Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stella Monica, konsumen sebuah klinik kecantikan ternama di Surabaya, Jawa Timur, terseret proses hukum lantaran dianggap melakukan pencemaran nama baik. Stella dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Stella Monica kini menjadi tersangka atas laporan dari pengelola klinik yang berlatar belakang seorang dokter," kata Koordinator Paguyuban Korban UU ITE, Muhammad Arsyad dalam keterangan tertulis, Jumat, 19 Maret 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Arsyad mengatakan kasus Stella kini berada di tangan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Proses pelimpahan kedua dari Kepolisian Daerah Jawa Timur berlangsung pada Rabu, 17 Maret lalu di Surabaya.
"Peristiwa yang melatari kasusnya adalah keluhan kepada klinik sebagai sebuah badan usaha yang tidak memiliki struktur fisik dan psikis seperti manusia atau perorangan," kata Arsyad.
Arsyad menjelaskan Stella sebelumnya dilaporkan oleh sebuah klinik kecantikan ke Polda Jawa Timur karena unggahan tangkapan layar percakapan dirinya dengan seorang dokter kulit di Instastory Instagram. Percakapan itu berisi curahan hati Stella tentang kondisi kulitnya usai melakukan perawatan di sebuah klinik kecantikan ternama.
Dalam tangkapan layar itu, Stella direkomendasikan untuk menggunakan sebuah produk oleh seorang dokter yang mengkhawatirkan kondisi kulitnya. Menurut Arsyad, dalam percakapan itu tak ada maksud mencemarkan nama baik klinik kecantikan yang kini melaporkan Stella.
Stella mengunggah tangkapan layar itu pada 27 Desember 2019. Kawan-kawannya kemudian menanggapi unggahan itu, sebagian mengaku mendapat pengalaman serupa karena pernah melakukan perawatan kecantikan di klinik yang sama.
Lalu pada 21 Januari 2020, Stella menerima surat somasi dari pengacara klinik kecantikan itu. Isinya, Stella dianggap telah mencemarkan nama baik klinik dan harus memenuhi permintaan somasi dari mereka, yakni dengan menerbitkan permintaan maaf di media massa koran minimal setengah halaman untuk tiga kali penerbitan berbeda hari.
Setelah dikirimi somasi, Stella dan keluarganya berkali-kali mencoba melakukan negosiasi dengan pihak klinik. Permintaan pihak klinik tersebut dinilai berat lantaran bisa menghabiskan dana sangat besar, sedangkan Stella dan keluarganya tak memiliki uang sebanyak itu untuk memasang iklan permintaan maaf di koran.
Menurut Arsyad, upaya dialog dan negosiasi telah berkali-kali dilakukan. Stella bahkan mengunggah video permintaan maaf dengan wajah yang masih terdampak perawatan klinik pada akun Instagram pribadinya. Namun, kata dia, pihak pelapor malah meminta video tersebut untuk dihapus.
Lalu pada 7 Oktober 2020, tiga orang anggota Kepolisian dari tim Cyber Crime Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Jatim mendatangi rumah Stella dan membawa surat yang menyatakan Stella telah menjadi tersangka.
"Saat ini kasus Stella sudah dilimpahkan ke Kejaksaan dan Stella akan segera menjalani sidang atas tuduhan pencemaran nama baik," kata Arsyad.
Padahal, kata Arsyad, sebagai konsumen Stella seharusnya dilindungi oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Menurut dia, Stella memiliki hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa yang digunakan.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Jatim Komisaris Besar Gatot Repli Handoko membenarkan pihaknya telah melimpahkan berkas perkara Stella Monica ke Kejaksaan Tinggi Jatim. "Sudah tahap dua. Tersangka dan barang bukti sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi," kata dia melalui pesan singkat.
Catatan Redaksi:
Berita ini diperbarui pada Jumat, 19 Maret 2021, pukul 18.43 WIB. Pembaruan terdapat pada paragraf terakhir yang berisi konfirmasi pihak kepolisian. Terima kasih.