Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Ini Pengakuan Pentolan Geng Motor Jepang Soal Tenggak Miras

Terduga bos geng motor Jepang, Habibi Kei, mengaku aksi penjarahan di Toko Fernando dilakukan sehabis pesta miras, dan hendak menyerang ke Juanda.

27 Desember 2017 | 20.12 WIB

Salah satu kost di Kawasan Pitara, Pancoran Mas yang dijadikan markas oleh Geng Motor Jepang serta tempat menyembunyikan hasil penjarahan di toko pakaian Fernando, Depok, 26 Desember 2017. TEMPO/Irsyan
Perbesar
Salah satu kost di Kawasan Pitara, Pancoran Mas yang dijadikan markas oleh Geng Motor Jepang serta tempat menyembunyikan hasil penjarahan di toko pakaian Fernando, Depok, 26 Desember 2017. TEMPO/Irsyan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Depok - Terduga bos geng motor Jembatan Mampang (Jepang), Habibi Kei, mengaku aksi penjarahan di Toko Fernando dilakukan sehabis pesta minuman keras (miras), dan hendak menyerang ke Juanda.

Polisi sudah menangkap empat anggota geng motor Jepang, yang sebelumnya dinyatakan buron. Keempatnya diduga terlibat dalam penjarahan toko pakaian Fernando di Jalan Sentosa Raya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Ahad lalu.

Kepala Kepolisian Resor Kota Depok Ajun Komisaris Besar Didik Sugiarto mengatakan empat anggota geng motor itu dibekuk Tim Jaguar kemarin. “Kami langsung tetapkan mereka yang berinisial WL, AL, HB, dan N sebagai tersangka,” katanya, Rabu, 27 Desember 2017.

Baca: Menengok Markas Geng Motor Jepang Pelaku Perampokan Toko

Menurut Didik, salah satu tersangka bernama Habibi Kei disinyalir sebagai ketua geng motor Jepang. Dua orang yang sebelumnya diduga berperan penting dalam kelompok ini, kata dia, masih dinyatakan buron. "Mereka ini ikut terlibat dalam aksi penjarahan, yakni D dan A alias J," ujarnya.

Tersangka kasus penjarahan toko pakaian Fernando, Habibi Kei, mengakui kelompok mereka sebagai pelaku penjarahan di toko tersebut. Malam itu, kata dia, ada beberapa kelompok yang ikut konvoi. "Habis minum-minum alkohol dan mau nyerang ke Juanda," ujarnya, Rabu.

Menurut pemuda yang drop out dari Universitas Pamulang ini, dia bukan ketua kelompok Jepang. Beberapa kelompok, dia melanjutkan, memang sering nongkrong di Jembatan Mampang sehingga disebut Jepang. "Kalau saya sendiri yang dirikan DBG atau Depok Bogor Gangster setahun lalu," tuturnya.

Dia berujar, sebelum berbuat onar atau janjian ingin tawuran, mereka biasanya melakukan pesta minuman keras (beralkohol) lebih dulu. "Kami biasa beli anggur merah, Intisari, dan ciu. Dibeli dari uang hasil patungan atau kadang mintain anak-anak yang mau ikutan nongkrong, kemudian beli di Terminal Depok," katanya.

Soal narkoba, dia mengaku kurang mengetahui pemasoknya dari mana. Sabu-sabu dan ganja tidak diketahui karena dia belum pernah mengkonsumsinya.

Soal tramadol, somadril, dan obat penenang lain, yang digunakan sebagai suplemen keberanian, biasanya dibeli kawanan geng motor itu di apotek di kawasan Pitara, Pancoran Mas. "Harga satu strip sekitar Rp 70 ribu," ujar Habibi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Irsyan Hasyim

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus