HOTEL Kuta Cottage, yang terletak di pinggir Pantai Kuta, Bali, diperebutkan orang-orang yang mengaku pemiliknya. Pengelola hotel itu, Rr. Retnomurti, pekan-pekan ini bersengketa tentang pemilikan hotel itu dengan bekas suaminya, Kolonel AL (Purn.) Soegardjito, 50 tahun, bekas Komandan Sional Angkatan Laut (AL) di Benoa, Bali, dan bekas atasan si suami, Laksda. (Purn.) R. Soeparno. Menurut kuasa hukum Soeparno, R. Soeko Hardoyo, modal awal Kuta Cottage itu semula berasal dari kocek kliennya. Pada 1967 dan 1968, Soeparno meminjamkan uang Rp 4,6 juta kepada mertua lelaki Soegardjito, R. Soeratman. Ketika itu disepakati bunga pinjaman sebesar 1,5% per bulan dan akan dibayarkan melalui Gardjito. Pada 1970, bunga itu dipergunakan Gardjito untuk membeli tanah seluas 0,86 hektar di tepi Pantai Kuta. Pada Februari 1974, Soeparno dan Gardjito menjalin kerja sama untuk membangun Kuta Cottage di atas tanah 0,86 hektar tadi -- belakangan ditambah Soeparno lagi 0,25 hektar. Mereka pun sepakat membagi saham: 60% untuk Soeparno, dan sisanya Gardjito. Pada Desember 1987, Soeparno mengaku memberikan lagi pinjaman Rp 40 juta kepada Gardjito, untuk biaya renovasi dan meningkatkan kelas hotel tersebut. Tapi sejak 1980, Gardjito tak pernah membagi hasil pengelolaan hotel itu. Bahkan, Gardjito mengalihkan hotel itu -- melalui lima buah akta -- kepada mertua perempuannya, dan kemudian ke istrinya. "Belakangan Gardjito malah bertikai dengan istrinya, dan kini hotel itu dikelola Retno," kata Soeko. Sebab itu, Soeparno menggugat Gardjito dan Retno. Ia menuntut pengembalian sahamnya, bagian keuntungan, dan penyerahan pengelolaan hotel kepada pihak lain yang lebih bonafide. Gardjito, lulusan AAL (1960) dan Sesko (1976) itu, membenarkan cerita Soeparno, bekas atasannya itu. Bekas Komandan Sional AL Benoa Bali itu mengaku membangun Kuta Cottage sewaktu ia menjabat ketua Primkopal (koperasi TNI-AL) Bali. "Tapi semua usaha itu terpaksa diatasnamakan istri dan mertua saya, karena ada ketentuan, sebagai seorang perwira ABRI, saya tak boleh memiliki perusahaan. Untuk itu, terpaksa dibuat akta akal-akalan," kata Gardjito. Dalam akta-akta itu Gardjito, yang mengaku hotel itu miliknya pribadi, mengalihkan pemilikan Kuta Cottage kepada mertua perempuannya, Nyonya Soekatmah, dan kemudian istrinya, Retno. Belakangan, katanya, ia dipindahtugaskan ke Pusdik AL Surabaya. Di kota ini, ia menikah lagi dengan Nyonya Jeany, dan dikaruniai seorang anak lelaki. Belakangan, katanya, Retno dan ibunya mengangkangi pemilikan Kuta Cottage. Setelah Gardjito pensiun, Mei 1987, ia pun datang di Bali dan mengusulkan hotel itu dijual saja. Waktu itu, katanya, ada pembeli yang berminat membeli hotel itu Rp 5 milyar. Hasilnya, 60% untuk Soeparno dan 40% Gardjito. Bagian Gardjito ini dipecah lagi: untuk dirinya 25%, Retno 25%, sisanya untuk anak-anak mereka. Tapi Retno menolak usul itu. Bahkan mereka bertengkar hebat. "Ia serakah, ingin memiliki semuanya," ujar Gardjito. Retno bahkan mengadukan suaminya itu ke Polda Nusa Tenggara. Akibatnya, 24 Juni lalu, Gardjito sempat ditahan 20 hari, dan baru keluar setelah ada jaminan Soeparno. Selain itu, Retno yang dinikahinya 1960, mengajukan gugatan cerai. Pada 26 Maret lalu, mereka, yang sudah dikaruniai enam anak itu, resmi bercerai. Sebaliknya, Retno, 48 tahun, membantah semua cerita Soeko dan Gardjito. "Semua itu bohong," ucapnya. Pengacara Retno, Putu Suta Adnyana, malah menuding Soeparno dan Gardjito bersekongkol untuk memojokkan kliennya. "Gardjito bukan menolak gugatan Soeparno, tapi malah bertindak seakan-akan di pihak penggugat," katanya. Menurut Adnyana, kesemua akta pengalihan hak Kuta Cottage itu sah. Sebab itu, Retno balik menuntut ganti rugi Rp 1,6 milyar, karena pencemaran nama baik. Sebuah sumber mengungkapkan, sebenarnya hotel itu memang punya Gardjito, dan bukan dari Soeparno. Perwira itu, katanya, membangun hotel itu dari uang korupsi sewaktu menjabat di Primkopal Bali. Tapi kabar ini dibantah Gardjito. "Itu fitnah. Sewaktu saya pegang, Primkopal Bali itu terbaik dan juara se-Indonesia," ujar bekas Ketua Umum Persebaya (1982-1986) itu. Belum bisa diduga siapa yang akan menjadi pemenang dalam perkara ini. Yang jelas, sengketa itu mengakibatkan suramnya usaha hotel itu. Kini tingkat penghunian hotel itu cuma mencapai 40%, dengan harga di bawah standar. Kamar-kamarnya, selain tak bertelepon, memang sudah perlu direnovasi "Padahal, lokasinya sangat strategis," kata Manajer Kuta Cottage, Dendy Rusdiyanto, menantu Retno. Happy S. dan Joko Daryanto (Bali)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini