten (Maslahat), yang berbasis di Kabupaten Lebak. "Kami menemukan LSM atau organisasi masyarakat dadakan yang menerima bantuan itu terkait dengan dukungan terhadap calon incumbent (Atut Chosiyah)," kata Sudrajat, Ketua Maslahat. "Saya khawatir dana hibah ini dijadikan ladang korupsi berjemaah. Apalagi ini dibagikan menjelang pilkada. Wajar kalau kami mencurigai."
Uday menambahkan, kecurigaan mereka membesar lantaran sejumlah nama lembaga atau organisasi penerima hibah itu terafiliasi dengan Atut atau dikelola kerabatnya. Alipp menyebutkan antara lain PMI Provinsi Banten, yang diketuai Ratu Tatu Chasanah, adik Ratu Atut. Organisasi ini mendapat kucuran Rp 900 juta.
Kemudian KNPI Provinsi Banten, yang diketuai adik tiri Atut, Aden Abdul Khaliq, mendapat bagian Rp 1,85 miliar. Himpunan Pendidikan Anak Usia Dini, yang diketuai Adde Rosi, menantu Ratu Atut Chosiyah, mendapat Rp 3,5 miliar. Tagana Provinsi Banten, yang diketuai Andika Hazrumy, anak Ratu Atut, memperoleh Rp 1,75 miliar. Ada lagi GP Ansor Kota Tangerang, yang diketuai Tanto W. Arban, menantu Atut, dijatah Rp 400 juta.
Kepada Tempo, Atut mengatakan pemberian hibah telah dilakukan sesuai dengan prosedur. Ia menuduh persoalan ini diributkan menjelang pemilihan gubernur. "Padahal ini sudah dilakukan sejak saya menjadi wakil gubernur," ujarnya. Ia mengklaim dana hibah meningkat karena anggaran pemerintah daerah juga bertambah.
Yang juga dipertanyakan adalah duit Rp 7,5 miliar untuk memberangkatkan umrah 150 tokoh Forum Silaturahmi Pesantren se-Provinsi Banten. Salah satu peserta umrah ini mengaku, sebelum berangkat ke Mekah beberapa pekan lalu, mereka dikumpulkan dan mendapat arahan dari Gubernur. Rombongan diberi sangu masing-masing Rp 25 juta.
Sekretaris jenderal forum ini, Fatah Sulaiman, membantah arahan itu dimaksudkan untuk mendukung Atut dalam pemilihan kepala daerah nanti. "Kami tidak ada hubungannya dengan politik. Kami berangkat saja dan berdoa."
Tidak hanya membantu para kiai, Atut tak melupakan para penegak hukum dan tentara di wilayahnya. Gelontoran rupiah itu disalurkan melalui organisasi istri-istri di kantor kejaksaan, kepolisian, pengadilan, serta komando distrik militer dan markas detasemen atau batalion tempur.
Y. Tomi Aryanto (Jakarta), Pramono, Ayu Cipta (Banten)
Hibah untuk Keluarga
Gubernur Atut membagikan dana hibah Rp 340,463 miliar tahun ini. Sebanyak Rp 167,954 miliar di antaranya mengalir ke lembaga yang mengurus pemilihan umum dan keamanan. Sisanya, Rp 172.509 miliar, dibagikan ke berbagai lembaga, yang sebagian dipimpin kerabat sang Gubernur. Jumlahnya minimal mencapai Rp 14,1 miliar atau sekitar 8 persen dari total dana untuk lembaga masyarakat.
No | Nama Organisasi | Anggaran | Hubungan Organisasi dengan Atut |
1 | KNPI Provinsi Banten | 1.850.000.000 | Ketua: Aden Abdul Khaliq (adik ipar) |
2 | Tagana Banten | 1.750.000.000 | Ketua: Andika Hazrumy (anak) |
3 | PMI Banten | 900.000.000 | Ketua: Ratu Tatu Chasanah (adik) |
4 | PW GP Ansor | 550.000.000 | Bendahara: Andika Hazrumy (anak) |
5 | Himpaudi Banten | 3.500.000.000 | Ketua: Adde Rosi (menantu) |
6 | P2TP2A | 1.500.000.000 | Ketua: Adde Rosi (menantu) |
7 | GWKS | 700.000.000 | Ketua: Ratu Tatu Chasanah (adik) |
8 | Karang Taruna | 1.500.000.000 | Ketua: Andika Hazrumy (anak) |
9 | Dekranasda | 750.000.000 | Ketua: Hikmat Tomet (suami) |
10 | Dekopinwil | 200.000.000 | Ketua: Ratu Tatu Chasanah (adik) |
11 | Forum Paguyuban Banten Bersatu | 500.000.000 | Ketua: Ratu Tatu Chasanah (adik) |
12 | IMI Banten | 200.000.000 | Ketua: Tb. Haerul Jaman (adik) |
13 | Koalisi Politisi Perempuan Indonesia | 200.000.000 | Ketua: Ratu Tatu Chasanah (adik) |
Jumlah | 14.100.000.000 | ||
Kerabat Sang Gubernur Jenderal
Jumlah istri dan anak Chasan Sochib bukan "angka pasti". Istri pertamanya, Wasiah, ketika diwawancarai Tempo empat tahun silam, tak bisa menyebutkan siapa saja istri Chasan. "Ada di mana-mana," katanya. Seseorang yang dekat dengan penerima gelar doctor honoris causa dan profesor dari Northern California University dan Global University International ini bercerita, "Chasan juga tak tahu jumlah dan nama semua anaknya."
Inilah sebagian keluarga Gubernur Jenderal, begitu dia menyebut dirinya setelah sukses mengantar pasangan Djoko Munandar-Ratu Atut Chosiyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Banten, 2002, yang kini berkuasa di Banten.
Profesor Dr (HC) Tubagus Chasan Sochib
1. Wasiah
Anak:
- Ratu Atut Chosiyah--Gubernur Banten, Ketua DPP Partai Golkar
Suami:
Hikmat Tomet--anggota DPR, Ketua DPD Partai Golkar Banten
Anak:
Andika Hazrumy--anggota DPD
Istri:
Adde Rosi Khoerunnisa--Wakil Ketua DPRD Kota Serang - Ratu Tatu Chasanah--Wakil Bupati Serang, Ketua DPD Golkar Pandeglang
- Chaeri Wardana--Ketua Kamar Dagang dan Industri Provinsi Banten, Bendahara DPD Partai Golkar Banten, Ketua AMPG Banten
Istri: Airin Rachmi Diany--Wali Kota Tangerang Selatan
2. Ratu Rafiah
Anak:
- Tubagus Haerul Jaman--Wali Kota Serang
- Ratu Lilis Karyawati--Ketua DPD Golkar Kota Serang
Suami: Aden Abdul Khaliq--anggota DPRD Banten
3. Ratna Komalasari--anggota DPRD Kota Serang
4. Heryani--Wakil Bupati Pandeglang
Naskah: Pramono Bahan: Pusat Data dan Analisa Tempo, Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara, Indonesia Corruption Watch, wawancara
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo