Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
BERITA tentang lenyapnya 30 lembar SBKRI (Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia) dari Pengadilan Negeri Surabaya masih simpang siur. Bahkan ancaman untuk membunuh keluarga Ongko Widjojo - yang mengurusnya - dan tuntutan uang tebusan Rp 50.000 per lembar tidak ada kelanjutannya. SBKRI itu, menurut stempel pos, dikirim Departemen Kehakiman Jakarta, 7 September lalu. Sabtu esoknya, pukul 13.30, ketika kantor pengadilan mulai sepi, kiriman pos kilat khusus itu dikirim ke alamat tujuan. Sebelum surat bukti kewarganegaraan itu dibagikan kepada pemohon, tersiar berita: hilang. Bahkan, hampir dua bulan kemudian, sepucuk surat warkat pos kilat berisi ancaman jatuh di rumah Ongko Widjojo. Ongko, yang dikenal memasang tarif paling murah (Rp 400.000 per lembar) dibandingkan dengan sesama makelar (antara Rp 800.000 dan Rp 1 juta), harus menebusnya Rp 1,5 juta. Tempat penyerahan ditentukan di suatu tempat di Jalan Veteran, Surabaya, 8 September. Pengirim surat kaleng juga mengaku menemukan SBKRI itu berserakan di halaman kantor pengadilan. Anehnya, Soejoedi akhir bulan lalu mengirim surat panggilan untuk Ongko. Isinya, kata Ongko, sehubungan dengan SBKRI yang diurusnya ternyata tidak sampai ke . . . Pengadilan Negeri Surabaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo