Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kisah samin, si pemburu bandit

Komandan tekab medan, letda samin effendy, divonis 20 th penjara dan dipecat sebagai anggota polisi, terbukti melakukan pembunuhan terhadap abdul majid, ayah saleh yang main serong dengan istri terdakwa.(krim)

24 Desember 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBURU bandit itu akhirnya harus masuk penjara. Majelis hakim pimpinan Letnan Kolonel Emli Suhaeli, Senin dua pekan lalu, memvonis Letnan Dua (Polisi) Samin Effendy 20 tahun penjara. Komandan Tekab (Tim Khusus Anti-Bandit) Medan itu juga dipecat sebagai anggota polisi. Ia, menurut Majelis, terbukti bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Abdul Majid, dosen di Yayasan Pendidikan Keluarga (YPK), Medan. Rekannya, Sersan Kepala Fatman, kena empat tahun karena ikut berperan dalam pembunuhan itu. Ini sebuah akhir yang tragis. Bekas komandan Tekab yang tak pernah jeri menghadapi bandit itu telah "dikalahkan" istrinya. Saidah, sang istri yang sering ditinggal bertugas malam hari, diam-diam menjalin cinta dengan Saleh Arif, 23, anak Abdul Majid. Kencan tak begitu sukar karena mereka bertetangga, di Jalan Katya Bakti, Medan. Ibu lima anak yang gemar bersolek itu kecantol Saleh di lapangan voli. Di klub asuhan Samin itu, Saleh memang bintangnya. Hubungan cinta mereka terendus Samin, 45, ketika ia menemukan setumpuk surat di bawah karpet merah kamar tidurnya. Dalam sepucuk suratnya, Saleh, yang menamakan diri "Papa", meminta "Mama" menggugurkan kandungan yang mereka bikin. Samin, menurut oditur Letnan Kolonel (CKh) M. Thaher, kontan naik pitam. Ia menonjok bininya yang mollig itu dan mencari Saleh. Yang ditemui hanya Abdul Majid karena Saleh telah diungsikan ke Bireun, Aceh. Tapi Majid, tentu saja, tak mau memberi tahu di mana anaknya berada. "Cari sendiri. Dia bertanggung jawab terhadap dirinya. Tekab taik, kau," begitu konon Majid berkata. Mendapat jawaban begitu, polisi yang sudah 20 tahun berdinas itu pun kalap. Dengan mobil, Majid dilarikan ke arah perkebunan Liberia, di Deli Serdang. Di sana Samin menghajar korban dengan dongkrak. Fatman tak bisa berbuat apa-apa, melihat komandannya dirasuki setan. Karena takut, ia menurut disuruh mengikat tangan korban dan menurunkannya ke pinggir jalan. Lalu, dua kali Samin melindas tubuh yang sudah tak berdaya itu, sampai tulang iga korbannya patah. Terakhir, Samin merampas pistol dari genggaman Fatman, lalu menembak kening dan langit-langit mulut korban. Nyawa Majid pun melayang. Itu terjadi, sekitar pukul 21.00, 26 September 1981. Hampir setahun kemudian, barulah perkara pembunuhan itu terungkap. Yaitu setelah perkaranya diambil alih Kodak II Sumatera Utara. Sebelum itu, setiap penyidikan selalu kandas. Sudah tentu, segab kuncinya ada di laci meja Samin sendiri. "Bapak sebenarnya orang yang jujur, tak serakah, dan selalu membela anak buah," tutur seorang bekas anak buah Samin. Selama tiga tahun menjadi komandan Tekab, Samin juga telah banyak berbuat. Pada 1980 dia menangkap cukon judi yang cukup beken di Medan, Tan Tek Gan, yang dikabarkan punya banyak deking. Tahun berikutnya, ia berjasa meredakan kasus perampokan ramai-ramai, yang sering menteror penduduk di daerah pinggiran. Ia berhasil menangkap dan mengirimkan ke penjara tak kurang dari 100 perampok yang senang memakai topeng dan bersenjata kelewang. "Selama Pak Samin memimpin Tekab, kejahatan di Medan turun sampai 40%," kata sebuah sumber di kepolisian. Anak buah senang terhadap Samin karena bila mendapat rezeki ia tak pernah memakannya sendiri. "Kami tak bisa melupakan jasa Pak Samin," kata seorang bekas anak buahnya. Ia dan beberapa kawan lain pernah ditolong ketika hendak mendirikan rumah. Caranya: Samin menelepon pengusaha bahan bangunan kenalannya, sehingga batu bata yang harga resminya Rp 12 sebiji, bisa dibeli dengan harga Rp 8. Mereka khawatir bila Samin dimasukkan ke Lembaga Pemasyrakatan Tanjung Gusta, Medan, akan diapa-apakan oleh bandit-bandit yang menaruh dendam. Ada kabar, mereka mengharap kedatangan bekas komandan Tekab itu untuk bisa membuat perhitungan. "Kalau betul mereka mau berbuat yang tidak-tidak, lihat saja, kami tak akan tinggal diam," kata seorang bekas anak buah Samin yang lain dengan geram. Saidah pun menilai Samin sebagai suami vang baik. "Belum pernaL ia membikin sava sakit hati,"katanya. Setelah tahu ada penyelewengan pun, Samin tetap tak mau menceraikannya. "Mestinya, sayalah yang ditembak," katanya lagi. Samin sendiri kini sudah pasrah. "Hidup saya mungkin akan berakhir di penjara," katanya. Di balik terali besi, ia kini tekun belajar agama.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus