Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Karena sang Mahdi mencari Ummi

Ibnu kaster azhar sagala, seorang guru tarekat di desa telukbakung, medan yang mengaku sebagai "mahdi" diadukan ke polisi karena menikahi muridnya secara batin. (krim)

28 Maret 1981 | 00.00 WIB

Karena sang Mahdi mencari Ummi
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
AJARANNYA bernama Tarekat Samaniyah Qudri Khalwatiyah. Kejaksaan di Medan kini melarangnya. Bahkan guru besarnya, Ibnu Kaster Azhar Sagala (47 tahun), ditangkap karena dituduh melanggar Undang-Undang Perkawinan: mengawini gadis di bawah umur. Tuduhan bisa makin gawat lagi. Apalagi menurut Agus Salim Nasution, Kepala Seksi PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan Masyarakat) Kejaksaan Tinggi Sum-Ut, "tarekat ajaran Ibnu Kaster itu menyesatkan umat Islam." Misalnya, kata Agus Salim minggu lalu, Ibnu Kaster mengaku "Mahdi." Mengaku menerima wahyu dari Tuhan, kepada 300-an pengikutnya Sang Mahdi meramalkan, dunia segera kiamat. Dan hanya Ibnu yang bisa menyelamatkan para pengikutnya dengan jalan memberinya "hikmah". Caranya mudah saja setiap hari mereka bergantian menciumi tengkuk, tangan, pusar serta telapak kaki Ibnu Kaster. Maka rumahnya di Desa Telukbakung, 60-an km dari Medan, setiap lepas Maghrib ramai dikunjungi orang-orang yang mempercayainya. Hal itu sudah berjalan aman selama 10 tahun. Sampai awal Februari lalu, Ramingan (48 tahun), petani dari Desa Tanjungselamat, mengadukan guru tarekat itu kepada polisi. Soalnya, anak gadis Ramingan yang menuntut ilmu kepada sang guru, kena noda. Sejak enam bulan lalu, Nuraini (14 tahun), indekos di rumah Ibnu Kaster melanjutkan sekolah SMP di kata itu. Dua teman sekelasnya, Fatmawati dan Armawati, juga mondok di situ. Siti Rabiyah (47 tahun), istri Ibnu, adalah guru bahasa Inggris mereka di sekolah. Di sekolah itu pula, SMP Negeri Tanjungpura, Ibnu Kaster sebagai wakil direktur. Dia memang orang disegani di kota kecil itu. Lelaki yang senang berpakaian necis ini, kuliah di Fakultas Ushuluddin, Universitas Alwasliyah, di Pangkalanbrandan (kota kecamatan tak jauh dari Tanjungpura), pernah pula menuntut ilmu Tarekat dari Kiai Mansyur di Lubukpakam (Deli Serdang). Atas saran pamannya, murid tarekat Ibnu Kastr, Nuraini juga belajar tarekat. "Harapan paman agar saya jadi perempuan terdidik," kata Nuraini berkisah kemudian. Maka setiap usai salat Maghrib, bersama murid-murid lainnya yang menyesaki rumah berukuran 5 x 12 meter itu, Nuraini berzikir 180 kali. Acara dilanjutkan menciumi bagian-bagian tubuh sang guru. Anehnya, seperti diakui Nuraini, "pusar guru itu berbau harum." Terkadang, acara diisi berbagai petuah. misalnya bila sang Mahdi baru kedatangan wahyu. Pagi hari, 12 Desmber tahun kemarin. Nuraini siap berangkat ke sekolah. Tiba-tiba sang guru memanggil lewat seorang pembantunya bernama Syafrul. Gadis itu pun menghadap -- seperti biasa harus pakai kain sarung dan tutup kepala. Di loteng rumah, tempat biasa zikir, Ibnu Kaster menunggu. Duduk bersimpuh di atas permadani kuning, berjubah warna merah hati, guru itu, seperti kata Nuraini kepada TEMPO, "nampak berwibawa sekali." Mereka hanya berdua di situ. Setelah duduk bersimpuh, sang guru menyuruhnya memejamkan mata. Ketika itulah ia mendengar suara mantera dibisikkan. Tiba-tiba saja Nuraini merasa ingin menikah dengan guru itu. Entah mengapa, tapi itulah cerita si Nur, dia menurut ketika tangan kanannya digenggam. Juga ketika disuruh ikut melafalkan apa yang dibacakan Guru Ibnu. "Selesai. Kita sudah melakukan nikah batin," kata Ibnu tiba-tiba sambil melepaskan tangan muridnya. "Sepuluh tahun belajar tarekat, baru kali ini aku temui murid suci seperti kau," kata Ibnu seperti diceritakan Nuraini. Nuraini tak mengerti dan bingung apa yang dimaksud nikah batin. Habis "upacara" dia bergegas ke sekolah. Terlambat -- padahal hari itu ujian. Payahnya lagi, katanya, wajah Ibnu Kaster terbayang-bayang terus. Sampai di sini belum apa-apa. Toh dirumah, walau sudah jadi "istri batin" sang guru, Nuraini tidur sendiri. Tapi seminggu kemudian, Ibnu cekcok dengan istrinya. Rabiyah mudik ke rumah orang tuanya di Lubukpakam. Pukul 24.00 Nur dipanggil guru ke loteng "Aku gila menikahi kau, tapi ini perintah Tuhan," kata Ibnu. Gadis berkulit kuning dan terkenal sebagai bunga SMP Tanjungpura itu masih bingung. Tapi semuanya terjadi malam itu. Seminggu kemudian, lewat orang kepercayaannya, Ibnu mengirim surat kepada ayah Nuraini di desa. Isinya melamar Nuraini. Ramingan terkejut. Tapi lebih banyak curiga. Sebab dalam surat dikatakan pernikahan wajib dilaksanakan karena wahyu. Ayah itu lalu ke kantor polisi. Sepasukan polisi dibantu anggota Koramil hendak menangkapnya. Ibnu Kaster membangkang. Wahyu, katanya, melarang dia turun dari loteng selama enam bulan. Tapi petugas mana mau tahu? Dengan paksa mereka menyeretnya turun. Di rumah penjara Tanjungpura, Ibnu berkata kepada TEMPO: "Saya tak mau buka mulut. Apa pun saya bilang, masyarakat sudah menghukum saya. Tunggu sajalah pengadilan." Nyonya Siti Rabiyah menyesal. Gara-gara ia minggat dari rumah, katanya. musibah terjadi. Nyonya itu menyalahkan para murid suaminya, yang katanya menghasut, sehingga rumah tangganya berantakan. "Murid-murid bapak benci pada saya," katanya. Mengapa? Boleh jadi, karena dia suka pakai celana ketat dan merokok, tak cocok menjadi "Ummi" (panggilan untuk nyonya pemimpin tarekat itu). Murid-murid itu, katanya lagi, berhasil mempengaruhi guru untuk mencari ummi baru. "Saya kena kup dan terpaksa minggat dari sini," kata sang nyonya. Setelah suaminya masuk bui dan perguruan tarekatnya dilarang, semua murid menghilang. "Mereka takut ditangkap," kata Siti Rabiyah, nyonya beranak lima itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus