Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tim advokasi Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara dan Koalisi Semesta atau Koalisi Ibukota mengirimkan surat permohonan untuk menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 2560 K/Pdt/2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut perwakilan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo, menuturkan keputusan tersebut telah memiliki kekuatan hukum tetap sejak 21 November 2023, sebagai hasil akhir dari gugatan warga negara tentang polusi udara di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).
Dia mengklaim surat permohonan ini telah dikirimkan ke Presiden Prabowo Subianto, Menteri Dalam Negeri, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Kesehatan, serta Penjabat Gubernur Jakarta.
“Kami menuntut pemerintah, khususnya Presiden RI, kementerian terkait, dan Pj Gubernur Jakarta, untuk tidak abai terhadap putusan dan segera menunjukkan goodwill dalam melaksanakan tanggung jawab mereka," ujar Alif dalam keterangan tertulisnya pada Senin, 6 Januari 2025.
Hingga saat ini, kata dia, surat tentang polusi udara di wilayah Jabodetabek belum ditindaklanjuti oleh pemerintah. "Keterlambatan ini, selain melanggar hukum, juga mengorbankan hak masyarakat menghirup udara bersih yang sehat,” kata dia.
Adapun sejumlah poin amar putusan, menurut dia, belum dilaksanakan oleh pemerintah. Di antaranya pengawasan terhadap ketaatan standar emisi kendaraan bermotor dan sumber pencemar tidak bergerak, penyusunan dan pelaksanaan strategi pengendalian pencemaran udara, serta supervisi lintas provinsi terhadap inventarisasi emisi dan sumber pencemar di wilayah Jabodetabek.
“Kami meminta itikad baik dari para tergugat untuk segera melaksanakan amar putusan ini. Pemerintah memiliki kewajiban hukum dan moral untuk melindungi kesehatan masyarakat dan lingkungan,” tutur Alif.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB) Ahmad Safrudin menyampaikan tentang particulate matter (PM) atau pengukuran polusi udara yang ada di wilayah Jakarta. Safrudin menuturkan polusi udara di Jakarta berada pada level PM 2.5 selama 10 tahun terakhir, yakni pada 2011 hingga 2020, dengan menunjukkan kualitas udara di Jakarta tidak sehat.
Konsentrasi PM 2.5 ini menghasilkan kualitas pencemaran udara di Jakarta sekitar 46.1 mikrogram per meter kubik. Safrudin mengatakan, untuk kualitas udara yang baik atau sehat rata-rata tahunannya adalah 15 mikrogram per meter kubik.
"Untuk parameter lain, sebenarnya CO ya, carbon monoxide, itu juga tingginya di roadside-nya atau di pinggir jalan, seiring dengan lalu-lalang kendaraan bermotor," kata dia dalam diskusi bertajuk Opsi lain dari PPN 12 persen: Cukai Karbon dari Kendaraan Bermotor melalui platform zoom pada Selasa 31, Desember 2024.
Selain faktor kendaraan sepeda motor, Safrudin menyebutkan terdapat penyebab lain buruknya kualitas udara di wilayah Jakarta. Dia mengatakan hal tersebut berkaitan dengan letak geografis wilayah Jakarta yang berada di pinggir laut.
Menurut dia, letak geografis ini juga mempengaruhi seperti apa kualitas udara yang ada di setiap daerah. Sebab, kata Safrudin, hal tersebut mempengaruhi proses fotokimia antara nitrogen dioksida dengan hidrokarbon yang dilakukan berada di luar jangkauan matahari sehingga terdapat O3 atau ozon.
Letak geografis wilayah Jakarta yang berdekatan dengan laut, menyebabkan terdapat kecenderungan ozon yang berasal dari proses arah laut menuju darat. "Nah problem utama Jakarta selain PM 2.5 dan PM 10, itu juga hasilnya ozon-nya," ucap Safrudin.