Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - IM57+ Institute menyarankan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) segera memanggil Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait pertemuan dengan mantan Ketua Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto. “Seharusnya tidak ada alasan untuk menunda proses etik atas pertemuan tersebut di Dewas,” kata Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha dalam keterangan tertulis pada, Kamis 17 Oktober 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Eks penyidik KPK itu mengatakan proses pidana di Polda Metro Jaya dan pengusutan etik di Dewas KPK merupakan proses penegakan hukum yang berada di dimensi yang berbeda. “Polda maupun Dewas seharusnya masing-masing tetap dapat bekerja tanpa perlu ada ketakutan untuk saling menafikan. Justru tidak boleh berhenti salah satu proses tersebut,” ucap Praswad.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, kasus ini serius karena menjadi barometer bekerjanya penegakan hukum dan etik. Untuk itu, pengusutan penegakan etik seharusnya terus berlanjut. Hal yang perlu dihindari adalah politisasi kasus ini. “Kasus harus ditangani secara independen sehingga tidak menjadi sarana politis,” kata Praswad.
Sebelumnya, Alexander Marwata telah memenuhi panggilan pemeriksaan Polda Metro Jaya atas pertemuannya dengan mantan Kepala Bea Cukai Yogyakarta Eko Darmanto, Selasa, 15 Oktober 2024. Alex datang di Polda Metro Jaya pada pukul 09.18 WIB bersama seorang ajudannya yang juga sebagai terperiksa.
Alex mengaku belum ada panggilan oleh Dewas KPK. “Dewas belum pernah melakukan pemeriksaan terhadap saya, jadi belum jelas apakah saya melanggar etik atau pidana,” katanya.
Penyelidikan sebagai tindak lanjut adanya aduan masyarakat tanggal 23 Maret 2024. Alex dilaporkan atas dugaan pelanggaran peraturan mengenai larangan pertemuan pimpinan KPK dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK.
Sementara itu, Eko Darmanto saat ini sudah divonis enam tahun penjara dan denda Rp 500 juta pada 27 Agustus 2024. Dia dianggap bersalah melakukan tindak pidana korupsi berupa gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang.