Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Kisah Sarman

Sersan Sarman terpaksa menembak mamat yang berusaha melawan ketika ditangkap. Mamat tewas, sersan sarman terluka di leher. Penangkapan ini yang ke empat kalinya terakhir, mamat lari dari sel tahanan. (krim)

13 Desember 1975 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KANTOR Polisi Matraman yang kecil mungil dan terletak di tikungan Jalan Pramuka-Matraman, Jakarta itu petang Jumat minggu lalu mendadak dipagari rapat oleh mereka-mereka yang punya hasrat ingin tahu. Ada apa? Selidik punya selidik, ternyata yang bikin ulah si Mamat. Lelaki berusia sekitar 30 tahun ini, ketika itu masih tergeletak sambil merintih-rintih di lantai ubin dengan tangan terborgol. Menurut perwira piket yang bertugas ketika itu Mamatlah orangnya yang beberapa waktu lalu bikin gaduh di pasar Matraman. Dia pulalah orangnya yang pernah membobolkan sel polisi Tanggerang. Dan terakhir gara-gara Mamat inilah pula sampai Letnan Kolonel Nainggolan, Komandan Komwil Jakarta Timur dua mmggu lalu benar-benar marah. Soalnya, Mamat yang ketika itu ditahan di sana -- sambil menunggu penyelesaian perkaranya yang entah sudah ke berapa--lagi-lagi membongkar sel tahanannya dengan menggunakan obeng dan kemudian lari. Kalau saja ia pergi sendiri tanpa membawa tahanan lainnya, barangkali Letkol Nainggolan tidak akan begitu marah. Tapi kali ini ada enam orang yang lari. Tentu saja yang jadi sasaran pak komandan petugas-petugas jaga malam itu. Semuanya tujuh orang, dan mereka langsung diperintahkan masuk sel, ketika itu juga. Nah, seminggu setelah itu, atau tepatnya Jumat malam dua minggu lalu, Mamat yang sebelumnya diduga melarikan diri ke Surabaya dilaporkan nampak lagi di Stasion Pos Kramat. Dengar laporan begitu berangkatlah Sersan Sarman ke sana. Ditunggu semalaman, yang dicari tidak kelihatan. Sore berikutnya, barulah ia muncul. dengan sigap, bung sersan bertubuh krempeng tapi lincah itu keluar dari tempat pengintaiannya. Mamat yang sudah kenal betul siapa laki-laki preman yang sedang tergesa-gesa mendekatinya itu mencoba meloloskan diri. Terjadilah kejar-mengejar. Sarman kemudian berhasil menggaet baju Mamat dan ketika itulah yang terakhir ini berkata: "Sudahlah Pak, saya nyerah". Betulkah? Ketika Sarman hendak mengeluarkan borgol dengan sebelah tangannya, tahu-tahu Mamat berbalik mengayunkan tangannya yang menggenggam pisau dapur ke arah dada Sarman. Kopral Suwito, yang menemani Sarman waktu itu mencoba menangkap tangan Mamat. Tapi Suwito terlambat. Pisau sudah menanap sedikit di bawah leher Sarman setelah sebelumnya nyaris memutuskan salah satu jempolnya. Dua Butir Darah mengalir deras. Tapi Sersan Sarman tidak perduli. Dengan sekuat tenaga ia banting lawannya yang bertubuh sedang itu lalu mencabut pistolnya. Eh, Mamat masih mau menyerang juga. Sersan Sarman, tak ada pilihan lagi, terpaksa menggunakan juga senjatanya. Dua butir peluru bersarang ke dalam tubuh Mamat melalui luka-luka di bahunya. Dalam keadaan luka parah ia segera dibawa ke RS Persahabatan, dengan pengawalan, tentu. Tapi nyawa datang dan kembali kepada Yang Kuasa - dan tanggal 1 Desember yang baru lalu, Mamat pun menyerahkan kembali nyawanya. Bagi Sersan Sarman kematian Mamat, bagaimana pun punya arti tertentu. Dalam keadaan luka-luka di tubuh yang tidak begitu membahayakan, ia mengatakan kepada TEMPO: "Sebetulnya saya tidak bermaksud menembak dia. Habis, sudah jadi teman ngobrol sih". Ditemani isterinya di rumahnya dua pekan lalu, Sarman bahkan mengatakan, ia sudah kenal dengan orangtua amat. Orangtua ini katanya sudah putus asa mendidik Mamat, karena itu merasa pasrah saja pada apa yang dila kukan polisi. Mamat sudah tiga kali terciduk oleh tangan Sarman sendiri. Pantaslah Sarman risau.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus