Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Hukum gundul

Warga desa gatak, klaten main hakim sendiri. mereka menggunduli rambut sulami, 30, asal manjung, klaten. berawal utang-piutang. korban tak melunasi utangnya. kini pelakunya diperiksa polisi.

9 Juli 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INILAH eksekusi yang hanya berdasar selera massa. Nyonya Sulami, 30 tahun, ibu tiga anak yang dibenci orang sedesanya karena banyak utang, 22 Juni 1988 menjalani eksekusi. Di sebuah rumah di Desa Gatak, Klaten, Jawa Tengah, tubuh wanita itu disandarkan pada sebuah kursi. Dibantu seorang penduduk yang memegang tubuh Sulami -- karena meronta-ronta seorang tokoh desa itu, Drs. Adenan, menggunting rambut Sulami, konon, hingga hampir gundul. Seorang wanita, sekitar 50 tahun, pemilik warung di desa itu, setelah eksekusi tadi melihat Sulami lari menuju rumahnya sambil menangis. Menurut ibu ini, rambut Sulami terpotong secara acak-acakan. Dipotong bagian depan, belakang, samping, dan bagian atas. "Rambut di belakang telinga menjulur panjang, kayak dikucir," kata ibu tersebut. Penerapan hukuman yang tergolong main hakim sendiri ini bermula dari utangpiutang. Sulami, yang sehari-hari bekerja sebagai makelar bahan bangunan, dua tahun lalu meminjam uang Rp 80 ribu pada kelompok pengajian pimpinan Adenan. Ia baru membayar separuh utangnya berapa waktu lalu, sebelum menghilang dari kampungnya. Sementara itu, di pengajian pimpinan Sajimo, Sulami juga punya utang Rp 91 ribu. "Sudah dua tahun lebih, belum dibayar," ujar Drs. Sajimo, guru SMA Negeri II Boyolali. Tidak hanya itu. Harjo Prawiro, seorang perajin genting di Desa Gatak, mengaku ditipu 4 ribu genting sehara Rp 140 ribu. Puluhan perajin genting di Desa Gatak dan Manjung serta Desa Senden mengaku pula menjadi korban Sulami. Kalau ditotal, jumlah utangnya pada masyarakat setempat mencapai Rp 1 juta. "Berutang dan jarang mengembalikan seperti sudah menjadi pekerjaan Sulami," kata Nyonya Darmo Yatin, mertua Nyonya Sulami. Keluarga Nyonya Darmo mengaku sering dipermalukan oleh mantunya itu. "Dia bukan menantu yang baik," kata Nyonya Darmo, yang juga menuduh mantunya itu tak setia kepada' suaminya, Asoyo. Akibat makan hati, kata Nyonya Darmo, putranya, Asoyo, meninggal dunia dua tahun lalu. Itulah sebabnya, begitu suaminya meninggal, Sulami diusir oleh keluarga mertuanya. Sejak itu dia menghilang. Sulami baru muncul 20 Juni, tepat peringatan seribu hari meninggalnya Asoyo. Tapi dua hari kemudian ia ditangkap Adenan dan langsung dieksekusi. Semua tuduhan ini sulit dikonfirmasikan. Sebab, sejak peristiwa penggundulan itu, Sulami kembali menghilang dari kampungnya, meninggalkan tiga orang anaknya. Tidak seorang pun yang tahu ke mana dia pergi, juga keluarga dekatnya. "Tidak betul saya menggunting rambut Nyonya Sulami sampai gundul, seperti diberitakan di koran-koran," begitu bantahan Adenan, pegawai kantor Departemen Agama Klaten dan juga guru SMP Muhammadiyah XIII Klaten. "Saya hanya memotong rambutnya beberapa guntingan. Itu saya lakukan semata-mata untuk memberi pelajaran padanya," kata Adenan, sarjana lulusan Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu. Terlepas dari gundul tidaknya Nyonya Sulami, tindakan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat yang berpengaruh di desanya itu dinilai salah. "Perbuatan memotong rambut jelas melawan hukum. Apa pun alasannya, perbuatan main hakim seperti itu merupakan pelaksanaan hukuman yang berlebihan," ujar Dr. Bambang Purnomo, ahli hukum pidana dari UGM. Apa yang dilakukan oleh Adenan itu menurut Bambang, telah merupakan kejahatan penghinaan dan merendahkan martabat, sekaligus melanggar hak-hak asasi Sulami. "Sulami dapat menuntut orang yang memotong rambutnya itu," ujar Bambang. Adenan sendiri sudah diperiksa oleh kepolisian. Hasilnya? "Silakan tanya pada Pak Kapolwil Surakarta, saya tidak berhak memberi keterangan," ujar Kapolres Klaten Drs. Dodo Mikdad. I Made Suarjana (Yogya)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus