Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kasus Korupsi Tata Kelola Sawit, Penyidik Kejaksaan Agung Masih Kumpulkan Bukti

Penyidik Kejaksaan Agung masih mengumpulkan bukti-bukti korupsi tata kelola sawit guna menemukan tersangkanya.

12 Januari 2025 | 21.51 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Petugas Jampidsus memindahkan box bertuliskan Biro Hukum 1 saat penggeledehan Kantor KLHK oleh Jampidsus Kejagung, Kantor KLHK, Bendungan Hilir, Jakarta, Kamis, 3 Oktober 2024. Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) digeledah Penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung). TEMPO/Ilham Balindra

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Kejaksaan Agung masih terus mengumpulkan bukti-bukti kasus korupsi tata kelola sawit periode 2005-2024 yang melibatkan pejabat Kementerian Kehutanan atau dulu merupakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar mengatakan pengumpulan bukti itu terus dilakukan guna menemukan tersangka dari kasus tersebut. “Kita tunggu saja perkembangannya dan nanti akan disampaikan ke publik,” kata Harli melalui pesan singkat pada Ahad, 12 Januari 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pada saat ini korupsi tata kelola sawit masih berstatus penyidikan umum. Sehingga, dia masih belum bisa mengungkapkan secara jelas modus dari korupsi tersebut. “Jika nanti beralih ke penyidikan khusus, nanti akan disampaikan seperti apa posisi kasus dan modusnya,” ucap Harli.

Sebelumnya, Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membenarkan bahwa dugaan korupsi tata kelola sawit melibatkan tersangka yang tercatat sebagai pejabat eselon I dan eselon II di Kementerian Kehutanan. "Yang pasti ada," kata Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Rabu, 8 Januari 2025. Namun, dia masih enggan membeberkan identitas tersangka.

Penyidik Kejaksaan Agung juga telah menggeledah sejumlah ruangan di KLHK pada 3 Januari 2025. Beberapa ruangan yang digeledah adalah ruangan Sekretariat Jenderal Kementerian Kehutanan; Sekretariat Satuan Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengendalian Kementerian Kehutanan,; serta direktorat yang membidangi pembayaran penerimaan negara bukan pajak berupa provisi sumber daya hutan dan dana reboisasi.

Menurut Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo, ada banyak aspek dalam tata kelola sawit yang bisa menjadi celah korupsi. Apalagi mekanisme pengurusan izin perkebunan sawit mencakup banyak hal. Mulai dari izin lokasi yang membutuhkan persetujuan bupati/wali kota, izin lingkungan dari pemerintah sesuai dengan lingkup izinnya, izin usaha perkebunan, hingga surat keterangan pelepasan lahan dari KLHK bila lahan yang digarap masuk kawasan hutan.

Pada 2023, kata Achmad, pemerintah melalui tim satgas sawit yang dulu dipimpin Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bersepakat memutihkan 3,37 juta hektare kebun sawit yang berada di kawasan hutan. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, 2.130 korporasi kebun sawit melakukan kegiatan ilegal di atas luasan hutan tersebut. "Namun proses pemutihan ini tidak transparan, sehingga terkesan ada permainan,” kata Achmad, Sabtu, 11 Januari 2025.

Selain itu, kata Achmad, celah korupsi muncul kala Kementerian Kehutanan memiliki kewenangan secara mandiri untuk menghitung denda administratif bagi perusahaan-perusahaan yang melanggar. Saat itu, kementerian membentuk Tim Satuan Pelaksana Pengawasan dan Pengendalian Implementasi UU Cipta Kerja yang dipimpin oleh Bambang Hendroyono. Menurut Achmad, keputusan pemerintah mengampuni perusahaan-perusahaan nakal yang menanam sawit di kawasan hutan merupakan langkah keliru.

Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Pilihan Editor: 3 Anggota TNI AL Terlibat Penembakan Bos Rental Mobil, Bagaimana Proses Hukumnya?

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus