SEORANG kakek terperosok masuk ~-~ sebuah lubang di jalan raya. Gara-gara insiden inil~ah, Wali Kota Medan, Agus Salim Rangkuti c.q. Kepala Dinas PU-nya, dihukum membayar ganti rugi Rp 70.815. Pemerintah dipersalahkan membiarkan lubang itu menganga dan menyebabkan war~anya, Galun~ Hutabarat, 70 tahun, jatuh terperosok. Putusan Hakim Nurazmah, S.H., dari Pengadilan Tinggi Sumatera Utara pekan lalu itu patut dipuji. Dalam pertimbangannya, majelis menilai adalah kewajiban Dinas PU atau Pemda untuk membenahi jalan dalam kota. Karenanya, peradilan banding mengukuhkan putusan PN Medan pada Agustus 1986 seperti tersebut di atas. Sore itu, 24 Oktober 1985, Galung memboncengkan cucunya, Maksi Malonda, 5 tahun. hendak membeli sate. Tiba di perempatan jalan Sei Merah di Medan Baru, sepeda motor Galung terperosok ke dalam lubang yang ditutupi genangan air. Tak syak lagi si kakek terjungkal. Akibatnya, wajahnya terluka dari sudut mata kiri hingga ke hidung kanan. Sang cucu memang selamat. Tapi Hutabarat harus dirawat dua bulan di rumahnya. Maka, lewat LBH Medan, ia menggugat Wali Kota Medan c.q. Kepala Dinas PU dan Kepala Satlantas Poltabes Medan. Ia minta ganti rugi Rp 70.815, untuk biaya pengobatan dan kerusakan sepeda motor dan Rp 7.5 juta untuk luka yang membuat wajahnya kelihatan lebih seram. Tapi seperti halnya putusan PN Medan, majelis di PT hanya menghukum Wali Kota c.q. Dinas PU Kota Madya Medan sebesar Rp 70.815. Sedang "wajah seram" nampaknya tidak terbukti di persidangan. I Made Dewa Berata, seorang anggota majelis PT, menilai putusan mereka semacam kritik juga. "Kita tidak mau dengar Pemda cuci tangan dalam soal ini," ujarnya kepada TEMPO. Sebaliknya, Wali Kota Medan, Agus Salim Rangkuti, sangat berang mendengar putusan PT. "LBH hanya cari popularitas," katanya. Karena itu, pengacaranya konon berniat naik kasasi ke Mahkamah Agung, terutama untuk kasus "muka yang seram" itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini