TARIF iklannya sudah dinaikkan dari Rp 300 menjadi Rp 500 per mm kolom. Penerbit harian Waspada mengira pendapatannya dari iklan akan naik pula. Ia keliru. Malah volume (ruang) iklan koran Medan itu berkurang sekitar 20%. Hingga Haji Prabudi Said, redaktur pelaksananya, mengatakan pekan lalu bahwa keputusan Dewan Pers (April 1980) yang membatasi koran terbit 12 halaman -- dengan iklan 30% dan berita 70% -- belum banyak menolong. Juga koran Banjarmasin Post masih sulit mendapatkan iklan. Padahal ia sudah melakukan dari berdamai buat memancing iklan. Koran kuat ternyata tetap disukai biro iklan. Tapi kenyataan tersebut tetap mengundang tanda tanya apakah gagasan "pemerataan" yang dianut Dewan Pers bisa diperbaiki lagi. Berbagai pendapat kemudian menyarankan agar Dewan Pers menaikkan batas volume iklan menjadi 40%. dari seluruh halaman -- mengingat iklan di TVRI juga mulai April dihapuskan. Setelah melewati perdebatan sengit. sidang Dewan Pers (17-19 Maret) di Medan akhirnya menetapkan batas volume iklan 35% dan berita 65%. Perbandingan itu berlaku untuk koran yang tetap dibatasi 12 halaman, maupun buat majalah. "Keputusan itu cukup kompromistis," kata Sunardi D.M., Ketua SPS Pusat yang juga anggota Dewan Pers. "Kami tidak ingin mengekang pertumbuhan pers besar." Pesimistis Jumlah halaman mingguan dan majalah kini juga dibatasi. Koran mingguan berbentuk tabloid dibatasi 24 halaman, majalah mingguan 112 halaman, majalah tengah bulanan 132 halaman dan majalah bulanan 224 halaman. Bukan itu saja pertolongan Dewan Pers kepada pers lemah yang banyak terbit di daerah. Bernaung di bawah Dewan Pers, Badan Usaha Penyaluran dan Pengembangan Periklanan (BUPPP) akan membantu pers lemah mendapatkan iklan dari pemerintah. Badan inilah yang mengatur penyaluran iklan apabila suatu badan usaha negara dan instansi pemerintah akan memasang iklan. Dalam Konperensi Kerja Nasional PWI di Banjarmasin (9 Februari) Presiden Soeharto sudah menekankan pula agar badan usaha dan instansi pemerintah turut memasang iklan di pers lemah. Dewan Pers juga menyerukan kepada pemasang iklan (swasta) dan biro iklan agar lebih berorientasi kepada aspek pemerataa dan pengembangan pers secara nasional. "Kami tentu tidak bisa memaksa," uiar Sunardi. "Tapi bantulah pers lemah sedikit." Akan tertolongkah pers lemah? L.E. Manuhua, Pemimpin Redaksi Pedoman Rakyat (Ujungpandang) menjawab ia tetap merasa pesimistis. Ia yakin iklan tetap seret mengalir ke pers lemah. Yang terpenting, menurut Manuhua, ialah pers lemah memperbaiki cara pemberitaan, dan manajemennya. Membantu pertumbuhan pers lemah, Dewan Pers juga meminta kepada pemerintah agar membatasi peredaran koran dan majalah asing di Indonesia. Menurut Harmoko, Ketua PWI Pusat dan Bendahara Dewan Pers, peredaran penerbitan asing cenderung meningkat dan kini mulai tampak membahayakan pertumbuhan pers nasional. Koran The Straits Times (Singapura), misalnya, dalam waktu pendek sudah mencapai peredaran lebih 4.000. Koran The Indonesia Times sudah merasakan tekanannya. Kalau penerbitan asing makin besar peredarannya, demikian Harmoko, potensi periklanan di Indonesia tentu akan banyak tersedot. Pemerintah dianggapnya perlu menetapkan suatu kuota terhadap peredaran media asing di Indonesia. Dan Sukarno SH, Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika, konon segera membicarakannya dengan instansi Kejaksaan Agung. Dewan Pers juga menyarankan agar pemerintah menertibkan penerbitan dengan Surat Tanda Terdaftar. Kalangan pers belakangan ini merasakan sejumlah penerbitan pemegang STT, yang bersifat terbatas dan tak boleh dijual, sudah mengarah ke bentuk penerbitan komersial. Untuk sementara waktu, izin peningkatan periode terbit tidak akan diberikan Dewan Pers. Ini rupanya juga demi pemerataan. Tapi dalam pada itu majalah wanita Femina, yang semula dua mingguan, sudah mulai terbit jadi minggan pekan ini, dengan izin yang sudah didapat sebelum keputusan di Medan. Majalah saingannya, Kartini, dikabarkan berharap segera menyusul. Tapi "izinnya belum keluar," kata Drs. Lukman Umar, Pemimpin Umum Kartini. Deppen, katanya lagi, belum menjawab permohonannya agar majalahnya jadi mingguan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini