~PADA mulanya memang ditemukan mayat wanita mengapung di Sungai Cikawung, deka~t Desa Carui, Sidareja. Komandan hansip setempat pun yakin, itu mayat Sukanti, anak Nasum, warga desanya. Karena, kata~ si hansip, malam sebelumnya ia memergoki dua remaja berpacaran di gubuk dekat kali. Ia pun menegur, "Apa kamu Sukanti?'' yang lantas dijawab, "Ya." Keluarga Nasum diminta memastikan apakah yang ditemukan pencari ikan di kali itu mayat Sukanti. Adik Sukanti, Santosa, kontan pingsan melihat wajah si mayat. Nasum dan istrinya begitu pula. Maka, pamong desa pun melaporkannya ke polisi: "Sukanti mcnjadi korban pembunuhan". Setelah divisum, korban dikuburkan. Kehlarga Nasum sudah mengadakan selamatan sclak tiga hari, tuduhan, dan terakhir 100 hari. ~Pengusutan pun dilakukan, mencari siapa pembunuh wanita itu. Tak lama kemudian, polisi menangkap Nawiyanto, 24 tahun, warga Sidareja yang merantau ke Jakarta. Di depan polisi, seperti yang ditandatangani pada ~BAP, ia mengaku membunuh Sukanti. Kini ia tengah menghadapi PN Cilacap, Jawa Tengah, yang menyidangkannya sejak Mei lalu, dengan tuduhan seperti berikut ini. Nawiyanto, kata Jaksa Usup Ashari, didakwa telah membunuh Sukanti pada malam 13 Februari 1988. Pembunuhan itu dilakuan dengan cara mencekik leher Sukanti hingga tewas. Perbuatan ini, dalam pen~gakuannya kepada polisi, dilakukan di ten~ah sungai, ketika mereka berdua menyeberang.~ Kepada majelis hakim yang ~Sunaryo, terdakwa dengan lancar membenarkan dakwaan. Ia mengaku membunuh karena ingin memiliki uang. Pulang dari Jakarta ia tak membawa uang. Padahal, istrinya hamil tua dan hendak melahirkan. Ia lalu membunuh Sukanti - kawan seperjalanan dari Jakarta yang sempat disebadaninya. Uang Rp 70 ribu diambilnya. Di pengadilan, ia bahkan mengaku lebih rinci. Ia kenal Sukanti ketika sama-sama menunggu bis di halte Tomang, Jakarta. Keduanya lantas naik bis menuju Cililitan dan duduk berdampingan dalam perjalanan menuju kampungnya, Sidareja. Turun di Cileumeuh, keduanya meneruskan perjalanan dengan ojek sampai pinggir Sungai Cikawung. Seterusnya, seperti pengakuannya kepada polisi dan dakwaan jaksa, NawiyantO memperkosa, mencekik, dan mengambil uang korban. Nawi~anto sudah pasti hampir dihukum. Kini sebenarnya tinggal menunggu jaksa membacakan tuntutannya. Tetapi tiba-tiba Sukant~ yang sebenarnya muncul. Semua kaget. Keluarganya juga kaget. Semua ciri telah diperiksa dan memang benar yang hidup itu anak Nasum. Selama ini Sukanti berada di Jakarta, bekerja sebagai pembantu. "Saya tidak kenal dengan Nawiyanto," katanya kepada Slamet Subagyo dari TEMPO. Ia sekarang tinggal bersama orangtuanya di Desa Sidareja, Kabupaten Cilacap. Nawiyanto pun, setelah tahu Sukanti masih hidup, lantas berbalik. Menurut dia, dahulu ia mengaku karena terpaksa. "Kalau tidak mall mengakui, saya diancam akan dibunuh polisi," katanya kepada TEMPO di balik jeruji tahanan. Ancamannya, katanya, ia akan ditembak di hutan atau diserahkan kepada massa untuk dipukuli ramai-ramai sampai mati. . Ia, kepada TEMPO, mengatakan tidak pernah membunuh siapa pun. "Berurusan dengan polisi saja saya baru kali ini," katanya. Pengacara Hudoyo R.M. yang mendampinginya juga bersikeras agar terdakwa dibebaskan. "Kasus ini harus dinyatakan batal demi hukum." Sidang memang belum berakhir. Hakim hanya menundanya. Kalau benar terdakwa masih hidup, tentunya terdakwa, sebagai pembunuh Sukanti, bisa dibebaskan. Tapi kenyataannya belum demikian. "Pengadilan belum bisa mengambil sikap," kata Hakim Nachrowi. Lembaga itu masih menunggu terungkapnya data korban dan Suk~hti yang disebut-sebut polisi sebagai ko~ban pembunuhan. Yang menjadi per~anyaan kemudian, mayat siapa sebenarnya yang ditemukan di k~ali ~i~tu. Atau, masihkah Nawiyanto ~~akan didakwa membunuhnya juga?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini