EDI Winarno, 18, sempat kehilangan muka. Ia digelandang polisi sewaktu naik andong bersama pacarnya, Nanik, dan dibawa pergi dengan sepeda motor. Ia kemudian ditahan selama empat hari di Polsek Genteng dan Polsek Celuring di Banyuwangi. Ketika Edi pulang ke rumahnya di Desa Gentong Kulon, ayahnya, Salim, terkejut. Edi kelihatan lemas dan sekujur tubuhnya penuh bekas pukulan. Salim lalu mengadu ke Subdetasemen Polisi Militer 83/I di Jember. "Kasus ini akan diselesaikan secara hukum," kata sumber di situ, pekan lalu, kepada TEMPO. Edi bukan penjahat. Ia ditangkap polisi karena, seperti dikatakan Sersan Dua Mobin dari Polsek Celuring, "Dia menggunakan frekuensi polisi dengan pesawat HT-nya dan menggunakan call sign orang lain." Edi mengaku mempunyai pesawat komunikasi HT yang belum dimintakan izin, dan pada 2 Januari lalu itu ia memakai frekuensi 777, milik polisi. Hari itu, kata Edi, ia mendapat musibah. Temannya, yang tadi mengajak naik sepeda motor, memnggalkannya di sebuah tempat, setelah uang milik Edi diminta. Padahal, ketika itu orangtuanya sedang bepergian untuk beberapa hari. Merasa dalam keadaan darurat, Edi mengontak polisi. Adalah Mobin, yang menerima panggilan Edi lewat HT. Edi terus terang mengaku butuh uang. Dan Mobin menyuruhnya datang. Sewaktu Edi datang, Mobin memberikan Rp 500. Dan ketika ditanya, Edi mengatakan bahwa call sign-nya adalah YD 3 HTA. Juga dikatakan bahwa sepeda motor temannya, yang meninggalkannya seorang diri, tak dilengkapi surat-surat. Begitu Edi pergi, Mobin curiga. Apalagi waktu dicek, ternyata panggilan YD 3 HTA bukan atas nama Edi, melainkan seseorang di Surabaya. Juga, sewaktu dilakukan pengecekan, sepeda motor yang disebutkan Edi ternyata surat-suratnya lengkap. Mobin, jadinya, merasa ditipu dan dipermainkan. Maka, ia mengontak rekannya di Genteng untuk mencari Edi - yang kemudian berakhir dengan penggelandangan pemuda itu dari samping pacarnya. "Dia telah merepotkan polisi, hingga kami semua sibuk tanya sana sini," kata Mobin lagi. Orangtua Edi bertekad agar kasus penganiayaan dan penahanan itu bisa diteruskan sampai ke pengadilan. Tapi polisi tak mau kalah. Sabtu pekan lalu, Edi disuruh menghadap Polsek Genteng. Dalam surat panggilan, jelas disebut bahwa Edi disangka melanggar pasal 208 KUHP, yaitu "melakukan kejahatan terhadap kekuasaan pemerintah" - mungkin karena penggunaan frekuensi 777 itu. Bukan main.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini