Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sejarah Polri, terdapat satu Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) yang terkenal hingga hari ini yakni Kapolri Kelima, Hoegeng Iman Santoso. Namun, ia tak lama mengemban jabatan itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Begitulah hari ini 1 Juli adalah ulang tahun korps Bhayangkara. Pada tanggal tersebut, diperingati momen berdirinya Kepolisian Republik Indonesia Indonesia (Polri). Sedangkan pada tahun ini, Hari Bhayangkara memasuki kalender ke-77.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada peringatan tahun ini, Hari Bhayangkara mengusung tema “Polri Presisi untuk Negeri” Pemilu Damai Menuju Indonesia Emas. Tema ini menggambarkan komitmen Polri dalam beradaptasi dengan perkembangan yang semakin pesat serta mengajak masyarakat untuk menjadi cerdas dalam menghadapi tantangan.
Diberhentikan oleh Soeharto
Pada 5 Mei 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Kepolisian Negara menggantikan Soetjipto Joedodihardjo. Namun, tiga tahun kemudian ia mengakhiri masa jabatannya.
Pada 2 Oktober 1971, Presiden Soeharto memberhentikan Hoegeng lebih cepat daripada masa periode jabatan seharusnya.
Dilansir dari Majalah Tempo Edisi Sabtu, 14 Agustus 2021, Hoegeng dipaksa pensiun oleh Soeharto karena membongkar penyelundupan mobil oleh pengusaha Robby Tjahjadi.
Meski sebelum menjadi Kapolri Hoegeng sempat mengemban jabatan tinggi dan elite, keuangannya pas-pasan. Ketika dipaksa pensiun ini, Hoegeng harus mengembalikan semua inventaris kepolisian seperti mobil dan rumah.
Dengan keuangan pas-pasan, Hoegeng tak mampu membeli rumah ataupun sepetak tanah setelah ia dipaksa pensiun. Mohamad Hasan, Kapolri pengganti Hoegeng, kemudian berinisiatif untuk memberikan pinjaman rumah di Jalan Muhammad Yamin untuk keluarga Hoegeng. Sejumlah Kepala Kepolisian Daerah pun juga patungan untuk membelikan Hoegeng sebuah mobil.
Menjadi pelukis, pengisi radio, dan vokalis
Kebutuhan ekonomi Hoegeng setelah pensiun akhirnya ia penuhi dengan melukis, mengisi siaran dialog di Elshinta, dan vokalis sekaligus pemain ukulele di grup Hawaiian Seniors. Siaran dialog itu bernama Little Thing Mean a Lot, yang digagas Hoegeng sendiri. Siaran itu berisi obrolan santai dengan semua kalangan mengenai kehidupan sehari-hari.
Siaran tersebut mendapatkan banyak pendengar. Grup musiknya pun semakin terkenal setelah menjadi acara musik rutin di TVRI. Namun, Hoegeng lagi-lagi harus merasakan susah ketika ia masuk daftar 50 orang yang menandatangani Petisi 50 pada 5 Mei 1980.
Petisi itu berisi ungkapan keprihatinan sejumlah tokoh terhadap penggunaan Pancasila oleh Soeharto untuk menyerang lawan politiknya. Siaran dialog milik Hoegeng akhirnya diberhentikan tanpa alasan jelas. Nasib sama juga menimpa acara musiknya di TVRI.
Akhirnya, Hoegeng harus memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan menjual lukisan. Dalam sebulan, ia dapat melukis hingga empat lukisan dan mampu membiayai sekolah anaknya dari sana.
MUHAMMAD RAFI | AGUNG SEDAYU
Pilihan editor : Hoegeng Awards Digelar Kembali, Ini Latar Belakang Ajang Pencarian Polisi Baik