WALIKOTA Bandung Utju Djunaedi memerintahkan ajudannya: "Tangkap
orang itu dan bawa ke sini". Sang ajudan, Ade Sukarya, siap
melakasanakan perintah itu untuk menangkap seorang pemuda
ganteng. Siasatnya untuk menjebak pemuda tadi, IS, tak terlalu
sulit sebab ia sudah merencanakan datang kepada enam perusahaan
di kota Bandung antara lain PT Astra cabang setempat. Ade, yang
di kepolisian punya pangkat Pembantu Letnan Satu berembuk
dengan' keenam persahaan tadi untuk memberitahukannya, bila IS
datang.
Sabtu 24 April yang lalu, tengah hari,IS dan kawannya SA betul
datang ke Astra. Mereka disuruh mennggu sebentar karena
Direktur Astra sedang dinas luar. Sebelumnya telah disepakati
bahwa ongkos iklan akan dibayarkan langsung oleh sang direktur.
Tak selang begitu lama "Direktur Astra", yang tak lain adalah
Ade, datang. "Ini yang membawa rekomendasi walikota?" begitu
tanya Ade. Cekatan sekali IS dan SA mengangguk. Tapi dengan
cepat juga Ade merogoh pistol dari balak bajunya. IS melotot dan
membuat gerakan seolah-olah akan mengambil sesuatu dari tas
Echolac-nya. "Jangan teruskan. Bila tidak menurut, pistol ini
akan meletus di perut saudara", begitu ancaman Ade sambil
menekan pistol ke perut IS. Kejadian selama beberapa menit itu
cukup membikin bengong para karyawan Astra lantaran ,mereka
tidak diberitahu sebelumnya.
"Ingat, bila tidak mengaku akan saya kirimkan ke Jalan Jawa",
ujar sang walikota kepada IS dan SA yang dihadapkan kepadanya.
Walikota terpaksa menggertak karena kedua pemuda masih mungkir
walau alat pemalsu yang mereka miliki telah ada di tangan Ade.
Di Jalan Jawa terdapat kantor Polisi Militer. "Bila diperiksa di
sana akan lebih berat", begitu walikota membujuk kedua tersangka
agar suka berterus terang.
Rupanya gertakan tadi memang sekedar gertak. Sebab nyatanya
mereka keesokan harinya diserahkan kepada Polisi Kota Besar
Bandung setelah ditahan dan diperiksa bagian Ketertiban Umum
Kotamadya.
Si Kakak
Dari pemeriksaan awal cepat diketahui bahwa order untuk mencari
iklan didapat IS dari kakaknya sendiri, S pegawai sipil
Kobangdiklat (Komando Pengembangan Pendidikan dan Latihan)
Angkatan Darat. Nopember tahun lalu S mendapat tugas dari
majalah Eka Wika Yudha Cakti keluaran instansi tadi. Tugas S
adalah mencari iklan sebanyak-banyaknya untuk dimuat pada
penerbitan majalah tadi. Surat tugas S ditunjukkan kepada
adiknya, IS, yang menumpang pada S. Secara iseng saja sang'
kakak menunjukkan surat itu. Tapi rupanya IS berminat benar.
Maklum ia sedang menganggur. Dan rupanya ia tahu nikmatnya
memperoleh komisi iklan. Sayangnya S tak lagi mengawasi adiknya.
Akibatnya beberapa bupati di Jawa Barat terpikat. Penampilan IS
sebagai pencari iklan alias kolpoltir, dengan modal tas
mentereng dan pakaian selalu bersih-rapi, berhasil pula memikat
beberapa perusahaan. Sejak Nopember tahun lalu sampai April yang
baru saja berselang ia berhasil menggaet Rp 600 ribu lebih.
Semuanya masuk kantong sendiri. Sebagian kecil saja yang konon
dikirimkan kepada orangtuanya yang sedang sakit di kampung
halaman Payakumbuh.
Sebenarnya tugas S harus dijalankannya sendiri. Itupun terbatas
pada tahap menghubungi pemasang iklan. Samasekali tidak boleh
menarik ongkos iklan. Soal pembayaran akan diurus pimpinan
majalah. Tapi IS, dengan melompati kakaknya, sambil menghubungi
calon pemasang iklan juga sekaligus menyodorkan kwitansi. Cap
Kobangdiklat oleh IS dipesan di pinggir jalan di Kota Kembang
itu. Untuk operasi di kota, setelah sukses di luar kota, IS
perlu menambah satu upaya lagi. Sasarannya adalah agar proses
mencari iklan berjalan lancar.
Loyalitas
Sehabis difikir masak-masak diambil keputusan untuk membuat
rekomendasi Walikota Bandung kepada 6 perusahaan dan 1 instansi
pemerintah, yaitu Sub Direktorat Agraria Bandung. Di atas
kertas diketik anjuran walikota agar "memberikan loyalitas untuk
kepentingan Kobangdiklat". Caranya, pasanglah iklan misalnya
ucapan se!amat. Tanda tangan walikota Utju Djunaedi dan stempel
Kotamadya Bandung didapat IS dari selebaran ketika Bandung
berulang tahun. Bagian penting dari kertas selebaran itu
digunting lalu ditempelkan pada surat yang sudah diketik.
Setelah rapi dibikin fotokopi rangkap 10 dan aslinya dibuang.
Rekomendasi yang fotokopi itulah yang kemudian beredar pada
calon korban kelicikan IS.
Tapi IS ketemu batunya. Ia memasukkan Sub Direktorat Agraria
sebagai salah satu mangsa. Inilah yang membikin para pejabat di
kantor itu curiga. Timbul tanda tanya mengapa walikota sampai
membuat rekomendasi untuk instansi di bawahnya. Artinya masih
tubuh sendiri. Bertolak dari kecurigaan ini petugas yang
menerima kedataqgan IS dan SA langsung menilpon walikota.
Ternyata sang walikota terkejut. Ia tidak merasa membuat
rekomendasi tadi. "Belum lama jadi walikota, sudah ada yang
begini", komentar Utju secara spontan. Utju dilantik empat bulan
yang lalu. Pantaslah ia segera memerintahkan menangkap orang
yang mencatut namanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini