DI Kisaran, ibukota kabupaten Asahan, pernah diputar film James
Bond berjudul The Man With The Golden Gun. Kini mereka
digelisahkan oleh perbuatan seorang pemuda yang mereka juluki
The Man With The Long Knife.
Ia masih muda, baru berumur 21 tahun, bernama Jonni, anak
kandung seorang pembantu Letnan. Pemuda ini berandalan dan
ditakuti penduduk. Ia biasa 'mangkal' di sekitar terminal bis.
Kerjanya mengganggu para penjual makanan dan buah: mengutip
'uang keamanan'. Tercatat telah beberapa kali melakukan
penganiayaan dengan penusukan, dengan menggunakan pisau panjang,
dan tetap lolos dari tangan yang berwajib. Penduduk setelah
menyaksikan Jonni beberapa kali bebas melakukan kejahatan, lebih
menyangsikan kemampuan polisi dari pada kelihaian si berandal.
Hingga kini polisi belum mampu membekuk Jonni yang jagoan ini.
Dan terjadilah ini: Selesai mendengarkan pidato kampanye Golkar,
oleh Amir Murtono dari DPP Golkar di lapangan Mutiara,
Chairuddin (20 tahun) berlenggang pulang. Sampai di muka Wisma
PT Uni Royal, pemuda berkaos gambar pohon beringin ini berjumpa
dengan si jagoan Jonni. Menurut Chairuddin, mungkin Jonni sedang
mabuk: mulutnya berbusa dan berbau tuak. Si Jonni, melihat
Chairuddin, timbul isengnya: "Hei, kalau sudah pakai kaos Golkar
begitu, apa sudah tidak mempan pisau?", ejek Jonni. Yang diejek
cuma tertawa: "Kau mabok?" Cuma begitu saja jawabnya. Tapi itu
sudah cukup membuat jagoan itu naik pitam.
Tanpa banyak bicara, ia segera menghunus pisau panjangnya - yang
selalu terselip di pinggang -- dan menghunjamkan ke dada kiri
Chairuddin. Dua kali hujaman, masih sempat membuat korbannya
punya waktu untuk menyelamatkan diri. Tapi baru 20 langkah,
pemuda yang tak berdosa itu terkapar di jalan. Jonni masih
memburu. Tapi orang-orang dapat menyelamatkan korban dan
membawanya ke rumah sakit. Jonni sendiri, seperti peristiwa yang
sudah-sudah, dibiarkan berlalu begitu saja dengan aman.
Golkar Mendesak
Chairuddin hingga kini masih diopname. Keluarga melaporkan
penganiayaan itu ke polisi. Pihak Golkar, DPD Golkar setempat,
juga ikut mendesak polisi agar bertindak. Tapi, begitu
kenyataannya, polisi tak bertindak apa-apa. Siapapun masih dapat
melihat Jonni, secara bebas berkeliaran di sekitar terminal:
mengganggu para penjual makanan dan buah, seperti biasanya.
Pimpinan organisasi Pemuda Pancasila, di tempat Chairuddin
menjadi anggotanya, kesal: "Wah, nampaknya Jonni itu sudah punya
surat izin bebas menikam orang", kata Marwan Efendy, pimpinan
Pemuda Pancasila.
Surat izin menikam tentu tak dipunyai si Jonni ini. Tapi,
menurut petugas rumahsakit di Kisaran, "sudah ada 6 korban
penusukan oleh Jonni yang dirawat di sini". Belum yang tak
dirawat di sana. Dan Jonni sendiri tak pernah berurusan dengan
pengadilan, selama memerankan 'pemuda berpisau panjang' itu.
Pernah sekali masuk dalam sel tahanan polisi. Tapi, begitu kata
seorang anggota polisi sendiri, ia segera bebas setelah diurus
oleh bapaknya yang ABRI.
Dua hari setelah penusukan atas Chairuddin -- suatu bukti polisi
belum bertindak - Joni masih kelihatan di terminal bis. Ia masih
main judi. Seperti biasanya juga, dalam permainan judi kali
inipun ia kalah. Darwin (18 tahun) penjual roti, kebetulan sore
itu beruntung: sampai perjudian selesai ia keluar sebagai
pemenang. Jonni marah-marah. Ia menuntut agar Darwin memulangkan
segala uang kekalahannya. Darwin menolak. Sudah dapat diduga:
Jonni segera menghunus pisau panjangnya dan langsung
menusukkannya tepat di lambung Darwin. Darwin kontan tersungkur,
dengan pusarnya tertembus pisau sedalam 5 sentimeter. Kali ini
juga tak ada orang yang berusaha meringkus jagoan kejam itu.
Hanya korban diusahakan untuk diselamatkan. Tapi belum sampai di
rumah sakit, Darwin telah menghembuskan nafas terakhir.
Dikroyok
Penduduk, kali ini, mulai marah. Tapi ke mana Jonni? Ia tetap
tenang. Malam harinya ia tetap berkunjung ke rumah pacarnya di
kampung Sidorejo. Penduduk di sana, yang betul-betul sudah muak
dengan sikap jagoan ini, segera melapor ke polisi. Polisi harus
bertindak. Maka Peltu Swarto membawa 5 orang anak-buahnya
mengepung rumah pacar Jonni. Swarto menyerukan, agar Jonni
menyerah. Tapi buronan ini malah mengancam: "Siapa dekat,
kutikam!" Ancamannya berpengaruh juga: tak seorang pun dari
petugas yang mendekat. Lewat pintu belakang, begitu kata polisi,
buronan ini kabur. Dan polisi gigit jari - setelah tembakan
peringatan 4 kali tanpa membawa hasil.
Penggerebegan yang gagal itu, memang tidak cocok dengan reputasi
polisi setempat - yang pernah dapat hadiah sepeda motor dari
Bupati dan surat penghargaan dari Kadapol Sumatera Utara, berkat
kesigapan mereka meringkus perampok Kaput cs dua tahun lalu.
Dua hari berikutnya, setelah pengepungan oleh polisi atas
dirinya, Jonni masih berani muncul di terminal bis. Tapi kali
ini penduduk sudah marah benar. Sekelompok penjual roti, dibantu
kenek bis, berusaha menyergap 'musuh' penduduk ini. Tapi,
lagi-lagi, Jonni licin bagai belut: lolos lagi!
Pimpinan Pemuda Pancasila telah mengerahkan anggotanya untuk
memburu Jonni. Juga Komandan Kodim, kabarnya, telah mengerahkan
anak-buahnya. Akhirnya Kepala Polisi setempat, Kapten Katiran,
seperti putus harapan: "Habis mau apalagi? Saya sudah
mengerahkan anggota untuk mencarinya?"
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini