KASUS saham ganda Manulife akhirnya kempis. Selasa dua pekan lalu, Kejaksaan Tinggi Jakarta menghentikan penuntutan kasus itu. Sebab, menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Barman, kedua paket saham yang diperkarakan itu sama-sama asli. Karenanya, lima tersangka kasus tersebut, dua di antaranya warga negara Kanada, dianggap "bebas".
Tentu saja sikap "buang badan" kejaksaan berkesan janggal. Bagaimana mungkin dua paket saham yang sama-sama terdiri dari 1.800 lembar saham, bernomor urut sama, dan merupakan saham dari perusahaan yang sama serta sudah go public, yakni PT Dharmala Sakti Sejahtera, bisa dinyatakan sama-sama asli? Padahal pemilik kedua paket saham itu berbeda. Ini jelas bisa mengacaukan bursa saham.
Dulunya, paket saham pertama dibeli seharga Rp 170 miliar oleh Manulife Finance, perusahaan asuransi dan jasa keuangan di Kanada, lewat lelang resmi di Pengadilan Niaga Jakarta pada 26 Oktober 2000. Lelang dilakukan setelah Dharmala divonis pailit (bangkrut) pada 6 Juni 2000. Saham-saham itu merupakan 40 persen saham Dharmala di PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia (AJMI). Sebanyak 51 persen saham di PT AJMI sudah dimiliki oleh Manulife Finance. Sementara itu, sisa saham sebesar 9 persen di PT AJMI dimiliki oleh International Finance Corporation, perusahaan afiliasi Bank Dunia di Indonesia.
Sementara itu, paket saham kedua diklaim telah dibeli oleh Roman Gold Assets Limited, perusahaan investasi yang disebut-sebut berkantor di British Virginia Island di Kepulauan Karibia. Roman mengaku membeli saham itu seharga Rp 354,4 miliar dari Highmead Limited Western Samoa di Singapura, pada 19 Oktober 2000. Highmead memperoleh saham itu lewat perjanjian gadai dengan Harvest Hero International Limited di Hong Kong. Sebelumnya, Harvest dikatakan memperoleh saham itu dari Suyanto Gondokusumo, pemilik sekaligus Presiden Direktur Dharmala, berdasarkan surat kuasa menjual tertanggal 1 Februari 1996.
Cerita tentang paket saham kedua berasal dari Syamsul Arif, yang mengaku sebagai kuasa hukum Roman. Berdasarkan itu, Syamsul melaporkan pembelian paket saham pertama ke Markas Besar Kepolisian Indonesia. Akibatnya, lima orang dijadikan tersangka kasus pemalsuan saham Dharmala. Mereka adalah Wakil Presiden Direktur PT AJMI Adhi Poernomo, kurator kepailitan Dharmala Ari Ahmad Effendi, dan juru lelang Kusmartono. Dua tersangka lagi adalah warga Kanada, yakni Michell David New dari Manulife Finance dan Victor Apps (General Manager Manulife Finance di Hong Kong).
Kontan, aksi polisi itu mengundang protes dari pemerintah Kanada ke presiden saat itu, Abdurrahman Wahid. Belakangan, pengusutan dua warga Kanada itu dihentikan dan tiga tersangka lainnya juga dilepaskan. Namun, polisi tetap melimpahkan kasus itu ke kejaksaan.
Bersamaan dengan itu, Manulife Finance terus mengusut kasus paket saham kedua. Manulife juga menggugat Roman, Highmead, dan Harvest di Hong Kong. Di Singapura, Manulife meminta polisi supaya mengusut kasus itu.
Ternyata, di pengadilan Hong Kong, seorang notaris Singapura, Wilson Yip, mengaku berhubungan dengan seorang pengacara di Indonesia, Lucas, yang ternyata bekas kurator kepailitan Dharmala. Menurut Yip, Lucas memintanya merekayasa waktu transaksi pada pembelian saham oleh Roman dan surat kuasa menjual saham dari Suyanto?bos Dharmala ini dikabarkan buron ke Singapura.
Selain itu, Roman, Highmead, dan Harvest diduga cuma perusahaan fiktif alias paper company. Sayang, kisah Yip dan tiga perusahaan fiktif ini tak kunjung bisa dikonfirmasi kepada Lucas. Pengacara ini tak pernah bisa dihubungi di kantornya.
Dengan menilik kisah di atas, mustahil kedua paket saham itu asli dan identik. Pasti ada yang palsu. Menurut pengacara Manulife, Hotma Sitompoel, mestinya pihak yang menuduh adanya saham ganda diusut lebih dulu. "Saham ganda itu bohong. Begitu dikeluarkan akan ketahuan mana saham yang asli dan palsu," kata Hotma.
Jadi, tak ada tersangka baru untuk kasus saham ganda Dharmala? Kalau kedua paket saham itu dianggap asli, pihak mana yang dianggap sah sebagai pemilik 40 persen saham Dharmala di PT AJMI dan berhak memperoleh dividen? Pihak mana pula yang harus memenuhi kewajiban sebagai debitor kepada kreditor Dharmala yang pailit? Itulah fenomena hukum di Indonesia.
Ahmad Taufik, Andari Karina Anom, dan Hadriani Pudjiarti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini