SEGEPOK oleh-oleh sempat dibawa Yuni (bukan nama asli) saat pulang dari Arab Saudi. Tapi, ada satu oleh-oleh yang tak mungkin dibagikan kepada orang lain: janin dalam perutnya. Dua pekan setelah Yuni kembali ke Bantul, Yogyakarta, si jabang bayi lahir. Ini membuat sang kakek, Somodarsono, kalang kabut. "Tak sudi saya punya cucu gelap -- hasil hubungan dengan orang asing lagi," kata Somo, 50, yang tinggal di Desa Kweni. Tukul, bekas suami Yuni yang ingin rujuk kembali, ikut tak senang. Mereka jadi mata gelap: sepakat menghabisi si bayi. Suatu malam mereka menjemput bayi itu dari rumah bidan. Bayi perempuan berhidung mancung berambut keriting itu dicekik sampai mati, dan dilempar ke sungai. Keesokan harinya, mayat bayi yang terbungkus handuk itu ditemukan orang di Trisik, sekitar 20 kilometer dari Bantul. Somo dan Tukul pun ditangkap. Keduanya kini ditahan di Polres Bantul. Dalam rekonstruksi yang dilakukan belum lama ini, diketahui bahwa yang men cekik dan melemparkan ke sungai adalah Somo sendiri. Tukul hanya mengantar de ngan sepeda motornya. "Keduanya sudah berterus terang mengaku sebagai yang bertanggung jawab. Somo dengan alasan supaya tidak menanggung malu, sedangkan Tukul agar segera bisa mengawini Yuni kembali," kata sumber di Polres itu. Yuni, 25, menjad TKW terhitung sejak September 1984. Ia dikontrak untuk jang ka waktu dua tahun dengan gaji Rp 180 ribu sebulan. Tuannya seorang saudagar kaya yang tinggal di Riyadh. Ibu dua anak itu, ketika itu, nekat pergi ke Arab Saudi bukan semata karena desakan ekonomi. Ayahnya, Somo, cukup berada menurut ukuran kampung. Ia punya setengah hektar sawah, dan usahanya sebagai pengijon cukup pula mendatangkan rupiah. "Saya ingin melupakan kepahitan rumah tangga," tutur Yuni, yang bertubuh padat lagi seksi itu. Waktu itu, ia baru saja diceraikan oleh Tukul. Maka, begitu ada kesempatan, ia mendaftar menjadi TKW dan tak lama kemudian ia sudah berada di Riyadh. Pada hari-hari pertama dia merasa kerasan, terutama, karena punya penghasilan besar. Di Tanah Air, mana ada pekerja ijazah SD saja tak punya bisa bergaji Rp 180 ribu sebulan? Lama-kelamaan, Yuni merasa tak betah. Ia merasa tenaganya diperas. Di tengah malam, katanya, anak majikannya bernama Syulchan, 17, enak saja masuk ke kamarnya dan minta dipijat. Kalau lagi mandi, Yuni juga sering diintip. Suatu siang, dengan paksa Yuni disuruh meladeni nafsu anak majikannya. Dia memberontak dan menjerit. Tak ada yang menolong, karena di rumah yang bertembok tinggi itu kebetulan sedang tak ada orang lain lagi. Celakanya, kata Yuni kepada Aries Margono dari TEMPO, majikannya tak percaya ketika dilapori bahwa anaknya telah memaksanya berbuat tak senonoh. Yuni akhirnya terbiasa juga dengan kenakalan si anak majikan. Terutama setelah ia dijanjikan akan dikawini. "Nyatanya, gombal," kata Yuni. Sang majikan baru kaget setelah perut Yuni kian besar saja. Mereka jelas merasa ketakutan, sebab di Arab sana berlaku hukum yang sangat keras bagi pezina. Si pelaku akan dihukum cambuk atau dirajam. Jalan keluarnya, Yuni dibelikan tiket dan disuruh pulang. Ia juga diberi semacam uang ganti rugi yang lumayan besarnya. Tapi Yuni mengaku tak tahu bahwa ayahnya dan bekas suaminya, merencanakan mengenyahkan "oleh-oleh"nya dari Saudi. "Bapak bilang, anak saya mau dititipkan pada kenalannya di Yogya. Sungguh, sebagai ibu, saya tidak menginginkan bayi itu mati," katanya. Somo sendiri masih tegar dengan pendiriannya. "Secara lahiriah, anak Yuni itu memang cucu saya. Tapi secara batiniah, bukan. Pokoknya, saya tidak menyesal," begitu kabarnya ia berkata kepada pemeriksa. Ampun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini