Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Main Anggaran Petinggi PKB

Terpidana kasus suap proyek infrastruktur Musa Zainuddin menyeret Muhaimin Iskandar dalam pusaran perkara yang membelitnya. Selain dituding menerima duit, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa itu disebut berupaya menggagalkan permohonan justice collaborator kadernya tersebut.

19 Oktober 2019 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Musa Zainuddin menjalani sidang putusan kasus suap proyek jalan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pemeriksaan di Ruang Pembinaan Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, itu berlangsung hampir enam jam. Ada tiga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dan terpidana Musa Zainuddin di ruangan seluas 2,5 x 5 meter tersebut. Nasi ayam bakar menemani pertemuan mereka. Awal Oktober lalu, tiga penyidik tersebut memeriksa Musa. “Saya diperiksa atas surat permohonan sebagai justice collaborator,” kata Musa kepada Tempo.

Musa menjalani hukuman selama sembilan tahun karena terbukti menerima suap sebesar Rp 7 miliar untuk meloloskan proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Mantan anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat dari Partai Kebangkitan Bangsa itu ditahan sejak Februari 2017. Uang tersebut berasal dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir, kontraktor yang mengincar proyek, yang lebih dulu dihukum Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.

Musa mengatakan penyidik ingin mengkonfirmasi surat permohonan menjadi justice collaborator yang diajukan pada sekitar Juli lalu. Ia juga membuka kronologi aliran dana suap Rp 7 miliar yang selama ini tak terungkap di pengadilan dan pemeriksaan. Belakangan, Musa mengaku duit suap itu tidak ia nikmati sendiri, tapi mengalir ke sejumlah koleganya di Partai Kebangkitan Bangsa.

Berbeda dengan keterangan di persidangan, aliran dana suap dari Abdul Khoir ternyata tak berhenti di tangan Musa. Surat justice collaborator Musa yang diperoleh Tempo menyebutkan sebagian besar uang dari para pengusaha itu diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB Jazilul Fawaid. Jumlahnya jauh lebih besar dari uang yang ia terima, yakni Rp 6 miliar. “Yang di tangan saya cuma Rp 1 miliar,” ujar Musa.

Musa mengaku menutupi peran para koleganya lantaran menerima instruksi dari dua petinggi partai. Keduanya menekan Musa agar menutupi keterkaitan uang itu dengan para petinggi PKB. Mereka mengatakan Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar berpesan agar kasus suap itu berhenti di Musa. “Saya diminta berbohong dengan tidak mengungkap peristiwa sebenarnya,” ucap Musa. Cak Imin—panggilan akrab Muhaimin—kini menjabat Wakil Ketua DPR.

Tekanan itu kembali datang tak lama setelah Musa mengajukan surat justice collaborator. Musa mengingat peristiwa itu terjadi saat bulan puasa tahun 2019. Seorang pengurus PKB menemuinya di dalam LP Sukamiskin. Ia heran. Kehadiran pengurus PKB itu hanya berselang beberapa hari setelah Musa mengajukan surat justice collaborator. Dalam pertemuan itu, pria ini mengaku diutus Muhaimin Iskandar menyampaikan pesan agar Musa membatalkan surat permohonan justice collaborator.

Tekanan lain muncul justru dari kalangan kiai. Sekitar dua bulan lalu, Musa menerima KH Abdul Ghofur di dalam penjara. Kiai Ghofur adalah pemilik sekolah di kawasan Cakung, Jakarta Timur. Ia menjabat anggota Dewan Syura PKB. Kepada Musa, Ghofur mengaku diutus trio Muhaimin Iskandar, Jazilul Fawaid, dan Helmy Faishal Zaini. Kiai Ghofur berkunjung sambil ditemani putranya.

Permohonan untuk menarik surat jus-tice collaborator juga muncul dalam pertemuan tersebut. Kiai Ghofur bahkan sempat memohon kepada Musa untuk menarik kembali surat permohonan itu. Ia berharap kasus yang menjerat Musa dan ditariknya surat itu tak menimbulkan kegaduhan di tubuh partai berlogo sembilan bintang tersebut.

Kiai Ghofur mengaku menemui Musa di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin beberapa bulan lalu. Saat itu, dia mengatakan ingin mengunjungi dan “mengobati” hati Musa dengan mengajaknya berzikir dan bertobat. Namun Kiai Ghofur membantah anggapan bahwa pertemuan itu terjadi atas perintah Muhaimin, Jazilul, dan Helmy. “Saya juga tak meminta dia menarik surat permohonan menjadi justice collaborator,” kata Kiai Ghofur saat ditemui di rumahnya di Cakung, Jumat, 18 Oktober lalu.

Kiai Ghofur juga mengaku menyerahkan uang Rp 30 juta kepada Musa. Uang itu titipan para petinggi PKB untuk memenuhi kebutuhan Musa selama di penjara. Proses serah-terima itu disertai tanda bukti di atas kertas. Seorang penyidik menyebutkan uang itu beserta tanda bukti penyerahan telah disita KPK.

Komisi antikorupsi juga menyita video rekaman kamera pengintai atau CCTV saat Ghofur datang ke LP Sukamiskin. Musa juga menyerahkan uang yang diberikan Ghofur kepada KPK. Namun jumlah uang tak utuh lagi saat diterima komisi antikorupsi. Penyidik menghitung sisa uang ting-gal Rp 29.700.000. “Saya ambil Rp 300 ribu untuk biaya jalan tol dan lain-lain saat ke Bandung,” ucap Kiai Ghofur, tersenyum. Ia kini merasa kesal karena Musa melaporkan soal uang itu ke KPK. “Kalau tahu begini, mending saya sumbang ke tempat lain saja,” ujarnya.

Helmy Faishal Zaini setelah menjalani peme­riksaan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 30 September 2019./ TEMPO/Imam Sukamto

SURAT permohonan justice collaborator itu berisi empat lembar kronologi suap proyek infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat di Maluku dan Maluku Utara tahun anggaran 2016. Mendarat di meja pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi pada akhir Juli lalu, surat itu dikirim oleh mantan anggota Komisi Infrastruktur Dewan Perwakilan Rakyat, Musa Zainuddin, yang juga terpidana kasus tersebut.

Musa berharap menjadi justice collaborator akan meringankan hukuman penjaranya. Surat mengungkap dugaan keterlibatan sejumlah petinggi Partai Kebangkitan Bangsa, dari merancang proyek hingga menerima suap. “Iya, itu surat yang saya bikin,” ujar Musa saat Tempo mengkonfirmasi surat tersebut.

Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku sudah menerima surat permohonan menjadi justice collaborator dari Musa Zainuddin. Penyelidik, kata dia, sedang mendalami keterangan surat tersebut untuk keperluan pengembangan penyidikan. “Ya, suratnya seperti itu,” ujarnya kepada Tempo saat menunjukkan salinan surat tersebut, awal September lalu.

Agus mengatakan belum bisa berkomentar ihwal dikabulkan atau tidaknya -permohonan tersebut. Menurut dia, mekanisme justice collaborator lazim dipakai untuk meringankan hukuman tersangka pada saat proses penyidikan. KPK mengurangi ancaman tuntutan penjara jika tersangka mau mengungkap keterlibatan pelaku korupsi yang terkoneksi dengan kasus mereka.

Dalam surat permohonan justice collaborator itu, Musa menceritakan suap yang menjeratnya bermula pada 2015. Saat itu, ia diminta menemui Ketua Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Helmy Faishal Zaini. Helmy menyampaikan pesan dari Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar untuk mengangkat Musa sebagai Ketua Kelompok Fraksi PKB di Komisi Infrastruktur DPR. Helmy juga meminta Musa mematuhi kebijakan partai, termasuk mengamankan jatah anggaran PKB yang dibahas Komisi V, yang membidangi infrastruktur.

Setelah mendapat instruksi, Musa diminta menghadap Sekretaris Fraksi PKB Jazilul Fawaid. Kala itu, Jazilul juga menjabat Wakil Ketua Badan Anggaran DPR. Dalam pertemuan itu, Jazilul mengatakan Badan Anggaran tengah membahas dana tambah-an optimalisasi untuk keperluan pembangunan proyek infrastruktur di sejumlah daerah. Jazilul juga meminta Musa “mengamankan” proyek yang menjadi jatah PKB.

Muhaimin Iskandar (kanan) dalam sidang pari­purna pelantikan anggota DPR/DPD/MPR periode 2019-2024 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

Setelah anggaran diketuk, Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir menemui Musa. Abdul Khoir mengaku tertarik menggarap proyek pembangunan jalan Taniwel-Saleman, Maluku, senilai Rp 56 miliar. Adapun proyek rekonstruksi Piru-Waisala, Maluku Utara, senilai Rp 52 miliar akan digarap rekannya, So Kok Seng alias Aseng, yang menjabat Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa. Keduanya disebut sebagai proyek yang menjadi jatah PKB.

Untuk kedua proyek tersebut, Khoir menjanjikan komisi sebesar Rp 7 miliar. Dalam fakta sidang terungkap Rp 4,48 miliar berasal dari Khoir dan Rp 3,52 miliar dari Aseng. Uang tersebut diserahkan melalui dua orang kepercayaan Musa bernama Jailani dan Mutaqin. Uang yang disimpan dalam dua ransel hitam itu lalu ditaruh di kamar tidur Musa. Fakta persidangan yang menjerat Musa terputus hanya pada peristiwa penyerahan di rumahnya.

Surat justice collaborator Musa mengungkap keterangan baru. Berselang sehari setelah menerima uang Rp 7 miliar, Musa mengaku mengontak Jazilul agar mengambil uang tersebut. Hari itu juga Jazilul menyambangi kediaman Musa di kompleks rumah dinas DPR sekitar pukul 10.00. Rp 6 miliar dari uang suap kemudian berpindah tangan. Musa meminta Mutaqin membawakan kedua ransel berisi uang dari dalam kamar ke mobil Jazilul.

Kepada Tempo, Musa mengatakan penyerahan uang itu merupakan respons atas percakapan bersama Jazilul beberapa bulan sebelumnya. Saat itu, Jazilul mengatakan Muhaimin Iskandar sedang membutuhkan logistik untuk mendorong kader PKB agar maju dalam bursa calon Gubernur Jawa Timur. Nama yang sedang digadang-gadang saat itu adalah kerabat Muhaimin.

Setelah menyerahkan uang kepada Jazilul, Musa mengaku langsung menelepon Helmy Faishal Zaini. Ia meminta Helmy menyampaikan pesan kepada Muhaimin bahwa ada uang Rp 6 miliar yang sudah diserahkan lewat Jazilul. Uang itu merupakan imbalan proyek-proyek jatah PKB di Komisi Infrastruktur.

Tempo menemui Mutaqin, salah satu bekas orang kepercayaan Musa, di Bandar Lampung, Kamis, 17 Oktober lalu. Ia menceritakan sebagian kecil peristiwa pada hari itu, tapi menolak dikutip. KPK sudah memeriksa Mutaqin dalam kasus suap yang menjerat Musa.

Juru bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan KPK sudah mengantongi keterangan Mutaqin saat pemeriksaan pada pertengahan Agustus lalu. Komisi antikorupsi juga tengah menelusuri keterangan sejumlah saksi untuk keperluan penyidikan. Gerak cepat KPK terlihat ketika nama-nama yang disebut Musa dalam surat justice collaborator diminta menghadap penyidik.

Penyelidik sudah memeriksa lima petinggi PKB, di antaranya Helmy Faishal Zaini dan Jazilul Fawaid pada 30 September lalu. Menurut Febri, keterangan mereka diperlukan untuk pengembangan penyidikan perkara. KPK hingga kini belum bisa menentukan apakah surat justice collaborator Musa dan keterangan para saksi lain sudah bisa naik status ke tahap penyidikan. “Masih kami dalami,” ucapnya, Rabu, 9 Oktober lalu.

Helmy Faishal Zaini membantah keterangan Musa setelah diperiksa di KPK pada 30 September lalu. Menurut dia, pengurus partai tidak pernah menginstruksikan Musa mengawal proyek tertentu. Penyidik, kata dia, meminta penjelasan ihwal perannya dalam perkara suap yang menjerat Musa, termasuk kedekatannya dengan sejumlah pengusaha lain yang ikut terjerat dalam kasus tersebut. “Semua keterangan sudah saya sampaikan ke KPK,” ujar Helmy saat itu.

Tempo berkali-kali mencoba menemui Muhaimin Iskandar dalam dua pekan belakangan. Ia memilih irit berbicara. Pria yang kini ingin disapa Gus AMI ini enggan menanggapi surat justice collaborator Musa Zainuddin. “Tanya Jazilul saja,” kata Wakil Ketua DPR itu. Menurut dia, kasus ini sudah dirapatkan dalam rapat PKB. Orang-orang yang disebut Musa sudah dimintai keterangan. Hasil gelar perkara di lingkup internal partai berujung pada kesimpulan bahwa kasus ini tidak bakal menyeret dirinya. “Tidak ada sangkut-pautnya dengan ketua umum,” tutur Muhaimin.

Jazilul Fawaid bersikap sama. Politikus PKB yang kini menjabat Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat itu memilih bungkam. Ia meminta keterangan seputar tuduhan itu ditanyakan kepada pimpinan KPK. “Tanyanya sama sana saja,” katanya saat ditemui di sela roadshow pimpinan MPR ke berbagai tokoh, Rabu, 16 Oktober lalu.

RIKY FERDIANTO, MUSTAFA SILALAHI, LINDA TRIANITA, HUSSEIN ABRI DONGORAN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Riky Ferdianto

Riky Ferdianto

Alumni Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada. Memulai karier jurnalistik di Tempo pada 2006. Banyak meliput isu hukum, politik, dan kriminalitas. Aktif di Aliansi Jurnalis Independen.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus