Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Korban fiktif asuransi

Sejumlah penduduk desa purwokerto diperalat oknum polisi, muslimin, untuk menipu asuransi jasa raharja. diperkirakan rugi rp 300 juta. bekerja sama dengan karyawan rs purbalingga dan karyawan asuransi tersebut.

19 Januari 1991 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TANGAN Junaidi gemetar ketika menerima uang santunan Rp 650 ribu dari Asuransi Jasa Raharja. Penarik becak, penduduk Desa Selanegara Purbalingga, Jawa Tengah, itu tanpa menghitung lagi uang itu buru-buru pergi. Junaidi memang tampak gugup. Ini segera memancing rasa curiga petugas asuransi. Sejak penyerahan uang santunan itu, November 1990, diam-diam beberapa petugas asuransi melakukan pelacakan. Benar, akhirnya Junaidi mengaku, dia hanya suruhan oknum polisi, Sersan Kepala (Serka.) Muslimin. Kata lelaki lugu itu, dia diperalat oknum polisi yang sehari-hari bertugas di bagian Satlantas Purbalingga itu untuk membobol Asuransi Jasa Raharja Cabang Purwokerto dengan menggunakan klaim fiktif yang telah disiapkan. Ulah Muslimin akhirnya, Rabu pekan lalu, berakhir setelah Polres Purbalingga berhasil meringkusnya. Lelaki berusia 36 tahun yang sehari-hari berperilaku sopan itu diperkirakan telah membuat Jasa Raharja kebobolan Rp 300 juta lebih. "Serka Muslimin mengakui, perbuatannya itu dilakukan dengan cara membuat klaim fiktif," kata Letkol. Soegiatmo, Kapolres Purbalingga, kepada TEMPO. Muslimin mengaku, sejak 1987, sudah 24 kali melakukan pengajuan klaim asuransi fiktif pada Jasa Raharja Purwokerto. Biasanya dengan meminjam kartu penduduk milik penduduk, oknum polisi itu lalu mengurus klaim asuransi itu dengan bekerja sama dengan oknum karyawan Rumah Sakit Purbalingga, dan oknum karyawan Asuransi Jasa Raharja Purwokerto. Perbuatan ayah dua anak ini umumnya memanfaatkan orang desa yang buta huruf, lugu, seperti petani, penarik becak, atau tukang ojek. Korban lain misalnya Kastari. Penduduk berumur 69 tahun ini disuruh pura-pura punya anak yang telah tertabrak mobil. Semua berkas untuk mengajukan klaim kemudian diurus Muslimin. Kastari tinggal tahu beres. Petani itu, bagi Muslimin, cukup bermodal meminjamkan KTP-nya dan hanya disuruh menjawab "ya" semua pertanyaan petugas Jasa Raharja. Keduanya lalu berangkat menuju kantor Jasa Raharja. Tak sulit bagi Kastari menyelesaikan skenario itu. Setelah tanya jawab yang semuanya dijawab "ya" itu selesai, Kastari tinggal membubuhkan cap jempol pada surat pernyataan kebenaran peristiwa kecelakaan yang dialami salah seorang "anak fiktif"-nya itu. Maka, bereslah urusan administrasi. Uang santunan asuransi sebesar Rp 850 ribu pun diterimanya. "Perasaan saya tak keruan ketika menerima uang segepok itu," kata petani buta huruf itu. Uang itu kemudian diserahkan kepada Muslimin, yang sedang menunggu di luar. Sebagai obat rasa gemetar, Muslimin hanya memberi Kastari Rp 10 ribu. Belakangan ulah Muslimin semakin menggila. Hampir setiap warga desa didatangi untuk diminta KTP-nya. Namun, sebelum Muslimin sempat merajalela sudah lebih dahulu tertangkap. Bobolnya Jasa Raharja, diakui Kapolres karena rapinya kerja sama oknum polisi, karyawan perusahaan asuransi itu, dan karyawan rumah sakit. Misalnya, seperti diakui Nurzucham, penjual sepeda motor bekas, pernah memberi cukup Rp 25 ribu kepada kasir RS Purbolinggo, atas perintah Muslimin. Oknum kasir rumah sakit itulah, dengan surat keterangan dokter, yang entah bagaimana memperolehnya, kemudian membuat kuitansi pengobatan korban kecelakaan lalu lintas fiktif. Pihak Jasa Raharja sebenarnya sudah mencium ketidakberesan ini setelah melihat adanya peningkatan jumlah klaim asuransi di beberapa desa yang sama di Purbalingga. "Padahal, daerah tersebut sepi," kata Mustofa, Kepala Cabang Jasa Raharja Purwokerto, pada TEMPO. Pihak asuransi merasa tak curiga, menurut Mustofa, karena mereka memakai bukti-bukti surat yang lengkap. "Ini memang kesalahan kami," katanya. Selama ini, pihaknya telah memberikan kemudahan dalam pencairan klaim. Tapi malah disalahgunakan. "Kami mengharapkan uang yang dimanipulasi itu bisa kembali," kata Mustofa lagi. Gatot Triyanto dan R. Fadjri (Biro Yogyakarta)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus