Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir menjadi tersangka kasus suap proyek PLTU Riau-1. Sofyan disangka menerima hadiah atau janji terkait proyek tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan tersangka SFB," kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Saut Situmorang, di kantornya, Jakarta, Selasa, 23 April 2019.
Hampir setahun lalu kasus ini dimulai dengan operasi tangkap tangan terhadap Wakil Ketua Komisi Energi DPR Eni Maulani Saragih pada Juli 2018. Lalu, kasus ini juga menyeret mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menjadi tersangka. Berikut adalah kronologi kasus ini:
Diawali dari OTT
KPK melakukan OTT terhadap Eni Saragih di rumah Idrus Marham pada 13 Juli 2018. Sementara tim KPK lainnya menangkap pemilik Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo di Graha BIP, Jakarta. KPK menetapkan Eni sebagai penerima suap, sementara Kotjo sebagai pemberi suap. KPK menyangka Kotjo menyuap Eni untuk membantunya mendapatkan proyek PLTU Riau-1.
KPK periksa Sofyan
Lembaga antirasuah memeriksa Sofyan pertama kali pada 20 Juli 2018. Ketika itu, KPK mendalami peran PLN pada proyek PLTU Riau-1. Setelah itu, KPK juga memeriksa Sofyan beberapa kali, salah satunya pada 27 November 2018. KPK mendalami pertemuan-pertemuan Sofyan dengan Eni.
Idrus Marham jadi tersangka
KPK mengumumkan penetapan tersangka terhadap mantan Menteri Sosial itu pada 24 Agustus 2018. KPK menayangkan Idrus menerima suap bersama-sama Eni.
Sebelum diumumkan oleh KPK, Idrus lebih dulu menyampaikan penetapan tersangka terhadap dirinya di Istana Kepresidenan. Kala itu, Idrus mengundurkan diri dari jabatan Menteri Sosial.
Kotjo divonis bersalah
Johannes Kotjo divonis 2 tahun 8 bulan penjara oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 13 Desember 2018. Kotjo terbukti bersalah karena menguap Eni Rp 4,75 miliar. Hukumannya diperberat jadi 4,5 tahun penjara di tingkat banding. Sidang telah dimulai sejak 4 Oktober 2018.
Tersangka meluas
KPK menetapkan pemilik PT Borneo Lumbung Energi & Metal, Samin Tan, sebagai tersangka pemberi suap kepada Eni pada 15 Februari 2019. Samin disangka memberi suap kepada Eni untuk melobi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral terkait pemutusan kontrak kerjasama tambang batu bara milik perusahaannya
6 tahun penjara untuk Eni
Majelis hakim menghukum Eni 6 tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan pada 1 Maret 2019. Eni terbukti menerima suap Rp 4,75 miliar dari Kotjo. Selain itu, Eni juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp 5,6 miliar dari sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang energi. Salah satunya Samin Tan.
Idrus divonis 3 tahun
Majelis hakim Tipikor Jakarta memvonis Idrus 3 tahun penjara dan denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan pada 23 April 2019. Hakim menyatakan Idrus terbukti menerima secara bersama-sama sebagian uang suap yang diterima Eni, yakni Rp 2,25 miliar. Hakim menyatakan tanpa bantuan Idrus, tak mungkin Kotjo memberikan suap kepada Eni.
Sofyan Basir terjerat
Telah lebih dari setahun kasus ini bergulir, KPK akhirnya menetapkan Sofyan Basir menjadi tersangka kasus ini. KPK menyangka Sofyan membantu Eni Saragih menerima suap dari pemilik saham Blackgold Natural Resources Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo.
Selain itu, KPK juga menyangka Sofyan menerima janji atau hadiah dengan bagian yang sama besar dengan yang diterima oleh Eni Saragih. KPK menguraikan peran Sofyan dalam kasus ini, lewat 9 pertemuan yang dilakukan antara mantan Direktur Utama BRI itu, baik dengan Eni maupun Kotjo.
KPK menyangka dalam pertemuan tersebut, Sofyan telah menunjuk langsung perusahaan milik Kotjo sebagai penggarap proyek PLTU Riau-1, menyuruh salah satu direktur di PLN untuk mengawasi proyek ini. Sofyan juga disangka menerima janji terkait proyek ini.