Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo buka suara ihwal dugaan intimidasi terhadap Band Sukatani terkait lagu mereka yang berjudul "Bayar Bayar Bayar." Lagu dalam album Gelap Gempita tersebut berisi kritik tajam perihal polisi yang kerap memungut uang dalam setiap pelayanan publik. Mulai dari pengurusan SIM, tilang, touring motor gede, hingga angkot yang ngetem.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dugaan intimidasi tersebut mencuat setelah grup band bergenre punk itu mengumumkan penarikan lagu "Bayar Bayar Bayar" dari semua platform pemutar musik, termasuk ungkapan permintaan maaf kepada Kapolri dan institusi Polri. Hal ini disampaikan kedua personal band tersebut melalui unggahan video di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, yang dalam liriknya (ada kata) bayar polisi yang telah kami nyanyikan sehingga viral di beberapa platform media sosial," ucap Muhammad Syifa Al Lufti selaku gitaris band Sukatani bersama vokalis Novi Citra Indriyati.
Kapolri Duga Ada Miskomunikasi
Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo menduga ada miskomunikasi terkait permintaan maaf dari band Sukatani kepada Polri terkait lagu 'Bayar Bayar Bayar.' Namun, dia memastikan permasalahan tersebut sudah diatasi.
"Tidak ada masalah. Mungkin ada miss, tapi sudah diluruskan," kata Listyo di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025 seperti dikutip dari Antara.
Dia juga menyatakan pihaknya menerima dengan lapang dada terkait kritik yang disampaikan masyarakat kepada lembaganya. "Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa dan yang penting ada perbaikan, dan kalau mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal-hal yang disampaikan, bisa diberikan penjelasan," ucapnya.
Orang nomor satu di kepolisian itu juga menegaskan bahwa kritik itu menjadi pemantik bagi pihaknya untuk memperbaiki institusi agar menjadi lebih baik lagi. Upaya berbenah itu, kata dia, merupakan komitmen Polri untuk terus melakukan perbaikan dan evaluasi terhadap kekurangan yang ada.
"Prinsipnya, Polri terus berbenah untuk melakukan perbaikan dengan memberikan punishment (hukuman) kepada anggota yang melanggar dan memberikan rewards (penghargaan) kepada anggota yang baik dan berprestasi," ujar dia.
Pembungkaman dan Kemunduran Demokrasi
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan penarikan lagu Sukatani merupakan bentuk tindakan yang anti kritik dan pembungkaman terhadap ekspresi serta kebebasan seni. Isnur melihat ini sebagai gambaran otoritarian yang dilakukan kepolisian dan pemerintah.
Isnur membandingkan peristiwa penarikan lagu Sukatani itu dengan bredel karya seperti era orde baru. "Ini sangat berbahaya. Untuk demokrasi dan melanggar konstitusi kita," kata Isnur melalui pesan suara kepada Tempo, Kamis, 20 Februari 2025.
Sementara itu, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani meminta Kapolri Listyo Sigit Prabowo turun tangan perihal dugaan ancaman yang dilakukan anak buahnya kepada Sukatani "Kami menduga kuat ada ancaman melalui strategi intelijen, diam ditangani sehingga dia minta maaf dan menarik karya seninya dan itu pelanggaran Hak Asasi Manusia," ujar Julis, Kamis.
Menurutnya, karya Sukatani merupakan bentuk kebebasan ekspresi dalam konteks berkesenian, terlebih muatannya mengandung unsur kritik yang membangun negara. Jika benar ada keterlibatan aparat kepolisian atas sikap Sukatani, Julius mengatakan itu sebagai bentuk kemunduran demokrasi. Saat era Orde Baru dulu, setiap karya yang mengkritik pemerintah dilarang terbit.
Yudono Yanuar | Jihan Ristiyanti | Daniel Ahmad Fajri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.