PERTENGKARAN antara dua orang pemenang lelang Hotel Swarha
(Bandung), Abdul Kadir Mohamad dan Mary Chandra Bharwani,
mengungkapkan sesuatu: Ada uang suap untuk panitera Pengadilan
Negeri Bandung, Achmad Cardas, sebesar Rp 12,5 juta yang
disebutkan sebagai biaya memenangkan lelang hotel tersebut. Uang
"siluman" itu, menurut Abdul Kadir sendiri, diserahkan
sepengetahuan Pengacara Gunawan Suyono, yang sekarang menjabat
Wakil Ketua IV pimpinan pusat organisasi advokat (DPP Peradin).
Kasus yang mengingatkan orang akan "mafia peradilan" ini,
bermula ketika hotel bertingkat empat di Jalan Masjid Agung itu
diumumkan Pengadilan Negeri Bandung akan dilelang 2 November
1977. Pelelangan hotel berkamar 36 dan 7 buah toko di lantai
bawahnya tersebut akibat sengketa antara para ahliwaris pemilik
hotel sebelumnya.
Salah seorang pemilik toko di hotel itu, Mary Chandra Bharwani,
mendapatkan partner seorang pedagang dari Surabaya, Abdul Kadir
Mohamad, melalui perantara Abdul Kadir Ganiem. Keduanya
memenangkan lelang, 15 Oktober 1980, dengan pembayaran sebesar
Rp 300 juta. Mary membayar Rp 200 juta dan mendapatkan hak dua
pertiga dari hotel itu. Sementara Abdul Kadir Mohamad yang
diwakili saudaranya, Awa,b Mohamad alias Awab Martak,
mendapatkan sisanya. Kedua pihak memakai jasa Pengacara Gunawan
Suyono--ketika itu Ketua Cabang Peradin Bandung--sedangkan Abdul
Kadir Ganiem bertindak sebagai perantara mengurus pembelian
hotel.
Semuanya berjalan lancar. Sampai Mary Chandra Bharwani
menyodorkan daftar pengeluaran sebesar Rp 62 juta lebih kepada
Awab Martak, 30 Oktober 1980, sebagai biaya untuk memenangkan
lelang hotel itu. Sebagian uang itu menurut Mary diserahkannya
kepada Abdul Kadir Ganiem, Rp 12,5 juta untuk Achmad Cardas dan
Rp 500.000 untuk menyuap seorang oknum di Mahkamah Agung. "Saya
semula menolak daftar itu, sebab menurut saya tidak masuk akal
dan dibesar-besarkan," ujar Awab Martak yang mewakili Abdul
Kadir Mohamad.
Namun pengeluaran-pengeluaran itu ternyata sepersetujuan Gunawan
Suyono. Dan, "saya diancam tidak akan mendapatkan bagian apa-apa
kalau tidak menyetujui pengeluaran itu," kata Awal Martak. Sebab
itu, katanya, ia terpaksa membayar sepertiga dari pengeluaran
itu dan menandatangani surat pelunasan di kantor Gunawan
Suyono.
Tetapi, belakangan Awab Martak menggugat ke Pengadilan Negeri
Bandung, karena merasa tertipu oleh pihak Mary Chandra dan
Gunawan Suyono Dalam gugatannya, 20 Oktober lalu, Awab Martak
tak lupa menyebutkan pula adanya biaya-biaya "siluman" untuk
Achmad Cardas dan oknum Mahkamah Agung.
Gugatan Awab Martak tersebut mengundang Mahkamah Agung dan
Departemen Kehakiman untuk mengusut tindakan penyuapan di
Pengadilan Negeri Bandung itu. Ketua Pengadilan Negeri Bandung
dah mengirimkan laporannya kepada Irjen Departemen Kehakiman
dan Mahkamah Agung. Isinya: diakui ada penerimaan uang itu tapi
itu untuk biaya lelang. "Itu tidak mungkin--masak biaya lelang
sebesar itu?" ujar seorang pejabat Departemen Kehakiman. Sebab
itu, pekan lalu tim Irjen Depkeh ikut mengusut kasus itu ke
Bandung.
Achmad Carda, yang dituduh menerima suap, tidak banyak
komentar. "Saya tidak pernah menerima uang sebesar itu," kata
Panitera Kepala Urusan Perdata Pengadilan Negeri Bandung itu.
Ketua Pengadilan, Soedarko, hanya menjanjikan akan meneliti
kasus itu.
Sementara Gunawan Suyono membenarkan ada membuat perincian biaya
dan kepada siapa diberikan untukmembereskan urusan Hotel Swarha.
Tapi, "saya tidak tahu apakah uang itu memang sampai kepada
orang yang tertulis di akta itu atau tidak," ujar Gunawn. Semua
pembayaran, kata Gunawan dilakukan Abdul Kadir Ganiem yang
bertindak sebagai perantara. Tentang biaya untuk Mahkamah Agung,
Rp 500.000, menurut Gunawan bukan untuk menyuap. "Biaya itu
untuk ongkos jalan, penginapan saya--biasa pengacara begitu,"
ujar Gunawan.
Mary Chandra tetap yakin telah mengeluarkan biaya-biaya sebanyak
yang ditulis dalam daftar yang dibuat Gunawan. "Masak saya mau
menipu uang yang saya keluarkan sendiri?" kata Mary Chandra.
Namun ia juga tidak habis pikir, kenapa Gunawan menyetujui
biaya-biaya itu. "Saya kan pedagang, tidak tahu hukum," katanya.
Cerita sebenarnya tentang suap-menyuap itu masih menunggu hasil
pemeriksaan yang berwajib. Bila terbukti benar, maka apa yang
selama ini diperbincangkan orang tentang peranan pengacara dalam
apa yang disebut mafia peradilan, akan memperoleh bukti baru.
Sama halnya dengan cerita yang hendak dibuktikan di Pengadilan
Negeri Cianjur (lihat box).
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini