Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Khotbah untuk membunuh ?

Ambrosius manalu, seorang pendeta di desa tebing-tinggi, kab. kampar, riau, diusut polisi karena dicurigai memperkosa & membunuh seorang gadis tetangganya bernama saida. tapi manalu membantah.

18 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDETA memperkosa dan membunuh? Tuduhan yang hampir tak masuk akal itu kini menimpa seorang pendeta di Desa Tebingtinggi, Kabupaten Kampar, Riau, bernama Ambrosius Manalu. Pendeta itu kini ditahan karena disangka telah memperkosa dan membunuh seorang gadis tetangganya, Saida, 17 tahun. Polisi yang mengusut perkara langka itu, Senin dua pekan lalu, menyerahkan berkas perkara kepada kejaksaan untuk diteruskan ke pengadilan. Pada 12 Desember, pagi-pagi sekali. Saida yang masih pelajar kelas III SMP, pergi ke desa tetangganya, Desa Simpang Dua -- sekitar 10 km dari rumahnya tempat ia kos dan sekolah. Di Senin pagi itu, ia rencananya akan ikut ujian sekolahnya. Setelah pamit kepada ayah-ibunya, Posman Marbun dan istrinya, gadis itu mengayuh sepeda, meninggalkan rumahnya. Ternyata, Saida pergi untuk selama-lamanya. Empat hari kemudian, seorang temannya, Sudiarti, mengabari Posman bahwa anaknya sudah empat hari tak muncul di tempat ujian. Orangtua Saida tentu saja kaget. Mereka mencari anak gadisnya itu ke semua rumah sanak famili dan bahkan meminta bantuan dukun. Toh gadis itu hilang tanpa jejak. Seminggu kemudian, tak sengaja Posman mencium bau busuk di semak-semak sebuah tikungan, sekitar dua kilometer dari rumahnya. Lelaki itu terkesiap. "Jangan-jangan bau mayat anak saya," pikirnya. Jantungnya semakin berdebar melihat sepeda anaknya tergeletak di sekitar semak itu. Benar saja, lima meter dari sepeda itu, ia menemukan mayat anaknya yang telah membusuk dan penuh luka. Rok gadis ini tersingkap dan celana dalamnya melorot. Rambutnya terikat pada sebuah akar kayu. Kakinya juga terikat. Sampai mayat itu dikuburkan setelah disembahyangkan -- dengan khotbah dari Pendeta Ambrosius, 64 tahun -- belum jelas siapa pembunuh gadis malang itu. Pendeta Ambrosius, yang masih ada hubungan famili dengan korban dan sama-sama transmigran dari Tebingtinggi, Sumatera Utara, terlihat paling sibuk. Ia juga rajin menenteramkan Posman. "Perbanyaklah berdoa kepada Tuhan, agar diberi kesabaran," kata Ambrosius. Tapi ada nasihat Ambrosius yang mencurigakan. Pendeta yang petani buah dan sayur itu menyarankan agar kematian Saida tak dilaporkan ke polisi. "Tak ada gunanya berurusan dengan polisi. Cuma menghabiskan uang saja," kata Ambrosius. Tingkah pendeta itu semakin mencurigakan ketika ada yang melihatnya menangis sendirian begitu pulang dari rumah Posman. Atas dasar itu, Posman melapor ke polisi. Ambrosius pun ditangkap polisi. Kepada petugas pemeriksa, ia, konon, mengakui perbuatannya itu. Ia, katanya, tega melakukan kejahatan itu karena tergiur melihat paha Saida ketika tak sengaja suatu hari melihat rok gadis itu tersingkap. Nah, pagi itu ia melihat Saida berangkat dari rumahnya dengan sepeda. Ambrosius dengan sepedanya mengikuti gadis itu. Ia berhasil menyusul Saida. Mereka pun ngobrol. Ketika itulah, katanya, ia menyeret gadis itu ke semak-semak dan memperkosanya. Tapi Saida, katanya, menjerit minta tolong dan menangis meraung-raung. Takut terdengar orang lain, Ambrosius berkali-kali menghajar gadis itu dengan sebatang kayu. Setelah Saida tak berkutik, rambutnya diikatkan pada seutas akar, sedang kakinya diikat dengan pakaian. Selagi tak berdaya itulah Saida diperkosa. Setelah itu, Ambrosius mengaku meninggalkan gadis itu begitu saja. Tapi Ambrosius, yang kini mendekam di rumah tahanan Bangkinang, Riau, kepada TEMPO membantah semua cerita itu. "Saya malah yang paling sedih atas kematian Saida," katanya. Ia mengaku bertemu dan berbincang-bincang dengan Saida sebelum gadis itu berangkat ujian di pagi itu. Tapi setelah itu, katanya, ia tidak tahu apa yang terjadi. Tentang pengakuannya kepada polisi, kata Ambrosius, itu diucapkannya karena disiksa. "Masa, saya pemimpin gereja tega membunuh seseorang, dan memperkosanya pula," kata Ambrosius. Hanya saja, kini banyak warga desa yang bersyukur karena pendeta itu ditangkap. Rupanya, selama ini Ambrosius tak disukai. Sebab, banyak omongannya sehari-hari yang menyimpang dari isi khotbahnya. Ia, misalnya, pernah mengaku membunuh seseorang di Sibolga. "Kata Ambrosius, kalau makan daging manusia itu bisa awet muda," cerita seorang warga di situ.WY dan Affan Bey Hutasuhut (Biro Medan)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum