Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font face=arial size=1 color=#FF9900>Badan Pertanahan</font><br />Langka Blangko Akta

Formulir jual-beli tanah lenyap di Jakarta dan Jawa Barat. Ribuan transaksi properti terhambat.

19 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BLANGKO itu tipis saja. Hanya empat lembar dengan sampul bertulisan "Akta Jual-Beli" berhuruf kapital. Meski tipis dan bentuknya tak istimewa, blangko itu syarat mutlak untuk setiap transaksi properti di negeri ini. Bank membutuhkannya untuk meluluskan permintaan kredit rumah. Tanpa formulir itu, sertifikat tanah pun tak bisa terbit.

Yang jadi masalah, sejak enam bulan lalu, blangko tipis itu menghilang dari peredaran. "Paling parah di Jakarta dan Jawa Barat," kata Ketua Umum Pengurus Pusat Real Estate Indonesia Setyo Maharso, Rabu pekan lalu. Pebisnis properti kalang kabut, notaris pembuat akta tanah kebingungan. Ribuan transaksi pembelian rumah dan apartemen macet.

Di Kabupaten Tangerang, Banten, pada pertengahan Mei lalu, puluhan lurah, kepala desa, dan camat berunjuk rasa ke Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) di sana. Mereka mengeluh karena pelayanan urusan jual-beli tanah di 274 desa/kelurahan serta 29 kecamatan jadi terbengkalai akibat kelangkaan blangko.

Aksi itu tak menghasilkan solusi. Hingga pekan lalu, blangko akta jual-beli masih sulit dicari. "Ini sangat menghambat pembangunan dan potensi pendapatan asli daerah di sini," kata Mursidi Ilyas, Ketua Forum Kepala Desa dan Lurah Tangerang Selatan, yang juga Lurah Pondok Aren.

Tak hanya di Tangerang, di Kabupaten Bandung kondisi serupa terjadi. Kalaupun ada, harganya mahal. "Sampai Rp 500 ribu per blangko," kata Teguh Satria, Direktur PT Sanggar Indah Group, sebuah perusahaan properti di Jawa Barat. Padahal, menurut peraturan, blangko itu dibagikan gratis.

Kelangkaan blangko membuat bisnis properti terpukul. Dalam kondisi normal, perusahaan Teguh, misalnya, bisa menjual 60-70 unit properti per bulan. "Sekarang paling banyak lima unit setiap bulan," katanya kecut.

Apa masalahnya? Semua pihak menuding Badan Pertanahan Nasional. Soalnya, lembaga itulah yang berwenang menerbitkan blangko akta jual-beli dan mendistribusikannya lewat kantor wilayah mereka di seluruh Indonesia.

Badan Pertanahan membela diri. "Permintaan blangko di Jakarta dan Jawa Barat melebihi ekspektasi," kata Gede Ariyuda, Deputi Bidang Hak Tanah dan Pendaftaran Tanah BPN, ketika ditemui pekan lalu. Menurut Ariyuda, persediaan blangko di Papua dan Gorontalo justru menumpuk.

Tahun ini Badan Pertanahan menerbitkan lima juta eksemplar blangko, sama dengan tahun lalu. Anggarannya Rp 33 miliar. Proyeksi pembuatan blangko untuk 2012 pun tak berubah. "Anggarannya tetap," kata Ariyuda.

Badan Pertanahan mengakui proyeksi pembuatan blangko setiap tahun tidak memperhitungkan pertumbuhan industri properti. Ini yang jadi masalah. Pada 2011, REI mencatat ada pembangunan 160 ribu unit rumah baru. Tahun ini asosiasi pengembang perumahan itu memprediksi peningkatan 15 persen menjadi 200 ribu unit. Padahal jumlah blangko yang dicetak tak bertambah.

Pejabat Badan Pertanahan tak mau disalahkan. "REI tidak pernah memberi tahu kami," kilah Managam, Sekretaris Utama BPN. "Mereka sudah membangun rumah, lalu sekarang mendesak-desak minta akta," katanya.

Mungkin sadar ada persoalan komunikasi, awal September lalu—sepekan setelah Lebaran—belasan pengurus pusat REI bertandang ke kantor Badan Pertanahan Nasional di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Di sela halalbihalal, para pebisnis properti itu melobi, mencari jalan keluar. Hasilnya manjur. Badan Pertanahan berjanji, krisis blangko akan reda. Formulir yang bertumpuk di Indonesia timur bakal dipindah ke wilayah yang membutuhkan.

Belajar dari pengalaman buruk ini, Managam berjanji mengubah sistem distribusi blangko. Awal tahun depan, setiap kantor wilayah hanya mendapat 75 persen dari total kuota blangko yang seharusnya mereka terima. Sisanya disimpan di Jakarta sebagai stok.

Tak semua orang yakin perubahan ini bisa menjamin kelangkaan blangko tak berulang tahun depan. Keraguan bahkan muncul di kalangan internal BPN sendiri. Aryanto Sutadi, mantan polisi yang kini deputi Badan Pertanahan, menduga ada masalah di kantor-kantor wilayah BPN. "Notaris kadang perlu melakukan pendekatan ekstra ke pejabat Badan Pertanahan hanya agar mendapat blangko," katanya. "Kalau enggak kenal, sulit."

Retno Sulistyowati, Joniansyah (Tangerang )

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus