Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Lika-Liku Kasus SYL yang Kasasinya Ditolak Mahkamah Agung

Mahkamah Agung memutuskan Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) tetap divonis 12 tahun penjara.

3 Maret 2025 | 16.00 WIB

Terdakwa I bekas Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, berbicra dengan awak media seusai mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. TEMPO/Imam Sukamto
Perbesar
Terdakwa I bekas Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo, berbicra dengan awak media seusai mengikuti sidang pembacaan surat amar putusan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis, 11 Juli 2024. TEMPO/Imam Sukamto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) dalam kasus korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian pada tahun 2020–2023. Hukuman SYL tetap 12 tahun penjara sebagaimana putusan banding.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tolak perbaikan. Tolak kasasi terdakwa, dengan perbaikan mengenai redaksi pembebanan uang pengganti kepada terdakwa,” demikian petikan amar putusan kasasi Nomor 1081 K/PID.SUS/2025 yang dikutip dari laman resmi Mahkamah Agung RI di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

Politikus Partai NasDem itu juga dihukum membayar Uang Pengganti sebesar Rp 44.269.777.204,00 atau Rp 44 miliar, ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat subsider 5 tahun penjara. Atas putusan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK akan segera menjebloskan Syahrul Yasin Limpo ke penjara. 

"Dengan putusan ini, perkara telah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, sehingga SYL selanjutnya akan menjalani hukuman badan dan pembayaran uang pengganti sebagai pidana tambahannya sesuai putusan majelis hakim tersebut," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan resminya, Ahad, 2 Maret 2025. 

Penolakan kasasi ini menjadi babak akhir dari perkara korupsi yang menjerat mantan Menteri Pertanian tersebut. Berikut lika-liku kasus SYL yang akan segera dijebloskan ke penjara oleh KPK.


Awal Mula Kasus SYL

Menurut laporan Koran Tempo edisi Jumat, 29 September 2023, KPK telah menyelidiki dugaan korupsi di Kementerian Pertanian sejak 16 Januari 2023. Kasus ini bermula dari laporan masyarakat pada pertengahan 2020, namun baru mencuat pada Juni lalu setelah pimpinan KPK menggelar perkara dan menyetujui peningkatan status penanganan kasus ke tahap penyidikan.

Kemudian pada 26 September 2023, KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian. Menurut seorang penegak hukum, Syahrul Yasin Limpo diduga mengumpulkan upeti dari bawahannya selama menjabat sebagai Menteri Pertanian.

Uang tersebut dikumpulkan untuk kepentingan pribadi Syahrul dan keluarganya, serta untuk mendanai kegiatan Partai NasDem. Upeti ini dikumpulkan sejak 2020 hingga 2022 secara langsung maupun tidak langsung dengan total nilai Rp 4,94 miliar.


SYL Beri Uang Ke Eks Ketua KPK Firli Bahuri

Ketika kasus korupsi bergulir, SYL mengaku pernah memberikan uang kepada mantan ketua KPK Firli Bahuri sebanyak dua kali. ertama, sebesar Rp 500 juta dalam bentuk valuta asing, dan kedua, sebesar Rp 800 juta, sehingga totalnya Rp 1,3 miliar. Syahrul juga menyebut pernah bertemu Firli di GOR Tangki di Jakarta Pusat.

SYL sendiri enggan menjelaskan maksud dari pertemuan dan pemberian uang tersebut kepada Firli. Ia beralasan bahwa pertemuan dan pemberian uang itu hanyalah bentuk persahabatan damn tidak ada hubungannya dengan kasus korupsi di Kementan. "Saya pikir persahabatan saja saya dengan Pak Firli. Saya sama-sama di kabinet dan biasa duduk berdekatan dengan beliau," ujarnya.


Aliran Dana SYL Digunakan untuk Kebutuhan Pribadi

Dalam perjalanan kasus ini, persidangan mengungkap berbagai fakta mengejutkan. Beberapa kesaksian dari pejabat Kementan mengungkapkan SYL memanfaatkan jabatannya untuk keuntungan pribadi dan keluarganya. Uang haram itu pun mengalir kepada istri, anak, hingga cucunya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Sejumlah saksi mengaku bahwa eks Gubernur Sulawesi Selatan itu pernah meminta bayaran untuk renovasi kamar anak SYL, Kemal Redindo, senilai Rp 200 juta. Anak SYL lainnya, yakni Indira Chunda Thita juga tercatat pernah meminta pembayaran pembelian sound system senilai Rp 21 juta ke Direktorat Jenderal (Ditjen) Tanaman Pangan.  Bahkan, Kementan pernah diminta untuk menyiapkan uang untuk keperluan pembuatan kafe cucu SYL yakni Andi Tenri.

Tal hanya itu saja, Kementan pernah mengeluarkan biaya untuk sunatan dan biaya ulang tahun cucu SYL dari putranya, Kemal Redindo. Tak tanggung-tanggung, nominalnya diperkirakan sekitar Rp 100-200 juta. Anggaran di Kementan juga pernah digunakan untuk biaya perawatan skincare anak dan cucunya. 

Sejumlah bawahan SYL pernah diminta untuk mengumpulkan uang mulai dari USD 4 ribu hingga USD 10 ribu, untuk membiayai kebutuhan pribadi dan keluarganya, termasuk membayar cicilan mobil mewah Toyota Alphard hingga pembiayaan cicilan kartu kredit. Bahkan, SYL rutin minta dibelikan durian musang king seharga Rp 20 juta hingga Rp 40 juta.

Selain untuk biaya pribadi dan keluarga, SYL juga menggunakan uang Kementan untuk membayar biduan bernama Nayunda Nabila Nizrinah. SYL disebut menitipkan Nayunda Nabila menjadi pegawai honorer di Kementan dengan gaji Rp 4,3 juta per bulan.

Di Kementan, Nayunda diarahkan untuk menjadi asisten anak SYL, Indira Chunda Thita yang merupakan anggota DPR RI Fraksi Partai NasDem dan tidak bekerja di Kementan. Akan tetapi, Nayunda menjadi honorer selama lebih kurang satu tahun lantaran dihentikan karena jarang ke kantor.


Divonis 10 Tahun Penjara

Atas perbuatannya, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis 10 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider empat bulan kurungan kepada SYL, uang pengganti bagi SYL sebesar Rp 14,14 miliar ditambah 30.000 dolar AS subsider 2 tahun penjara. 

Putusan pengadilan tingkat pertama itu lebih ringan dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK, yakni pidana penjara 12 tahun, denda Rp 500 juta subsider pidana kurungan 6 bulan, serta uang pengganti Rp 44,27 miliar dan 30.000 dolar AS dikurangi dengan jumlah uang yang telah disita dan dirampas.


Ajukan Banding dan Kasasi Hingga Hukuman Diperberat

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK kemudian mengajukan banding atas vonis yang diberikan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Majelis hakim Pengadilan Tinggi pun mengabulkan banding JPU dengan menaikkan hukuman menjadi pidana 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta dengan ketentuan jika tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan 4 bulan, serta uang pengganti Rp 44,2 miliar dan uang senilai US$ 30 ribu. Jika harta benda yang bersangkutan tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka akan diganti dengan pidana 5 tahun penjara.

Pada Oktober 2024, Syahrul Yasin Limpo kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas vonis 12 tahun penjara yang diberikan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Namun, Mahkamah Agung menolak permohonan tersebut, sehingga politikus Nasdem itu  tetap dipenjara 12 tahun, dengan Rp 500 juta, dan membayar Uang Pengganti Rp 44.269.777.204,00 ditambah 30.000 dolar Amerika Serikat, dikurangi dengan jumlah uang yang disita dalam perkara ini yang selanjutnya dinyatakan dirampas untuk negara, subsider 5 tahun penjara.


Ade Ridwan Yandwiputra, Rizki Dewi Ayu, Yudono Yanuar, dan Sultan Abdurrahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus