Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Mafia Peradilan, Mungkin Bukti Baru

Lelang hotel Swarha, Bandung, berbuntut panjang, 2 pemenang lelang, Mary Chandra dan Abdul Kadir Mohamad bersengketa dan mengungkapkan adanya uang suap untuk panitera, juga oknum Mahkamah Agung.

7 November 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTENGKARAN antara dua orang pemenang lelang Hotel Swarha (Bandung), Abdul Kadir Mohamad dan Mary Chandra Bharwani, mengungkapkan sesuatu: Ada uang suap untuk panitera Pengadilan Negeri Bandung, Achmad Cardas, sebesar Rp 12,5 juta yang disebutkan sebagai biaya memenangkan lelang hotel tersebut. Uang "siluman" itu, menurut Abdul Kadir sendiri, diserahkan sepengetahuan Pengacara Gunawan Suyono, yang sekarang menjabat Wakil Ketua IV pimpinan pusat organisasi advokat (DPP Peradin). Kasus yang mengingatkan orang akan "mafia peradilan" ini, bermula ketika hotel bertingkat empat di Jalan Masjid Agung itu diumumkan Pengadilan Negeri Bandung akan dilelang 2 November 1977. Pelelangan hotel berkamar 36 dan 7 buah toko di lantai bawahnya tersebut akibat sengketa antara para ahliwaris pemilik hotel sebelumnya. Salah seorang pemilik toko di hotel itu, Mary Chandra Bharwani, mendapatkan partner seorang pedagang dari Surabaya, Abdul Kadir Mohamad, melalui perantara Abdul Kadir Ganiem. Keduanya memenangkan lelang, 15 Oktober 1980, dengan pembayaran sebesar Rp 300 juta. Mary membayar Rp 200 juta dan mendapatkan hak dua pertiga dari hotel itu. Sementara Abdul Kadir Mohamad yang diwakili saudaranya, Awa,b Mohamad alias Awab Martak, mendapatkan sisanya. Kedua pihak memakai jasa Pengacara Gunawan Suyono--ketika itu Ketua Cabang Peradin Bandung--sedangkan Abdul Kadir Ganiem bertindak sebagai perantara mengurus pembelian hotel. Semuanya berjalan lancar. Sampai Mary Chandra Bharwani menyodorkan daftar pengeluaran sebesar Rp 62 juta lebih kepada Awab Martak, 30 Oktober 1980, sebagai biaya untuk memenangkan lelang hotel itu. Sebagian uang itu menurut Mary diserahkannya kepada Abdul Kadir Ganiem, Rp 12,5 juta untuk Achmad Cardas dan Rp 500.000 untuk menyuap seorang oknum di Mahkamah Agung. "Saya semula menolak daftar itu, sebab menurut saya tidak masuk akal dan dibesar-besarkan," ujar Awab Martak yang mewakili Abdul Kadir Mohamad. Namun pengeluaran-pengeluaran itu ternyata sepersetujuan Gunawan Suyono. Dan, "saya diancam tidak akan mendapatkan bagian apa-apa kalau tidak menyetujui pengeluaran itu," kata Awal Martak. Sebab itu, katanya, ia terpaksa membayar sepertiga dari pengeluaran itu dan menandatangani surat pelunasan di kantor Gunawan Suyono. Tetapi, belakangan Awab Martak menggugat ke Pengadilan Negeri Bandung, karena merasa tertipu oleh pihak Mary Chandra dan Gunawan Suyono Dalam gugatannya, 20 Oktober lalu, Awab Martak tak lupa menyebutkan pula adanya biaya-biaya "siluman" untuk Achmad Cardas dan oknum Mahkamah Agung. Gugatan Awab Martak tersebut mengundang Mahkamah Agung dan Departemen Kehakiman untuk mengusut tindakan penyuapan di Pengadilan Negeri Bandung itu. Ketua Pengadilan Negeri Bandung dah mengirimkan laporannya kepada Irjen Departemen Kehakiman dan Mahkamah Agung. Isinya: diakui ada penerimaan uang itu tapi itu untuk biaya lelang. "Itu tidak mungkin--masak biaya lelang sebesar itu?" ujar seorang pejabat Departemen Kehakiman. Sebab itu, pekan lalu tim Irjen Depkeh ikut mengusut kasus itu ke Bandung. Achmad Carda, yang dituduh menerima suap, tidak banyak komentar. "Saya tidak pernah menerima uang sebesar itu," kata Panitera Kepala Urusan Perdata Pengadilan Negeri Bandung itu. Ketua Pengadilan, Soedarko, hanya menjanjikan akan meneliti kasus itu. Sementara Gunawan Suyono membenarkan ada membuat perincian biaya dan kepada siapa diberikan untukmembereskan urusan Hotel Swarha. Tapi, "saya tidak tahu apakah uang itu memang sampai kepada orang yang tertulis di akta itu atau tidak," ujar Gunawn. Semua pembayaran, kata Gunawan dilakukan Abdul Kadir Ganiem yang bertindak sebagai perantara. Tentang biaya untuk Mahkamah Agung, Rp 500.000, menurut Gunawan bukan untuk menyuap. "Biaya itu untuk ongkos jalan, penginapan saya--biasa pengacara begitu," ujar Gunawan. Mary Chandra tetap yakin telah mengeluarkan biaya-biaya sebanyak yang ditulis dalam daftar yang dibuat Gunawan. "Masak saya mau menipu uang yang saya keluarkan sendiri?" kata Mary Chandra. Namun ia juga tidak habis pikir, kenapa Gunawan menyetujui biaya-biaya itu. "Saya kan pedagang, tidak tahu hukum," katanya. Cerita sebenarnya tentang suap-menyuap itu masih menunggu hasil pemeriksaan yang berwajib. Bila terbukti benar, maka apa yang selama ini diperbincangkan orang tentang peranan pengacara dalam apa yang disebut mafia peradilan, akan memperoleh bukti baru. Sama halnya dengan cerita yang hendak dibuktikan di Pengadilan Negeri Cianjur (lihat box).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus