Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Jeritan di Bukit Mansiro

Polisi dituding tak serius mengungkap kasus pemerkosaan seorang gadis di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Pelaku hanya dijerat dengan tuduhan melarikan anak di bawah umur.

9 Juni 2014 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI depan orang tua dan penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Kepolisian Resor Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, dia bercerita tentang peristiwa yang ia alami. Naila—bukan nama sebenarnya—dengan detail mengisahkan penculikan dan pemerkosaan yang menimpanya. Dia bercerita bagaimana pemuda yang tak ia kenal memaksanya naik ke atas sepeda motor dan membawanya ke sebuah bukit. Kemudian dia bercerita detik-detik ketika pelaku memaksanya menenggak minuman yang membuatnya tak sadar lalu diperkosa pria itu. "Saya enggak bisa berbuat apa-apa. Seperti dihipnotis," ujarnya dalam sebuah rekaman yang didapat Tempo.

Peristiwa yang menimpa gadis 15 tahun ini terjadi pada 18 Maret lalu. Kepada ayahnya, Selasa sore itu Naila pamit pergi ke rumah temannya di kampung yang sama, Nagari Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, untuk belajar bersama. Sang ayah, Yasir—ini juga bukan nama sebenarnya—mengizinkannya. Apalagi jarak rumah teman Naila hanya sekitar 500 meter dari rumah mereka.

Sekitar satu jam kemudian, tiba-tiba telepon seluler Yasir berbunyi. Dia terkejut ketika di ujung telepon terdengar jeritan Naila. "'Mama… Mama….' Dia menjerit-jerit," kata Yasir menirukan suara sang anak saat itu kepada Tempo.

Ia langsung ke sekolah Naila begitu sang putri tak ada di rumah temannya. Tapi, di sekolah, sejumlah teman Naila menyatakan tak ada Naila. Hati Yasir makin kecut saat teman Naila, yang sebelumnya disebut akan didatangi Naila, menyatakan Naila sore itu tak pernah ke rumahnya. "Saya langsung menghubungi Wali Nagari melapor ke Polsek Guguak," ucapnya.

Tapi, kata Yasir, di Kepolisian Sektor Guguak, laporannya tak mendapat tanggapan serius. Petugas jaga yang menerima Yasir bahkan memintanya pulang dan menunggu sampai Naila kembali. Berbeda dengan petugas Polsek, malam itu, mendengar kabar Naila hilang, warga kampung melakukan ronda. Semua kendaraan yang keluar-masuk kampung diperiksa satu per satu. Namun, hingga pagi, Naila tak juga ditemukan.

Esok harinya, warga kembali melakukan ronda. Kali ini, dibantu sejumlah anggota Polsek Guguak, mereka menyisir sejumlah rumah tak berpenghuni di sekitar kampung. Tapi hasilnya tetap nihil. Naila tak ditemukan.

Hari keempat, sebuah kabar muncul dari kampung tetangga. Seorang petani, Iria Guswin, melihat sepasang muda-mudi di Bukit Mansiro pada Selasa sore—hari hilangnya Naila. Bersama sejumlah warga kampung, Yasir mendatangi Iria dan menunjukkan foto anaknya. Iria mengangguk dan membenarkan bahwa gadis dalam foto itu yang dilihatnya di Bukit Mansiro.

Ditemui Tempo pekan lalu, Iria Guswin mengaku mendengar jeritan suara Naila saat ia akan pulang dari ladangnya. Pria 52 tahun ini bahkan sempat mendatangi arah datangnya suara dan melihat Naila bersama seorang pemuda—yang belakangan diduga Arif Mulyadi, 22 tahun. Kepada Arif, Iria sempat menanyakan kenapa Naila menjerit. "Dia bilang tidak terjadi apa-apa," ucap Iria. Kala itu, ia kemudian menasihati keduanya agar pulang karena hari mulai malam. "Saat itu yang perempuan diam saja, kelihatan seperti ketakutan," katanya.

Yasir kemudian menyampaikan cerita Iria Guswin kepada petugas Polsek Guguak, yang lalu menelusuri kediaman Arif di Jorong (Dusun) Ketinggian, Nagari Guguak. Pria yang kerap membuat onar di kampungnya itu tak di sana. Arif kemudian ditemukan di kamar kos temannya, yang letaknya tepat di depan rumahnya. Di kamar berukuran 4 x 4 meter di lantai dua kos itu, polisi menemukan Naila terbujur lemas. Adapun Arif langsung kabur ketika melihat polisi datang.

Mendapat kabar anaknya ditemukan, Yasir segera ke kantor Polsek Guguak untuk menjemputnya. Sempat mengatakan diperkosa, Naila kemudian pingsan di pangkuan ibunya. Dua hari kemudian, Arif pun menyerahkan diri ke Polres Lima Puluh Kota.

l l l

KENDATI kasus ini terang-benderang adalah kejahatan pemerkosaan, polisi tak mengenakan pasal pemerkosaan kepada Arif. "Penanganan perkara ini penuh rekayasa dan kejanggalan," ujar Paulus Irawan, pengacara yang membantu Naila mencari keadilan. Dia menunjuk Pasal 81 Undang-Undang Perlindungan Anak juncto Pasal 332 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang dijeratkan kepada pria yang kerjanya sehari-hari hanya nongkrong di pasar itu. Konstruksi hukum ini memperlihatkan polisi hanya ingin menjerat pelaku karena melarikan anak di bawah umur, bukan pemerkosaan. Selain itu, polisi tak mengenakan pasal kepemilikan narkoba. Jika Arif dijerat dengan dua pasal ini, hukumannya bisa lebih berat daripada dijerat dengan pasal melarikan anak di bawah umur, yang hanya tujuh tahun penjara.

Menurut Paulus, upaya pembelokan kasus sudah terjadi sejak awal. Sejak Naila ditemukan, kata dia, polisi misalnya tidak segera meminta dokter melakukan visum terhadap Naila. Inisiatif untuk visum justru datang dari keluarga korban, yang membawa Naila ke Rumah Sakit Dr Achmad Darwis. Hasil visum kemudian diambil polisi dan tak pernah ditunjukkan kepada Yasir.

Nah, menurut polisi, berdasarkan hasil visum, tak ada bekas kekerasan di tubuh Naila. Padahal, menurut Paulus, keluarga sempat mendapat kabar dari pihak rumah sakit bahwa ditemukan kerusakan di alat vital Naila. Sejumlah luka memar juga ditemukan di bagian dada korban.

Polisi, kata Paulus, juga meminta Naila mengubah keterangan dalam berita acara pemeriksaan. Sejumlah poin yang dihilangkan, misalnya, soal ancaman pelaku yang akan membunuh korban jika tak mau bersetubuh dan pemberian minuman yang diduga dicampur narkoba. Paulus menuding polisi juga tak mengusut keterlibatan teman-teman Arif yang menyediakan tempat serta kendaraan untuk membawa dan menyekap Naila. "Polisi juga diduga menghilangkan sejumlah barang bukti kasus ini," ujarnya.

Menurut Paulus, dari keterangan sejumlah warga, dia mendapat informasi bahwa polisi sudah membersihkan kamar kos yang menjadi tempat kejadian perkara dan membakar sejumlah barang bukti. Salah satu di antaranya sebungkus serbuk putih yang ditemukan pada celana Arif.

Perihal "bersih-bersih" TKP ini dibenarkan Kepala Jorong Koto Baru Kubang, Nagari Guguak, Annofik. Dia mengaku melihat sejumlah polisi pada 29 Maret lalu membersihkan kamar kos tempat Naila ditemukan. Saat itu, Annofik mendengar justru akan ada olah TKP. "Saya heran, akan ada olah TKP, kok malah dibersihkan?" ucapnya. Pemilik kos, Yuharmon, membenarkan cerita ini.

Paulus menduga pembelokan kasus ini tak lepas dari adanya tekanan dari pihak pelaku. Menurut dia, salah seorang paman pelaku adalah anggota Polres Lima Puluh Kota. Ibu Arif, Ernamwati, membenarkan kabar bahwa salah seorang anggota keluarganya bertugas di Polres Lima Puluh Kota. "Anak dari saudara saya yang polisi itu," ujarnya tanpa mau menyebutkan nama saudaranya itu. Tapi dia menolak dituding melakukan intervensi dalam kasus ini.

Kepala Divisi Pembelaan Hak-hak Sipil dan Politik Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Putri Kanesia menilai kasus Naila penuh kejanggalan. "Polisi tidak profesional," ujarnya. Kontras, kata Putri, sudah mengirimkan surat kepada Kepolisian Daerah Sumatera Barat agar kasus ini ditangani di tingkat Polda. Namun surat Kontras sampai kini tak berbalas.

Kepala Polres Lima Puluh Kota Ajun Komisaris Besar Cucuk Trihono membantah tudingan kasus ini dibelokkan di sana-sini. Menurut dia, pihaknya sudah memeriksa 12 saksi. Dari kesaksian dan barang bukti yang ada, kata Cucuk, tak ditemukan kekerasan dan pemaksaan. Dia juga membantah adanya pemusnahan barang bukti. "Barang bukti pakaian, kasur, dan sepeda motor ada di Polres. Tak benar dimusnahkan," ujarnya.

Febriyan (Jakarta), Andri El Faruqi (Lima Puluh Kota)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus