Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BINATANG langka ternyata sudah menjadi urusan mafia Amerika. Bekas tokoh mafia Charles Cantino, 56, dan empat kerabat dekatnya serta Bobby Lhaksana, WNI, pada 5 Desember lalu diadili di Philadelphia, AS, dengan tuduhan menyelundupkan komodo dan berbagai jenis burung. Satwa langka yang dilindungi itu diselundupkan dari Indonesia dan Australia 1978-1980 lalu. Hanya Bobby sendiri, 51, rupanya yang diadili secara in absentia. Penyayang binatang dan direktur PT Lhaksana itu kini ternyata berada di Surabaya, kota yang sudah lama jadi tempat tinggalnya. Anak Letkol KNIL Rudolf Lim itu mengaku lolos dari jaring hukum di AS, karena ia berhasil melarikan diri sewaktu kepergok menyelundupkan hampir 600 ekor burung di Seattle, Agustus 1979. "Baru pertama kali itu saya kepergok, dan semua satwa terpaksa dibakar. Tapi sudah puluhan kali saya selalu bisa lolos," katanya kepada TEMPO pekan lalu, dengan nada bangga. Jenis burung langka yang diselundupkan, menurut tuduhan di pengadilan Philadelphia itu, adalah parkit emas, bayan, kakaktua triton, kakaktua berjambul kuning, serta beberapa jenis nuri. Bobby, bekerja sama dengan Cantino, juga dituduh menyelundupkan 100 ekor komodo, juga lewat Seattle. Penyelundupan ini dilakukan Maret 1980, atau tujuh bulan setelah Bobby kepergok membawa burung selundupan. Menurut hukum di AS, perbuatan yang dilakukan Cantino dan Bobby bisa dikenai hukuman maksimal 5 tahun penjara, dan denda Rp 10 juta lebih. Tapi di Surabaya, Bobby merasa tenang-tenang saja. Polisi sini memang tak mempunyai alasan kuat - pling tidak sampai saat ini - untuk memperkarakan Bobby. "Kami tidak tahu-menahu. Interpol di AS belum pernah mengontak kami," ujar sebuah sumber di Mabes Polri. Charles Cantino memang seorang tokoh mafia pada awal 1970-an di Boston. Ia, kata Bobby, ketika itu bergelar Big Vimmy. Nama sebenarnya tokoh asal Sicilia itu adalah Don Vincentius Theresia Cantino. Ia rupanya bentrok dengan tokoh lain dalam tubuh mafia - yang biasa menguasal perdagangan gelap narkotlk, minuman keras, dan mengusahakan rumah judi serta tempat pelacuran. Karena pembelotannya, beberapa pentolan mafia sempat dijaring polisi. Lalu, Cantino menulis sebuah buku berjudul My Life in the Mafia, Kehidupanku dalam Mafia. Tapi, setelah keluar dari mafia, Cantino rupanya membentuk kelompok sendiri bersama kerabat dekatnya yaitu David, Wayne, serta Steve dan bergerak, antara lain, dalam bidang penyelundupan satwa langka. Jaringannya sampai ke beberapa negara Amerika Latln Australia, dan juga Indonesia. Bobby mengaku kenal Cantino, 1975, sewaktu berada di Holding State, Sydney, Australia. Mereka menjadi kawan baik. Sekembali dari Australia, kata Bobby, Cantino mengirim surat dari AS untuk bekerja sama dalam bisnis burung. Bahkan pada 1977, ketika Cantino hendak ke Benua Kanguru lagi, ia menyempatkan diri mampir ke Surabaya menemui Bobby. Hubungan pun kian erat. Sampai-sampai, Cantino pernah meminta tolong agar Bobby membunuh Carel, seorang anggota kelompok Cantino yang membelot. Kebetulan, pada 1978 itu, orang tadi sedang berada di Indonesia. "Tapi, permintaan itu saya tolak. Saya katakan, kalau masih ingin berkawan baik, ia jangan dihabisi di Indonesia, sebab nama saya bisa terbawa-bawa," kata Bobby. Carel memang tak jadi dihabisi di sini. Beberapa waktu kemudian Bobby diajak Cantino "berburu" burung di Bolivia, Meksiko, Peru, Brazil, dan Argentina. Bobby pun kemudian beberapa kali membawa burung ke AS. Harga di sana, kata Bobby, memang sangat menggiurkan. Seekor kakaktua yang di Sydney cuma US$ 500, di AS bisa laku US$ 5 ribu. Ular piton, yang di sini seharga Rp 10 ribu, di sana US$ 200 (Rp 200.000 lebih). "Siapa yang nggak terangsang?" katanya. Lewat beberapa kali pengiriman ke AS, Bobby mengaku sudah mengantungi puluhan ribu dolar. Dlakui pula, penglriman itu ada yang dilakukan lewat prosedur resmi, lewat perusahaan istrinya, PT Bali Fauna, ada juga yang dikirim secara sembunyi-sembunyi. "Tapi saya melakukan penyelundupan di luar negeri, tak pernah lewat negara sendiri," kata Bobby. Sejak kecil, Bobby, yang berkulit putih dan bertubuh sedang itu, memang sudah menggemari binatang. Sewaktu di SD ia sering mengantungi ular kobra ke sekolah hingga, "Saya mendapat julukan si Anak Aneh," kata jebolan FH Unair itu sambil tertawa. Oleh Kebun B,atang Surabaya, ia dikenal sebagai orang yang sering menyumbangkan binatang. Sebuah sumber menyatakan, beberapa waktu lalu Bobby membantu ekspedisi kebun binatang mencari binatang langka di Sumatera, Kalimantan, dan Maluku.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo