Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mantan anggota DPR, Miryam S. Haryani alias MSH, akhirnya memenuhi panggilan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Miryam dipanggil untuk memberikan keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP Elektronik tahun 2011-2013.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Benar, Saudari MSH hari ini hadir di Gedung Merah Putih KPK untuk memberikan keterangan terkait dugaan korupsi dalam pengadaan paket penerapan KTP Elektronik tahun 2011-2013," ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam pernyataan resmi pada Selasa, 13 Agustus 2024.
Pada tahun 2017, Miryam dinyatakan bersalah karena memberikan keterangan palsu dalam kasus korupsi e-KTP, dan dijatuhi hukuman lima tahun penjara.
Terdakwa pemberi keterangan palsu Miryam S. Haryani menjalani sidang putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, 13 November 2017. ANTARA FOTO
Pada 2019, berdasarkan laporan Antara, KPK menetapkan Miryam sebagai tersangka dalam kasus e-KTP. Berdasarkan penyelidikan, pada Mei 2011, KPK menduga Miryam meminta uang sebesar USD 100 ribu kepada Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau Dirjen Dukcapil Kemendagri, Norman Irman, untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke berbagai daerah.
Permintaan tersebut dipenuhi oleh Kemendagri, dan uang diserahkan kepada perwakilan Miryam di sebuah SPBU di Pancoran, Jakarta Selatan. Selama periode 2011-2012, Miryam diduga menerima uang beberapa kali dari Irman dan Sugiharto, Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri.
Proyek e-KTP merupakan proyek yang dikelola oleh Kemendagri, yang dimulai pada tahun 2006 dengan dana sekitar Rp 6 triliun untuk proyek e-KTP dan program Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional.
Laporan Koran Tempo edisi 13 Agustus 2013 menyebutkan bahwa kasus ini terungkap berkat laporan Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, yang mengklaim telah memberikan informasi terkait berbagai kasus korupsi, termasuk dugaan mark-up dalam proyek e-KTP.
Setelah penyelidikan, KPK menemukan kerugian negara sebesar Rp 2,314 triliun akibat proyek ini dan menetapkan beberapa tersangka, termasuk pejabat Kemendagri dan petinggi DPR, seperti Sugiharto, Irman, Andi Narogong, Markus Nari, Anang Sugiana, dan Setya Novanto. Miryam S. Haryani dan beberapa tokoh lainnya juga kemudian ditetapkan sebagai tersangka.
ANGELINA TIARA PUSPITALOVA I MUTIA YUANTISYA