DIREKTUR Bank Bumi Arta Medan, Yamin Gatot, meninggalkan sidang Pengadilan Negeri Medan dengan penuh senyum. Betapa tidak. Meski terbukti menembak mati dua orang yang tak dikenalnya, Selasa pekan lalu, ia dilepaskan majelis hakim dari tuntutan hukum. Soalnya, jiwa yang "dirampasnya" dari Porang Nasution dan Tora Johan itu adalah yang sebelumnya hendak mencelakakan dia bersama istrinya. "Ia dalam keadaan terpaksa, membela diri, karena itu tidak bisa dipidana," kata Ketua Majelis Hasan G. Shahab. Kejadian yang dialami Yamin, 50, memang luar biasa. Malam itu, 18 April, dengan kendaraan sedan Honda Accord yang disetir istrinya, Irene, 30, Yamin berhenti di setopan lampu merah di perempatan Jalan Gajah Mada dan Iskandar Muda, Medan. Tiba-tiba dua orang tidak dikenal - belakangan diketahui bernama Porang, 24, dan Tora, 21 menggebrak mobil mereka dengan pedang terhunus. Porang, yang ternyata residivis, dengan pedangnya memecahkan kaca mobil sebelah kanan, sementara Tora memukul kaca sebelah kiri. Irene, yang memegang setir, menjerit ketika pedang Porang menusuk dirinya. Tangannya yang mencoba menangkis serangan itu terluka. Ketika itulah Yamin mencabut pistolnya dan menembak ke arah Porang dan Tora. Kedua bandit itu masih sempat lari sebelum terjungkal jatuh dan mati. Dua orang anggota komplotan bandit itu yang mengawasi kejadian itu, Sudirman Nainggolan dan Viktor Pardede, segera kabur. Sudirman dan Viktor, belakangan ditangkap polisi dan mengaku malam itu komplotannya berniat merampok Yamin dan istrinya. Sebab itu pula dalam sidang terpisah, yang mendahului persidangan Yamin, Sudirman dihukum 4 tahun penjara, sementara Viktor 3 tahun 6 bulan. Dengan vonis itu, seakan -akan sudah bisa dipastikan Yamin tidak bersalah. Tapi ia toh diadili juga. Sebuah sumber di kejaksaan setempat membenarkan, sidang itu hanya proforma saja. "Jangan mentang-mentang ia direktur bank, WNI keturunan lagi, lalu tidak diadili. 'Kan bisa menimbulkan kesan tidak baik," ujar sumber itu. Kendati begitu, Yamin gemetaran juga ketika pertama kali dibawa Jaksa Soedirman ke meja hijau, akhir Oktober lalu. Dasi abu-abu yang dipakainya, ketika itu, berkali-kali dibetulkannya dengan tangan menggigil. Ia menjawab pertanyaan majelis dengan terbata-bata, sambil memejamkan mata, atau memegang dadanya. Sampai-sampai pembelanya, Adhan Gusti, hampir-hampir meminta sidang ditunda. "Saya khawatir sakit jantung klien saya itu akan kumat," kata Adhan Gusti. Yamin menyangkal membunuh Porang dan Tora. Ia terpaksa menembak hanya untuk membela diri. "Kalau tidak, kami sudah tewas semua," katanya. Istrinya, Irene, pun membenarkan. Katanya, tusukan Porang ketika itu, selain sempat merobek tangannya juga mengoyak-ngoyak jok mobil sandarannya. Kesaksian yang lebih menguntungkannya datang dari Viktor dan Sudirman sendiri. Kedua orang itu mengaku, waktu itu, diajak Porang untuk merampok. "Kami hanya ikut-ikutan saja," kata anggota komplotan Porang itu. Lebih dari itu ayah Porang, Bata Nasution, di sidang membenarkan pula anaknya itu bandel dan suka mabuk-mabukan. Pernah pula, kata Bata, Porang ditahan polisi. "Kalau tidak salah, karena merampok, tapi entah kenapa ia dibebaskan," tutur ayah Porang. Lain lagi pandangan ibu kandung Tora Hajah Sumako, yang menyatakan bahwa anaknya itu baik-baik saja: tidak suka berkelahi, mabuk-mabukan, dan memang hanya sekali-sekali keluar malam. Bahkan, katanya, putranya itu berstatus sebagai direktur perusahaan kontraktor miliknya. Namun, tak di sembunyikan bahwa Tora pernah dihukum. "Tapi sebenarnya itu bukan karena dia mencuri, hanya memakai sepeda motor curian itu," kata Hajah Sumako. Dari kesaksian-kesaksian itulah Jaksa Soedirman menuntut Yamin dilepaskan dari tuntutan hukum. Direktur bank itu pun luput dari persoalan menyimpan senjata api. Sebab, sebagai kepala satuan pengamanan di banknya, ia mendapat izin memakai senjata api dari polisi setempat. Majelis Hakim sependapat dengan jaksa: apa yang dilakukan Yamin seimbang dengan serangan Porang dan Tora. Usai sidang, Hajah Sumako tampak murung. "Saya teringat anak saya. Keputusan itu saya serahkan saja kepada Tuhan," katanya. Ia sempat berang ketika jaksa menuntut Yamin bebas. Sambil menangis, ibu sembilan anak itu menjerit, "Apa karena ia direktur bank, lalu dituntut bebas?" KI Laporan Bersihar Lubis (Medan)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini