Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum keluarga almarhum Prajurit Dua (Prada) TNI Josua Lumban Tobing, Freddy Simanjuntak, mengatakan ekshumasi atau gali kubur dan autopsi terhadap jenazah pemuda berusia 22 tahun itu batal dilakukan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Autopsi jenazah almarhum Prada Josua Tobing yang direncanakan berlangsung hari ini ternyata dengan alasan yang tidak jelas dibatalkan oleh pihak Denpom 1/3 Pekanbaru," kata Freddy kepada Tempo, lewat aplikasi perpesanan, dikutip Selasa, 5 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya Freddy mendapatkan informasi pelaksanaan autopsi jenazah Josua pada 5 November 2024 secara lisan. Informasi ini, kata dia, disampaikan oleh Kapten Cpm Bambang Koko.
Kemudian Freddy mengirimkan surat permohonan pelaksanaan autopsi dari pihak keluarga korban ke RS Bhayangkara. Surat itu lalu dijawab belum dapat memenuhi permintaan autopsi. Alasannya tidak ada surat permintaan resmi dari penyidik Detasemen Polisi Militer atau Denpom 1/3 Pekanbaru.
Menurut Freddy, kejadian ini aneh. Sebab, di satu sisi penyidik Denpom memberitahunya secara lisan, tapi mereka tidak mengirimkan surat permintaan autopsi ke RS Bhayangkara.
"Kalau memang benar almarhum matinya murni bunuh diri, dengan cara gantung diri, ya tentunya mari sama-sama kita buktikan saja," ucap Freddy.
Dia menilai, kejadian seperti ini mengesankan Denpom 1/3 Pekanbaru tidak profesional dan tidak serius akan melaksanakan autopsi. "Kami sebagai penasihat hukum keluarga korban menjadi kecewa berat, demikian juga dengan keluarga korban."
Sebab, keluarga Prada Josua sudah mempersiapkan seluruh kebutuhan untuk autopsi sesuai dengan permintaan penyidik Denpom. Keluarga juga telah memberitahu rencana autopsi kepada kerabat.
Sejumlah Kejanggalan di Balik Kematian Prada Josua
Pada 30 Juni lalu, Prada Josua ditemukan tewas tergantung di Batalyon Infanteri 132/Bima Sakti (Yonif 132/BS) di Kabupaten Kampar Riau, sekitar pukul 22.30. Pihak keluarga menemukan sejumlah kejanggalan dalam peristiwa kematian Josua.
"Ada kejanggalan yang membuat keluarga tidak terima Josua dikatakan bunuh diri," kata Freddy pada Rabu, 7 Agustus 2024.
Dia menuturkan pada Ahad, 30 Juni 2024 sekitar pukul 22.00, ada foto dan video yang dikirim dari WhatsApp (WA) Josua ke pacarnya, Juli Sihombing. Pesan-pesan itu menunjukkan Josua akan menghabisi nyawanya sendiri karena putus cinta.
"Padahal hubungan mereka enggak ada masalah, selalu berdua, video call," tutur Freddy. "Ini jelas bukan dia sebenarnya yang nge-WA, tapi menggunakan handphone Josua, seolah-olah Josua putus cinta."
Kejanggalan lainnya, menurut dia, terletak pada foto dan video itu yang menunjukkan Josua dalam kondisi leher terjerat. Freddy mempertanyakan bagaimana bisa seseorang yang terjerat tali di lehernya bisa mengambil video sendiri.
Video berdurasi 36 detik yang diterima Tempo memperlihatkan Josua terlilit tali di lehernya. Rekaman itu diambil dari angle atau sudut bawah, seolah-olah dipegang Josua. Pria itu juga sempat membuka matanya sekejap di video ini.
"Di video ini detik ke 28, jelas terdengar ada suara yang mirip suara pintu, artinya berarti ada orang lain di tempat kejadian perkara (TKP)," kata Freddy.
Selain itu, kata dia, biasanya orang gantung diri ditemukan dengan keadaan mata membelalak dan lidah terjulur. Tapi dalam video dan foto itu, Josua tampak memejamkan mata dengan lidah terlipat ke dalam.
Kejanggalan berikutnya adalah tidak ada kamera pengawas atau CCTV di TKP. Padahal, Josua ditemukan tewas di Gudang-1 Logistik Yonif 132/BS. Selain itu, kondisi lampu di tempat itu juga mati pada saat kejadian. Namun, dalam video Josua ada sorot cahaya dari handphone.
"Justru tempat penyimpanan senjata atau alutsista justru harus pakai penerang kan? Karena itu barang-barang yang berharga, alat-alat perang," ucap Freddy.
Kejanggalan lainnya adalah TKP penemuan mayat Prada Josua yang sudah dibongkar. "Setelah kejadian itu, beberapa hari langsung dibongkar itu. Kayak menghilangkan jejak supaya tidak bisa reka ulang, supaya tidak bisa nanti rekonstruksi," tutur Freddy. "Kemudian badannya itu kan lebam-lebam, biru-biru, merah-merah itu. Cuma orang Korem (komando resor militer) pada waktu itu tidak mengakui bahwa itu disiksa," ucap Freddy.
Pilihan Editor: Divonis 20 Tahun Penjara, Yudha Arfandi akan Ajukan Banding