Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Percakapan di grup Whats-App Unggas Lokal Indo-nesia ramai sejak pertengahan September lalu. Grup ini berisi sejumlah pejabat sektor peternakan di Kementerian Pertanian, pengusaha ternak unggas, asosiasi peternak, akademikus, juga politikus.
Ketika itu, salah satu anggota grup, Ade M. Zulkarnain, mempertanyakan lelang ulang pengadaan ayam, pakan, dan obat-obatan untuk program Bedah Kemiskinan Rakyat Sejahtera (Bekerja) di Pasaman dan Pasaman Barat, Sumatera Barat. “Kabarnya, sebelum ada keputusan lelang untuk Sumbar diulang, ada ‘pendekatan’ untuk tidak diulang,” kata Ade, Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli), dalam percakapan grup tersebut.
Bekerja adalah program bantuan ayam dari Kementerian Pertanian untuk rumah tangga miskin di sejumlah daerah. Setiap rumah tangga miskin mendapat 50 ayam yang diharapkan mampu bertelur 50 butir per hari. Anggaran Bekerja mencapai Rp 989 miliar pada tahun lalu dan Rp 1,3 triliun pada tahun ini. Kementerian menganggarkan duit itu ke empat satuan, yakni Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, serta Badan Ketahanan Pangan.
Ade kemudian mengunggah pesan terusan yang ditengarai sebagai “pendekatan” agar lelang tidak diulang. Perkara lelang ulang ini terjadi setelah CV Puteri Balqis mengikuti lelang pengadaan dua paket bantuan ayam dalam program Bekerja pada Juli 2019. Mardefli, yang berdomisili di Padang, mendaftarkan Puteri Balqis mengikuti tender untuk dua paket pengadaan, yaitu program Bekerja di Pasaman dan Pasaman Barat.
Mardefli, yang lebih dikenal sebagai Ujang, menyodorkan harga penawaran Rp 24,5 miliar untuk pengadaan sekitar 515 ribu ayam lengkap dengan kandang dan obat. Puteri Balqis menjadi satu-satunya peserta tender.
Saat pengumuman hasil tender, pelaksana menyatakan dokumen lelang Puteri Balqis tidak lengkap. Di Pasaman Barat, Puteri Balqis dianggap belum mencantumkan jadwal pelaksanaan pengadaan. Adapun di Pasaman, perusahaan yang disokong asosiasi peternak lokal itu belum melampirkan metode pengadaan. “Saya sanggah datanya ke Satuan Kerja Balai Pembibitan Ternak Unggul Hijauan Pakan Ternak Padang Mangatas,” ujar Ujang. Sanggahan itu tidak mempan. Kementerian Pertanian tetap mengulang lelang.
Tak lama setelah itulah muncul pesan penawaran lelang di Sumatera Barat tidak perlu diulang. Persis pesan terusan yang diunggah Ade Zulkarnain.
Rupanya, sang pengirim pesan adalah Putut Eko Wibowo, Kepala Subbagian Tata Usaha Direktorat Kesehatan Hewan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian. Putut menjelaskan, dia mengirim pesan tersebut agar program di Pasaman dan Pasaman Barat segera berjalan. “Kami memang awalnya tidak mau lelang ulang,” ucap Putut saat dihubungi, Jumat, 18 Oktober lalu.
Putut mengirim pesan kepada Ade karena setahu dia Ketua Umum Himpuli tersebut menjadi penyuplai bibit ayam usia satu hari (day old chicken/DOC) untuk Puteri Balqis. Menurut Putut, Puteri Balqis memang belum memasukkan dua dokumen, yaitu metodologi pengadaan dan jadwal pelaksanaan. “Sudah kami cek ke LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah),” kata Putut. “Dua dokumen itu belum terunggah oleh Puteri Balqis.”
Tender akhirnya diulang. Ujang ikut lagi dan mengajukan dokumen penawaran pada 12 September. Di portal Layanan Pengadaan Secara Elektronik Kementerian Pertanian, lelang ulang menjadi satu di Paket Konsolidasi Pengadaan Ayam, Pakan, dan Obat-Obatan Program #Bekerja (7 Satuan Kerja) dengan pagu Rp 168,6 miliar.
Kali ini Ujang menawarkan harga Rp 24,8 miliar, naik Rp 300 juta dari tawaran awal. Sebab, dia menghitung bakal kena denda keterlambatan. Puteri Balqis kalah dalam lelang ulang itu. Pemenangnya PT Annisa Bintang Blitar.
Dalam pengumuman pemenang lelang yang dipegang Ujang, Annisa menang dengan penawaran Rp 23,9 miliar. “Belum rezeki saya,” tuturnya.
Bekerja adalah program bantuan ayam dari Kementerian Pertanian untuk rumah tangga miskin di sejumlah daerah. Setiap rumah tangga miskin mendapat 50 ayam yang diharapkan mampu bertelur 50 butir per hari.
GARA-GARA unggahan tentang lelang ulang untuk program Bekerja, grup Unggas Lokal Indonesia, yang hangat sejak awal tahun ini, makin ramai. Percakapan di grup ini pun memanas akibat perdebatan mengenai digunakannya ayam joper alias Jowo super—persilangan ayam kampung dan ayam ras—untuk memenuhi kebutuhan program Bekerja yang mencapai 10 juta ekor pada 2018 dan 20 juta ekor pada 2019.
Tahun lalu, Kementerian Pertanian menggelontorkan 10 juta ayam untuk 200 ribu rumah tangga miskin lewat program Bekerja. Tahun ini, jumlah bantuan menjadi 20 juta ayam untuk 400 ribu rumah tangga miskin. Menurut Ade Zulkarnain, jor-joran penggelontoran ayam joper ini mengancam keberadaan ayam kampung. “Kalau saya, pro ayam kampung,” kata Mindo Sianipar, politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang juga menjadi anggota grup WhatsApp itu.
Kementerian, menurut Mindo, menggunakan semua anggaran untuk pengadaan ayam. Padahal pasokan ayam kampung petelur tidak sebanyak itu. PT Sumbar Unggas Indonesia, perusahaan terbesar pemasok bayi ayam kampung petelur DOC yang juga pemegang lisensi ayam kampung unggul Balitbangtan (KUB), misalnya, hanya sanggup menyuplai 3 juta ayam pada 2018 dan 6 juta pada 2019.
Menurut Ade, ayam joper yang turut dibagikan dalam program Bekerja belum mendapat sertifikat pelepasan galur. Tanpa sertifikat, keberadaannya praktis masih ilegal. Ditemui di Tangerang Selatan, Banten, Selasa, 1 Oktober lalu, Ade membenarkan ada perdebatan keras di grup tersebut. “Ini sama saja pemerintah melegitimasi peredaran ayam yang masih ilegal,” tuturnya.
Ade menyinggung soal keberadaan sejumlah peraturan Menteri Pertanian yang menjamin pemurnian bibit ternak. Agar bibit dapat disebarluaskan, dia menerangkan, harus ada pelepasan galur dulu oleh pemerintah. “Kalau peternak kecil yang memperjualbelikan ayam joper, tidak ada masalah. Kami tutup mata. Tapi ini pemerintah yang turun tangan sendiri.”
Sekitar 70 persen ayam yang dibagikan dalam program Bekerja, Ade menambahkan, adalah joper. Dia yakin akan hal itu lantaran peternak ayam lokal alias ayam kampung hanya sanggup menyuplai 6 juta ekor pada 2019 dari 20 juta yang akan dibagikan pada tahun ini. “Joper ini digunakan untuk menutup target penyaluran saja,” ujar Ade.
Catatan lain adalah belum optimalnya tata kelola pelaksanaan dan pelaporan program Bekerja oleh setiap penanggung jawab di provinsi. Belum lagi soal ketidaksinkronan antara penyaluran ayam dan kesiapan kandang.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Ketut Diarmita membantah anggapan bahwa joper akan menghancurkan bibit dan memunahkan ayam kampung. Menurut dia, pemerintah harus mencari jenis ayam lain untuk memenuhi kebutuhan program Bekerja. Diarmita menghitung, ayam KUB tidak bisa memenuhi kebutuhan. “Bantuan ini ada ayam pedaging, ada petelur,” ucapnya, Jumat, 18 Oktober lalu.
KHAIRUL ANAM
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo