MASYARAKAT Solo bisa jadi kecewa, karena lawakan gratis bintang
Srimulat, Gepeng alias Aris Fredy, di gedung pengadilan akan
cepat usai. Sekitar tiga kali sidang lagi, atau September nanti,
majelis hakim akan menjatuhkan vonis.
Tapi kasus senjata api gelap, tampaknya tak akan pernah usai.
Selalu ada saja yang memanfaatkan misalnya jenis "si bongkok"
untuk berbagai keperluan: gagah-gagahan, melindungi diri atau
mencari uang. Setelah Operasi Sapujagat, 1980, di berbagai
daerah masih dijumpai ada senjata api gelap beredar -- dan ada
yang memakan korban.
Yang terbanyak dijumpai, tak lain, di daerah Lampung. Selama
enam bulan terakhir, dari sana disita 24 pucuk, dan yang 21
adalah senjata api standar ABRI. Yang mengundang tanya, menurut
sumber TEMPO di sana, lima pucuk FN 46 yan disita itu ternyata
masih baru. Belum jelas dari mana asalnya. Namun kebanyakan
senjata api tersebut disita dari residivis atau orang yang
diduga pernah atau akan menggunakannya untuk melakukan tindak
kejahatan.
Dan itulah yang mengkhawatirkan. Di Sumatera Utara, contohnya,
tokoh perampok yang amat ditakuti, Usman Bais, berani
malang-melintang karena sepucuk FN 45 selalu berada dalam
genggamannya. Anggota ABRI yang melakukan desersi itu,
mendapatkan senjata dari seorang purnawirawan, entah dengan cara
atau perjanjian bagaimana. Syukur kini ia bersama beberapa anak
buahnya telah digulung.
Komplotan lain, di Jakarta, yang juga gemar memainkan senjata
api adalah Anton dan kawan-kawannya. Dalam lima kali merampok
nasabah bank, 1981 lalu Anton menggaet Rp 76 juta. Uang sebegitu
tak dimakan sendiri. Ia harus membayar sewa dua pucuk pistol --
FN 45 dan Vickers -- dari oknum ABRI.
Menurut sumber TEMPO di kepolisian, perkara pinjam meminjam atau
jual-beli senjata api, sulit dideteksi. Juga, berapa banyak
sebenarnya jumlah senjata api gelap yang beredar, sulit
diketahui. "Bagaimana menghitungnya, barangnya kan disembunyikan
atau, tentu juga, diperunakan diam-diam," kata seorang pejabat
di Markas Besar Polri.
Senjata api gelap tadi, biasanya diperoleh anggota ABRI yang
mengikuti operasi millter. Dalam operasi menumpas DI/TII atau
Permesta, misalnya, banyak yang bisa membawa pulang senjata api
yang berasal dari korban atau yang sengaJa ditinggalkan.
"Senjata api seperti itu, sebenarnya harus dilaporkan kepada
komandan. Tapi ya . . .," kata seorang pejabat ABRI di Medan.
Begitu juga dalam operasi di Irian Jaya tempo hari, atau di
Timor Timur, satu dua anggota ABRI yang pernah bertugas di sana
bisa dipastikan ada yang membawa pistol sebagai oleh-oleh
istimewa.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini