Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Jago tua dari rawang

Kakek Japar Rajagukguk, 101, sudah rabun duel dengan Apen, 40, di Rawang Lama, Asahan. Apen roboh kena sabetan parang si kakek. Gara-gara sengketa tanah seluas 1000 m2.

20 Februari 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KAKEK Japar Rajagukguk, 101 tahun, jika berjalan terbungkuk-bungkuk. Dua tongkat menopang tubuhnya, sebuah tongkat rotan di tangan kiri dan sebuah lagi, parang bergagang kayu semeter, di tangan kanan. Matanya pun rabun, tidak lagi bisa mengenali orang yang berada sekitar 6 meter di hadapannya. Tapi kakek renta itu kini menghebohkan Desa Rawang Lama, Asahan, Sumatera Utara. Tak diduga, dengan parangnya, Selasa dua pekan lalu ia merobohkan Apen Marpaung, 40 tahun dalam sebuah duel satu lawan satu, gara-gara sengketa tanah seluas 1.000 m2 di desa itu. Menurut Japar tanah itu sudah dikuasainya sejak 1957. Tapi, entah kenapa, sejak 2 tahun lalu tanah itu digarap Apen, yang masih berfamili dengannya. Kendati sudah didamaikan oleh Kepala Desa dan Koramil setempat, toh sengketa itu menemui jalan buntu, sehingga kasus itu diserahkan ke Camat Meranti. Camat memangil kedua pihak yang bersengketa, tapi Apen tak mau muncul. Begitulah, 2 Februari lalu, kakek 28 cucu dan 9 cicit, tapi hidup sendirian, itu seperti biasanya hendak mencari kayu bakar. Tiba-tiba di pinggir hutan ia melihat ada sosok melintas di depannya, yang diduganya seterunya, Apen. Tapi karena rabun, ia menyapa untuk meyakinkan. "Kaukah itu Apen?" Apen mengiyakan. "Apa sudah kau terima surat dari Camat itu?" tanya kakek tersebut. Pertanyaan itu rupanya membuat Apen tersinggung. "Apa kau, orang tua. Sudah bungkuk masih banyak tingkah. Mari, biar kutanam hidup-hidup," begitu kata Apen, yang ketika itu memang agak mabuk. Suasana menjadi panas. Kakek yang pernah belajar silat itu tiba-tiba jadi tegar. Dari jarak sekitar 2 meter, menurut Apen, mata kakek yang rabun itu tiba-tiba berkilat-kilat. Kumisnya pun seketika mengeras bagai ijuk. Dan kedua kakinya yang letoi dan selama ini harus ditopang dengan tongkat itu tiba-tiba seperti tonggak yang kukuh. Tapi Apen tidak keder, dan malah mengejek. "Apa kau masih bisa berkelahi, Kek . . . ?" tanyanya. Tapi belum habis ia mengoceh, Japar menyabetkan parangnya. Kena Kepala Apen koyak, hmgga ia roboh. Tapi jago tua itu rupanya satria. "Bangun. Saya tak mau menghantam lawan yang sudah roboh," katanya. Terhuyung-huyung sambil memegang tengkuknya yang berlumur darah, Apen berdiri. Pertarungan dilanjutkan. Kali ini parang Japar tepat mengenai siku kiri dan menyerempet pergelangan tangan Apen. Ia roboh lagi. Begitu lawannya tak berkutik, jago tua itu menyerahkan diri ke Kepala Desa. "Tolong, antarkan saya ke kantor polisi. Saya baru membacok orang di tepi Sungai Bon-bon," katanya di depan Kepala Desa: Apen ternyata belum mati. Dengan sisa tenaga, ia menuju ke rumah saudaranya, sekitar 400 meter dari tempat duel. Karena darah terlalu banyak keluar, ia langsung diboyong ke rumah sakit. "Dua hari ia tak sadarkan diri," kata Abdul Zein, perawat di rumah sakit Kartini, Kisaran. Tidak kurang dari 23 jahitan menutup bagian tempurung yang koyak itu. Sementara itu, tangan kiri hingga bahunya disemen, karena otot sikunya hancur akibat tebasan parang itu. Pergelangan tangan kanannya memerlukan 7 jahitan. Dikhawatirkan, kalau otot tangannya tak pulih, Apen bisa mengalami kelumpuhan tangan. Hanya saja, setelah beberapa hari dirawat, kondisi Apen agak baik. Apen hanya agak menyesal, kondisinya pada hari duel itu tak fit. "Paginya saya minum tuak dikit, jadi agak naning (teler)," kata Apen. Sebab itu, jika sembuh ia berniat menuntut balas. "Lihat saja nanti apa yang terjadi," katanya. Sebaliknya Japar, yang kini mendekam di sel Polres Asahan, tak menyesalkan perbuatannya. "Saya tak takut dan tak menyesal silakan dihukum sesuai dengan perbuatan saya," katanya. Ia memang keras hati, dan karena itu pula hidup sendirian. "Ia memang sulit diatur dan keras kepala," kata Dingin Rajagukguk, anak sulung Japar yang kini berumur 73 tahun. Japar mengaku terpaksa mengeluarkan "simpanannya", karena kejantanan dan harga dirinya tersinggung. Lalu ia membeberkan resep umur panjang dan kejagoannya itu, "Saya hanya makan ikan dan sayur yang direbus dengan garam." Daging dan rokok dijauhinya. Tapi ia mengaku doyan minum. "Kalau tidak minum, perasaan saya loyo dan tak bergairah." kata Japar, yang mengaku murid Sisingamangaraja. Seperti juga Apen, sakit hatinya pun belum pupus. "Kalau dia mati, baru saya puas," ujar Japar, yang selalu berpakaian hitam, mirip jawara dari Banten. Agaknya, cerita kedua jagoan itu masih akan berlanjut. Laporan Sarluhut Napitupulu (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus