PENJAMBRET Zulkarnaen bin Sidin selamat dari tuntutan hukuman
mati. Ketua Majelis Hakim, Thomas Sumardi, yang masih berharap
penjahat itu bisa memperbaiki diri, hanya menghukum 18 tahun
penjara. Kendati demikian, hukuman itu ternyata masih memuaskan
ratusan pengunjun yang memadati Pengadilan Negeri Yogyakarta,
Rabu pekan lalu. "Kapok . . . untung tidak ditembak Garnizun,"
teriak seorang pengunjung, begitu hakim mengetukkan parunya.
Selain untuk Zul, 22 tahun, Thomas juga memperingan tuntutan
untuk Akmal, 22 tahun, yang membantu kejahatan itu, dari 20
tahun menjadi 12 tahun penjara.
Penjambretan yang dilakukan kedua kawanan itu, 19 Maret lalu,
menyebabkan meninggalnya Nani, seorang mahasiswi Akademi
Kesejahteraan Keluarga di Yogya. Peristiwa itulah yang kemudian
mendorong Garnizun Yogya melancarkan Operasi Pemberantasan
Kejahatan (OPK).
Akmal, mahasiswa Akademi Teknologi Nasional (Atnas), menuturkan
bahwa malam Minggu itu ia berniat mencari makan malam bersama
temannya, Zul, yang baru dua hari keluar dari LP Wirogunan
Yogya. Mengendarai sepeda motor, Akmal memboncengkan zul.
Sesampai di Jalan Abubakar Ali, tiba-tiba Zul berteriak: "Mal,
tancap gas, saya menjambret dompet."
Tapi belum sempat keduanya kabur, korban penjambretan, Eko
Partoyo bersama pacarnya, Nani, berhasil menyusul dengan Yamaha
bebeknya. Eko memepet Akmal. Tabrakan pun terjadi. Zul, menurut
Akmal, segera menghunus pisau dapur. Tapi Akmal, menurut Eko,
yang menantangnya duel.
Duel memang tidak sempat terjadi. Kedua penjambret itu segera
ramai-ramai dibekuk orang-orang yang ada di sekitar tempat itu.
Tapi Nani, yang tergelepar di aspal, belakangan meninggal di
rumah sakit.
Kematian Nani itu, tuduh Jaksa Nyonya Sunarti, akibat tusukan
pisau Zul. Tuduhan itu dibantah oleh pembela Zul, Yazis
Wijayakusuma dan pembela Akmal, Syarif Han. Alasan pembela,
visum dokter hanya menyebutkan, kematian itu akibat pendarahan
pada otak karena terbentur benda tumpul. Hakim sependapat. Tapi
kematian itu, menurut hakim, berkaitan erat dengan peristiwa di
Jalan Abubakar Ali itu. Namun hakim juga tidak mengabulkan
tuntutan jaksa yang meminta Zul dijatuhi hukuman mati.
Jaksa Sunarti membenarkan bahwa ia menuntut hukuman maksimal
dalam kasus itu. "Untuk itu perlu keberanian moral," ujar
Sunarti. Pertimbangannya, pelaku utama adalah residivis, dan
masyarakat menghendaki hukuman berat bagi pelaku kejahatan yang
meresahkan. Zul sebelumnya memang pernah dibawa Sunarti ke
pengadilan, juga karena menjambret. Di kota asalnya, Palembang,
Zul terkenal sebagai penjahat dan tukang berkelahi. "Ia lari ke
Yogya karena membunuh di Palembang," kata sebuah sumber.
OPK, yang dilancarkan Garnizun, diakui Sunarti ikut pula
mempengaruhi tuntutan hukumannya. "Tapi tidak ada orang yang
langsung mempengaruhi saya," tambahnya. Ia hanya menginginkan,
seperti juga OPK, tuntutannya itu bisa menjadi "terapi kejutan"
bagi calon-calon penjahat.
Terpengaruh atau tidak, beberapa waktu lalu Komandan Garnizun
Yogya, Letkol Hasbi, membenarkan bahwa kasus itu salah satu
faktor yang mendorongnya melancarkan OPK. Kematian Nani, menurut
Hasbi, membuat keresahan semakin mencekam. "Bayangkan, hanya
karena uang Rp 1.700, calon pengantin itu terbunuh," ujar Hasbi.
Eko Partoyo memang merencanakan menikah akhir 1983 ini. "Tapi
nasib menentukan lain," kata Eko, yang rajin berkunjung ke makam
Nani. Ia merasa hukuman yang dijatuhkan hakim masih terlalu
ringan. "Mereka berdua sadis. Saya hampir ketusuk ketika itu,"
tambah Eko.
Mendiang Nani, menurut Eko, orang yang periang dan juga penakut.
"Tapi, entah kenapa, ketika itu ia ngotot menyuruh saya mengejar
orang yang menjambret tasnya," kenang Eko lagi. Akibatnya, ....
Akibat yang lain dirasakan para gali-gali Yogya, tentunya,
seperti yang kemudian banyak diberitakan -- masih lumayan Zul
dan Akmal yang hanya mendekam di penjara. Tidak banyak komentar
dari kedua terdakwa yang naik banding. Akmal hanya terpaku di
kursi pesakitan dengan air mata meleleh. Sementara Zul hanya
bilang: "Saya menjambret karena tidak punya uang untuk pulang
kampung."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini