Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Advokasi Isu Fair Trial Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Arif Maulana meminta kepolisian berhenti menembak mati pelaku penjambretan dan begal dalam Operasi Cipta Kondusif 2018.
"Kami menilai operasi itu berlebihan, reaktif, dan melanggar hak hidup serta hak keadilan bagi mereka yang dituduh begal, jambret, dan kejahatan jalanan lainnya," ujar Arif di gedung LBH Jakarta, Rabu, 18 Agustus 2018, mengenai razia terhadap pelaku penjambretan dan begal.
Baca: Tembak Mati Begal, Polisi Diingatkan Peristiwa Petrus Zaman Orba
Seperti diketahui, Kepala Polda Metro Jaya Irjen Idham Azis menginstruksikan polisi menembak di tempat pelaku kejahatan yang melawan. Selama operasi, polisi menembak 52 orang yang diduga pelaku jambret dan begal. Sebanyak 41 orang ditembak di bagian kaki dan 11 lain tewas.
Menurut Arif, instruksi yang diberikan Idham tergolong pembunuhan di luar pengadilan atau extra judicial killing. Sebab, ia menganggap langkah tembak mati itu merupakan perampasan untuk hidup dan mendapat keadilan.
"Tindakan itu bertentangan dengan Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM (Hak Asasi Manusia), yang memberi jaminan agar setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil," tuturnya.
Selain itu, LBH menduga ada pelanggaran dalam penggunaan senjata api oleh pihak kepolisian. Pengacara publik LBH Jakarta, Shaleh Al Ghifari, mengatakan, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkap) Nomor 1 dan 8 Tahun 2009, polisi memang dibolehkan menembak pelaku kejahatan.
Simak pula : Menjelang Idul Adha, Para Penjual Hewan Kurban Kota Bekasi Dilarang...
Namun, mengacu pada dua perkap tersebut, tembakan yang boleh dilakukan polisi hanya bersifat peringatan dan pelumpuhan.
"Tida ada istilahnya tembak mati, hanya boleh melumpuhkan dengan tujuan agar dia menyerah. Karena polisi itu bertugas membawa pelaku kejahatan untuk diadili di pengadilan," ucapnya.
Berdasarkan perkembangan terakhir, Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, telah menerima 10 dari 11 jasad terduga pelaku penjambretan dan begal yang ditembak mati. Kepala Instalasi kedokteran Forensik RS Polri Kramat Jati Komisaris Besar Edi Purnomo mengatakan semua mayat pelaku kejahatan itu mengalami luka tembak di bagian dada.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini