MASIH ada saja cerita tentang pencari kerja yang tertipu
mentah-mentah oleh yang namanya calo. Kepolisian Malang, Jawa
Timur telah menahan seorang bernama Yohn GWP, setelah disergap
oleh para korbannya sendiri.
Ceritanya seperti dituturkan salah seorang korban bernama
Suharto, begini.
Dari kabar 'angin' didengar ada perusahaan yang membutuhkan
tenaga kerja secara massal. Suharto membawa 17 orang teman
sedesa Kepanjen, Malang, menuju Jakarta. Di sini alamatnya jelas
dan sudah dikenal kalangan pencari kerja: PT Multi Jasa
Nusantara, Jalan Bulutangkis 299, Senayan yang giat mencari
tenaga kerja untuk dikirim ke Timur Tengah.
Dengan mengepit map, berisi segala macam surat yang biasa
disyaratkan bagi pencari kerja, Suharto dkk ikut antri untuk
memperoleh sekedar formulir pendaftaran saja. "Ketika saya
datang antriannya sudah panjang sekali," tutur Harto.
Pada saat itulah muncul Yohn GWP. Lagaknya seperti 'orang dalam'
yang menentukan nasib para pelamar. Sertamerta sebagian orang
meninggalkan antriannya dan mengerubuti Yohn. Di situ juga Yohn,
36 tahun, dengan leluasa membagikan formulir sambil mengutip
'uang administrasi' Rp 2500 per lembar.
Daripada capai-capai antri -- belum tentu juga kebagian --
pencari kerja yang datang dari luar kota lebih senang
berhubungan dengan Yohn, dengan membayar uang admlnistrasi untuk
formulir gratis itu.
Begitu pula anak-anak muda dari Malang. Apalagi kemudian Yohn
meniupkan angin surga: "Teman-teman dari Malang ke sini. Akan
saya prioritaskan." Dia memang mengaku orang Malang juga.
Tawaran menarik ini membuat Harto dan ke 17 kawannya menarik
diri dari antrian. Tidak usah bayar penuh: dari uang yang
dikumpulkan, Rp 30 ribu, Harto cs mendapat masing-masing
selembar formulir.
Kecap
Ditambah lagi janji manis mereka pasti dikirim ke Timur Tengah.
Sebab katanya, Yohn sendiri yang bertugas menginterpiu para
pelamar. Tes yang lain juga dapat diatur. Gaji di sana berapa?
Bukan main sejam lebih dari Rp 3.500 -- belum termasuk uang
lembur satu setengah kali gaji biasa! Untuk lebih meyakinkan
posisinya kepada para pelamar, Yohn menunjuk sebuah mobil mercy
hitam, yang diparkir di halaman kantor. "Itu mobil saya,"
katanya kepada para pelamar. "Tapi saya berikan teman karena
.... rumah saya di gang -- tak dapat masuk mobil."
Yakin akan kecap yang dibawakan Yohn, tanpa ragu-ragu lagi,
minggu berikutnya Harto menggiring 40 orang Desa Kepanjen ke
Jakarta. Tapi Yohn jual mahal "Formulir habis!" katanya. Tapi,
begitu dia berjanji, minggu depan pasti sudah dapat diambil
lagi.
Seminggu kemudian, 17 Desember, Harto jauh-jauh dari Malang ke
Senayan, Jakarta, sambil membawa pelamar baru 37 orang. Semuanya
memperoleh formulir termasuk untuk 40 orang yang dibawa Harto
minggu sebelumnya. Hari itu Yohn menerima uang formulir dari
Harto Rp 170 ribu. Yohn masih mempertunjukkan kebaikan hatinya:
untuk teman di Malang, katanya, Harto boleh membawa 24 lembar
formulir -- jadi ztak usah jauh-jauh berbondong-bondong ke
Jakarta.
Dalam dua hari saja ke 24 formulir yang dibawa Harto habis.
Bahkan masih diperlukan lebih banyak lagi untuk melayani peminat
yang ternyata membanjir. 'Untung', tak disangka-sangka, Yohn
muncul di Malang membawa 60 lembar formulir baru. Untuk
menghargai kebaikan Yohn, yang dianggap membantu anak-anak
Malang, Elarto melakukan penyambutan yang baik. Sebuah mobil
kolt dicarter untuk keperluan Yohn selama di Malang. Sebuah
kamar di Hotel Garuda disiapkan, lengkap dengan 'isinya', cewek,
untuk menyambut tamu dari Jakarta ini. Biaya untuk semuanya itu
diambilkan dari uang penjualan formulir "ditambah uang saya
sendiri dan Asory," kata Harto.
Akhir Desember Yohn muncul lagi di Malang. Kali ini, bersama
"boss" yang diperkenalkannya sebagai "Oom Yan", katanya hendak
berlibur ke Bali. Untuk itu perlu uang Rp 200 ribu. Dari
penjualan formulir Harto tak repot-repot memenuhi permintaan
Yohn. Apalagi Yohn kembali mengumbar janji: "Pokoknya yang tidak
punya penyakit TBC pasti diterima . . . " Dan pelamar akan tes
Januari di muka.
Belum lagi sampai pada hari testing yang ditentukan, mendadak,
Harto mendapat interlokal Yohn dari Surabaya. Dia harus
menyiapkan 'uang pemberangkatan' untuk 37 pelamar masing-masing
Rp 50 ribu. Harto berangkat ke Surabaya. Sementara puluhan dari
169 teman-teman menunggu di Kepanjen. Pada mereka sudah tumbuh
kecurigaan: belum tes belum apa sudah ditarik uang Rp 50 ribu
lagi? Tapi bagaimana membuktikan ketidakbenaran Yohn GWP ini?
Sepulang dari Surabaya, setelah bertemu Yohn di Jalan Tanjung
Pinang, Harto diutus teman-temannya ke Jakarta. Untuk mencek
kepada PT Multi Jasa Nusantara: siapa gerangan Yohn GWP itu?
Benar saja. Perusahaan yang dihubungi Harto tak tahu menahu
kegiatan Yohn -- apalagi yang menyangkut uang pemberangkatan
segala.
Soalnya jadi jelas: Harto dkk telah tertipu. Sambil memupus
impian untuk kerja di Timur Tengah, dalam pertemuan di antara
mereka, Harto dan kawan-kawan merundingkan taktik untuk menjebak
orang yang menipu mereka.
Bersama tujuh orang temannya Harto mulai memburu ke Surabaya. Di
rumah saudaranya, di Jalan Tanjung Pinang, tidak ada. Di Hotel
Ramayana katanya tempat dia biasa menginap, juga tak ada. Bahkan
Harto sampai mengubak-ubak tempat pelacuran di Bangunrejo --
juga tak nampak hidung si Yohn.
Terus dikejar ke Lawang. Di sana memang ada isteri pertama
buronan mereka. Juga kosong. Untung Harto dan teman-temannya tak
segera meninggalkan Lawang. Mereka bertahan di sana sambil
duduk-duduk di pinggir jalan tak jauh dari rumah isteri Yohn.
Tak sia-sia. Tak begitu lama muncullah orang yang mereka cari.
Tetap keren mengendarai mobil Corolla.
Instruksi
Harto berhasil menutupi maksud yang sebenarnya. Dia membujuk
agar Yohn ke Kepanjen. Di sana, rayunya, telah menunggu semua
pelamar dan siap menyampaikan sendiri uang pemberangkatan
masing-masing Rp 50 ribu kepadanya. Yohn terbujuk.
Di rumah Harto, di Kepanjen, memang sudah penuh orang. Yohn tak
menaruh kecurigaan. Juga tak menyangka yang bukan-bukan ketika
Harto pamit ke luar sebentar. Dan tengah hari itulah, 1 Januari,
Harto muncul kembali bersama beberapa orang polisi. Yohn tak
berkutik lagi.
Semua tuduhan diakuinya. Begitu Letkol Herry Akhmad, Danres 1022
Malang, menjelaskan kemudian. Hanya, katanya, dalam pemeriksaan
Yohn berusaha melibatkan orang lain. Kepada polisi dia
menyatakan, "hanya menjalankan instruksi dari Jakarta saja."
Siapa di belakangnya? Polisi mencatat pengakuannya: dua orang
pimpinan Multi Jasa Nusantara, Rein Pa'at dan Yan Yusuf.
Tentu saja kedua orang yang disebut Yohn itu membantah. "Dia
tidak pernah jadi pegawai di sini," kata Yan Yusuf. Dia,
katanya, tak lebih hanyalah saIah seorang dari calon atau
pelamar pekerjaan biasa saja. Hanya, karena setiap hari muncul
di kantor, Yohn sering disuruh mengerjakan ini dan itu. Itu
saja.
Akan halnya formulir-formulir yang jatuh di tangan Yohn dan
diperjual belikan kepada pelamar, diakui Yan, memang suatu
kecerobohan dari petusahaannya. Apakah Multi Jasa Nusantara
hanya cukup berkata tak tahu menahu kegiatan Yohn yang
beroperasi di kantornya? Polisi sedang mengusutnya --
lemari-lemari di kantor itu telah disegel.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini