Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Divisi Advokasi Lembaga Bantuan Hukum Yogyakarta Julian Dwi Prasetya, mengecam munculnya narasi yang tidak tepat di dalam soal uji coba ujian sekolah menengah pertama atau SMP di Kabupaten Purworejo yang menyinggung polemik Desa Wadas. Poin soal kasus itu muncul di mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang diujikan pada Rabu, 23 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Khususnya di soal nomor 45, kami mengecam tindakan pemerintah daerah sebagai penyelenggara pendidikan dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Purworejo maupun Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,” ujar dia saat dihubungi Jumat, 25 Maret 2022.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam naskah ujian itu, ditemukan soal yang mengangkat tema peristiwa di Desa Wadas beberapa waktu lalu. Narasi tersebut menuduh dan menyudutkan warga kontra tambang, mengandung kebohongan informasi, dan mengaburkan latar belakang sebenarnya kenapa warga Wadas menolak tambang batu andesit.
Selain itu, disebutkan juga bahwa warga yang ditangkap adalah warga yang membuat kericuhan. Padahal faktanya justru aparat kepolisian yang mengepung dan menangkapi warga Wadas saat sedang melakukan mujahadah.
Julian menjelaskan beberapa alasan mengecam hal itu. Pertama karena dunia pendidikan yang seharusnya memiliki semangat mencerdaskan bangsa malah dicampur adukkan dengan urusan dan intervensi politik. Dia menilai bahwa hal itu sebagai bentuk penyelundupan dari agenda-agenda politik pemerintah di dalam dunia pendidikan.
“Itu kita lihat jelas, tidak sembunyi-sembunyi lagi,” katanya.
Alasan kedua, LBY Yogyakarta menilai, Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya tercermin dalam dunia pendidikan. Sehingga, informasi-informasi yang diberikan harus menyeluruh, tidak hanya salah satu saja, sehingga peserta didik benar-benar bisa melakukan analisis.
Namun, jika melihat isi soal tersebut, kata Julian, lebih termasuk ke dalam doktrin dan menyudukan warga Wadas yang kontra dengan tambang andesit.
“Seharusnya berbagai info diberikan kemudian berbagai paham harus diajarkan karena ada kebebasan untuk berfikir itu,” tutur Julian.
Alasan ketiga adalah narasi di dalam soal ujian itu juga dinilai mengingkari prinsip-prinsip demokrasi. Karena seharusnya negara demokrasi tidak boleh anti dengan lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau gerakan masyarakat sipil.
“Masa kita mau anti-NU, masa mau anti-Muhammadiyah yang itu sesungguhnya memberikan banyak kontribusi terhadap negara sampai hari ini,” ujar dia.
Jadi, Julian berujar, jika prinsipnya demokrasi maka tidak boleh itu anti-LSM, tapi di dalam narasi soal yang dipilih seolah-olah anti LSM. “Jadi kami nyatakan bahwa penyelenggara pendidikan di tingkat Provinsi Jateng dan Kabupaten Purworejo telah melakukan pengingkaran prinsip demokrasi. Dan sudah sangat otoriter sejak dalam pikiran,” tutur dia.