Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jaksa Agung Sebut Tragedi Semanggi Bukan Pelanggaran HAM Berat

Jaksa Agung mengatakan tragedi Semanggi I dan II bukan termasuk pelanggaran HAM berat.

16 Januari 2020 | 14.05 WIB

Kejaksaan Agung ST Burhanuddin (kiri) tiba di kediaman Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kanan) dalam perayaan Natal 2019 di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta, Rabu, 25 Desember 2019. TEMPO/Ahmad Tri Hawaari
Perbesar
Kejaksaan Agung ST Burhanuddin (kiri) tiba di kediaman Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate (kanan) dalam perayaan Natal 2019 di Pondok Labu, Cilandak, Jakarta, Rabu, 25 Desember 2019. TEMPO/Ahmad Tri Hawaari

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung S.T. Burhanuddin menyebut tragedi Semanggi I dan II bukan merupakan pelanggaran HAM berat. "Ada hasil rapat paripurna DPR RI yang menyatakan bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan pelanggaran HAM berat," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Yang dimaksud Burhanuddin adalah rapat paripurna yang mengesahkan hasil kerja Panitia Khusus Peristiwa Semanggi I dan II serta Tragedi Trisakti pada 9 Juli 2001. Pansus menyatakan bahwa peristiwa-peristiwa tersebut bukan pelanggaran HAM berat dan bisa diadili di pengadilan umum.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Burhanuddin juga membeberkan sejumlah kendala yang dihadapi lembaganya dalam penanganan kasus HAM berat masa lalu. Menurut Burhanuddin, penanganan dan penyelesaian berkas hasil penyelidikan peristiwa pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi kendala terkait kecukupan alat bukti.

"Komnas HAM belum dapat menggambarkan atau menjanjikan minimal dua alat bukti yang kami butuhkan," kata Burhanuddin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2020.

Rekomendasi Pansus DPR yang disinggung Burhanuddin itu sebenarnya menuai kritik. Presiden ketika itu, Abdurrahman Wahid alias Gus Dur pun menilai peristiwa tersebut tak bisa dianggap sebagai kriminal murni.

Hasil penyelidikan Komnas HAM pun menyatakan sebaliknya. Menurut Komnas HAM, dalam tiga peristiwa itu telah terjadi praktik kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity) yaitu praktik pembunuhan, perbuatan tidak berperikemanusiaan yang berlangsung sistemik, meluas, dan ditujukan kepada masyarakat sipil.

Kasus Trisakti, Semanggi I dan II diduga melibatkan aparat keamanan dan menewaskan sejumlah mahasiswa. Kasus Trisakti terjadi pada Mei 1998, ketika sejumlah mahasiswa Universitas Trisakti tewas ditembus peluru saat berunjuk rasa menuntut Presiden Soeharto mundur.

Sedangkan kasus Semanggi I berlangsung saat Sidang Istimewa MPR, November 1998, ketika ribuan mahasiswa di Jakarta long march untuk menduduki Gedung DPR/MPR. Saat itu mereka menolak pemerintahan Presiden Habibie dan menuntut dibentuknya pemerintahan transisi.

Mahasiswa dihadang aparat militer dan polisi di depan Universitas Katolil Atmajaya, kawasan Semangi, Jakarta. Peristiwa serupa terjadi ketika mahasiswa di Jakarta menolak UU Penanggulangan Keadaan Bahaya. 

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus