TELAH bertugas selama 15 tahun di kejaksaan, Ferry Silalahi terbilang kenyang pengalaman. Sejumlah perkara, beberapa di antaranya sempat menyita perhatian publik, pernah ditanganinya. Ketika berdinas di Kejaksaan Agung, misalnya, dia dilibatkan dalam penyitaan sebuah vila milik Yayasan Dana Abadi Karya Bhakti (Dakab), yang dipimpin bekas presiden Soeharto.
Setelah dimutasi ke Kejaksaan Negeri Tangerang, Banten, alumni Universitas Indonesia itu juga sempat menangani perkara besar. Pada November 2001, ia menuntut hukuman mati atas dua orang penyelundup heroin, Muhamad Abdul Hafeez (warga negara Pakistan) dan Indra Bahadur Tamang (Nepal), dalam perkara terpisah. Di mata Ferry, penyelundup narkotik dan obat berbahaya (narkoba) itu telah mencoreng nama Indonesia. ?Seolah-olah sebagian besar warganya telah memakai narkotik,? katanya.
Masih seputar urusan narkoba, Ferry juga pernah menuntut hukuman mati terhadap Ang Kim Soei, pemilik pabrik ekstasi di Tangerang yang diduga terbesar di Asia Tenggara. Sesuai dengan tuntutan jaksa, akhirnya si terdakwa dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Tangerang.
Tak semata menangani perkara narkoba, bekas Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Tangerang itu kerap menangani perkara korupsi. Salah satunya korupsi Kredit Usaha Tani yang merugikan negara belasan miliar rupiah.
Setelah Ferry dipindahkan ke Palu tahun lalu, lain lagi tantangan yang dihadapinya. Dia mesti memproses kasus kematian empat anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sulawesi Tengah yang melibatkan seniornya. Ia menuntut tujuh tahun penjara terhadap para terdakwa, tapi proses persidangannya belum selesai sampai sekarang.
Ferry juga dilibatkan dalam menangani perkara terorisme. Sebanyak 23 tersangka teroris yang diduga menyerang dan menembak di Desa Beteleme, Lembo, Kabupaten Morowali, beberapa waktu silam, telah diajukan ke pengadilan.
Sebelumnya, ia pun memegang perkara Firmansyah, Fajri, dan Aang Hasanuddin, terdakwa kasus teroris yang lain, yang dituntut hukuman 9 tahun. Akhirnya majelis hakim Pengadilan Palu memvonis mereka 5 tahun penjara pada Maret lalu. Hakim menyatakan ketiganya menjadi anggota Jamaah Islamiyah dan terbukti bersalah membantu atau memberikan kemudahan dengan cara menyembunyikan informasi dan menyembunyikan pelaku pengeboman Bali.
Hanya, putusan itu dimentahkan pengadilan tinggi baru-baru ini. Para terdakwa dinyatakan tidak terbukti bersalah. Menghadapi vonis ini, Ferry bersikap tegas. ?Kami akan mengajukan kasasi,? ujarnya kepada TEMPO beberapa waktu lalu. Keyakinan dan sikapnya belum berubah hingga ajal menjemputnya.
EK, Darlis Muhammad (Palu)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini