Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
LIMA bulan mendekam di ruang tahanan tak membuat Izedrik Emir Moeis mengendurkan bantahan. Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu terus menyangkal dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi bahwa dia menerima hadiah haram bernilai miliaran rupiah. Melalui pengacara Sugeng Teguh Santoso, Emir malah menantang jaksa. "Di persidangan, kami akan perang habis-habisan," kata Sugeng setelah menemui Emir di Rumah Tahanan Guntur, Jakarta Selatan, Selasa pekan lalu.
Emir juga menuduh sejumlah saksi kunci yang menyudutkan dirinya berbohong. Dia antara lain menunjuk Pirooz M. Sharafi, warga Amerika Serikat yang mengirimi Emir dana US$ 424 ribu. "Dia bisa-bisanya menjual nama saya," ujar Emir. Ia pun mengancam akan melaporkan "makelar proyek" keturunan Iran itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi.
Bukan kali ini saja Emir membantah terlibat korupsi proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Tarahan, Lampung, yang membelit dirinya. Tak lama setelah menjadi tersangka pada Juli tahun lalu, kepada Tempo, Emir juga telah menyangkal menerima uang dari pemenang proyek: konsorsium Alstom Power Incorporation dan Marubeni Corporation. "Sudah saya periksa, tak sepeser pun dana mereka masuk ke rekening saya," kata Emir kala itu.
Yang pasti, baru pada kasus PLTU Tarahan Emir terpeleset. Sebelumnya, bekas Ketua Komisi Keuangan dan Perbankan Dewan Perwakilan Rakyat itu bolak-balik diperiksa KPK dalam kasus lain. Yang heboh di media, misalnya, kasus suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Bank Indonesia dan korupsi Badan Anggaran DPR. Hanya dalam kasus-kasus itu Emir selalu lolos. Jangankan masuk bui, menjadi tersangka pun dia tidak.
Komisi antikorupsi mencium busuk proyek PLTU Tarahan ketika mengusut dugaan korupsi alih daya (outsourcing) proyek sistem informasi pelanggan di PLN Distribusi Jakarta Raya-Tangerang. Kasus pada 2004-2007 itu telah menyeret bekas Direktur Utama PLN Eddie Widiono ke penjara. Tapi Emir tak terkait langsung dalam pusaran kasus korupsi sistem informasi itu. Jejak hitam Emir justru terlacak lebih jelas dalam tender proyek PLTU Tarahan unit 3 dan 4 pada 2004.
Kepada Tempo, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengungkapkan pengusutan kasus Tarahan tergolong tertutup. Di lingkungan KPK pun hanya kalangan terbatas yang mengetahui detail penyelidikan itu. Yang pasti, kata Bambang, kasus Tarahan bukan karbitan. Kasus ini sudah diusut sejak KPK dipimpin Bibit S. Riyanto dan Chandra M. Hamzah pada 2009-2010.
Selain memeriksa 30-an saksi asal Indonesia, KPK telah memeriksa sejumlah warga negara asing. Itu bisa dilakukan berkat kerja sama KPK dengan penegak hukum di negara lain, seperti dengan Biro Penyelidik Federal (FBI) dari Amerika Serikat.
Pirooz Sharafi, misalnya, diperiksa di kantor FBI di Washington, DC, pada April 2013. Adapun David Rothschild, Vice Director Alstom Power Amerika, diperiksa di kantor Kejaksaan New Haven, Connecticut, Amerika, pada bulan yang sama. Penyidik KPK juga telah memeriksa dua pejabat Marubeni Corp, Junji Kusunoki dan Takashi Yamamoto, di kantor Kejaksaan Daerah Tokyo pada September 2013.
Dari keterangan saksi dan bukti komunikasi yang disita KPK, tergambar jelas bagaimana perusahaan multinasional itu melobi orang penting di Indonesia. Sejak awal para "menir" itu sadar betul, untuk menang proyek di Indonesia, mereka tak cukup hanya mengandalkan keunggulan teknologi dan harga yang bersaing. Lobi-lobi dan uang pelicin sangat menentukan. Masalahnya, mereka tak punya akses langsung kepada para penentu kebijakan di Indonesia.
Untuk menjajaki peluang, pada awal 2002, David Rothschild menemui Emir di kantornya, bersama Direktur Alstom Indonesia Eko Sulianto. Mereka meminta bantuan Emir memenangkan tender PLTU Tarahan. Kala itu, menurut cerita Rothschild kepada Pirooz, Emir melontarkan pertanyaan, "Apa keuntungan finansial yang bisa saya peroleh bila mau membantu?"
Alstom rupanya tak mau bermain belepotan. Seperti di negara lain, mereka mencari orang khusus untuk melobi orang seperti Emir di parlemen dan pejabat lain di pemerintahan. Rothschild lalu menghubungi Pirooz, pemilik Pacific Resources Incorporation, yang dia kenal sebagai broker dengan koneksi kuat di Indonesia. Belakangan, Rothschild tahu bahwa Pirooz mengenal Emir sejak kuliah di Massachusetts Institute of Technology, Boston, Amerika.
Rothschild pun membuat kesepakatan dengan Pirooz. Dia menjanjikan Pirooz komisi tiga persen jika konsorsium Alstom-Marubeni memenangi tender Tarahan. Disepakati pula uang komisi akan dibagi rata untuk Emir, Pirooz, dan Direktur Utama PLN saat itu, Eddie Widiono. Ketika diperiksa penyidik KPK, Emir dan Eddie membantah terlibat kesepakatan bagi-bagi komisi.
Setelah menggandeng Pirooz, komunikasi Alstom dengan Emir kian lancar. Petinggi Alstom beberapa kali bertemu dengan Emir di Indonesia, Amerika, dan Prancis. Pada Desember 2002, misalnya, Emir dan Pirooz bertemu dengan Rothschild dan William Pomponi (pengganti Rothschild) di Washington. Dari Amerika, Emir terbang ke Paris, Prancis. Di sana, ia disambut pejabat kantor pusat Alstom, antara lain Frederic Pierucci.
Kepada Tempo, Emir pernah mengiyakan pertemuan dengan orang Alstom di Amerika dan Prancis itu. Tapi dia membantah jika disebut membahas pemenangan konsorsium Alstom-Marubeni dalam pertemuan itu. Dia hanya mengaku diundang acara ramah tamah dan makan malam.
Dalam perjalanannya, sebagian petinggi PLN kurang sreg dengan gaya lobi Pirooz. Mereka meminta Pirooz diganti orang Indonesia yang dekat dengan salah satu petinggi perusahaan pelat merah itu. Alstom dan Marubeni pun setuju. Tapi mereka tetap berjanji membayar Pirooz satu persen dari nilai kontrak. Komitmen itu dicantumkan dalam kontrak "konsultasi" yang diteken pihak Alstom, Marubeni, dan Pacific Resources pada Maret 2003.
Pirooz lantas memberi tahu Emir soal pemutusan kontrak itu. Kepada penyidik KPK, Pirooz bercerita soal tanggapan Emir waktu itu. "Mengapa tak minta dua persen saja?" Jawaban Pirooz, dia telanjur menerima tawaran Alstom dan Marubeni. Toh, Pirooz memastikan bahwa Emir tetap menerima bagian: separuh dari satu persen itu.
Pada 16 Januari 2004, panitia lelang PLN mengumumkan konsorsium Alstom-Marubeni sebagai pemenang lelang proyek Tarahan. Alstom pun kebagian menggarap proyek senilai US$ 66,688 juta. Adapun Marubeni mendapat jatah US$ 50,593 juta dan Rp 8,917 miliar.
Sejalan dengan kemenangan Alstom, pada April 2005, anak lelaki Emir, Armand Omar Moeis, mengajak kawan kuliahnya di Universitas Indonesia mendirikan perusahaan: PT Artha Nusantara Utama. Yang diajak antara lain Zuliansyah Putra Zulkarnain, teman Armand yang juga staf ahli Emir di DPR. Tapi, dalam akta perusahaan, nama Armand malah tak tercantum. Zuliansyah dan kawan-kawanlah yang menjadi direktur dan komisaris perusahaan itu. Alasan Armand waktu itu, agar perusahaan tersebut tak dikait-kaitkan dengan posisi bapaknya.
Sekitar Mei 2005, di gedung DPR, Emir meminta Zuliansyah berkongsi dengan Pirooz Sharafi dalam bisnis batu bara di Kalimantan. Kendaraannya PT Artha Nusantara. Tapi Zuliansyah hanya diminta memfasilitasi pertemuan Pirooz dengan rekan-rekan Emir di Kalimantan. Adapun semua urusan administrasi, Emir yang akan mengurusi. Emir lalu mengenalkan Zuliansyah kepada Stephanie Marcella Waworuntu alias Fanni, Kepala Bagian Private Banking Bank Century. Kata Emir, Fanni yang akan mengurus detail kerja sama PT Artha Nusantara dengan Pirooz. Tapi bisnis batu bara itu tak pernah jalan.
Rupanya, Emir sedang menyiapkan wadah penampung uang dari Pirooz. Soalnya, sejak Juni 2005, Pirooz mulai menerima kucuran komisi yang dijanjikan Alstom dan Marubeni. Total komisi sekitar US$ 1,178 juta itu ditransfer melalui Bank JP Morgan Chase NYC dan Bank of New York ke rekening Pacific Resources di Sun Trust Bank, Orlando.
Dalam surat dakwaan jaksa terungkap, sebelum membagikan uang komisi, Pirooz memberi tahu Emir bahwa dia tak bisa mengirim uang langsung ke rekening pribadi Emir. Pirooz pun meminta Emir menyediakan sebuah perusahaan penampung. Agar transaksi tampak sah, menurut Pirooz, harus didasari kontrak kerja sama dan tagihan resmi dari perusahaan tersebut. Saat itu, Emir meminta Pirooz menghubungi Armand, pemilik PT Artha Nusantara.
Tak lama kemudian, di kantor Emir, Zuliansyah diminta meneken sejumlah dokumen yang disiapkan Pirooz dan diantar Fanni. Dalam kontrak itu, PT Artha Nusantara seolah-olah menjadi konsultan Pacific Resources. Kepada penyidik, Zuliansyah mengaku hanya meneken semua dokumen dan tak membaca isinya.
Selanjutnya Pirooz mengirim uang secara bertahap ke rekening PT Artha Nusantara di Bank Century cabang Plaza Senayan. Setiap kali transfer dari Pirooz masuk, Emir meminta Zuliansyah segera mencairkannya. Sebagian besar uang disetorkan lagi ke rekening valuta asing milik Emir di Bank Century. Sebagian diserahkan Zuliansyah secara tunai. Dengan memutar dan memutus aliran uang, memang tak ada kiriman dari Alstom atau Marubeni yang langsung masuk ke rekening Emir. Tapi jaksa Supardi dan kawan-kawan justru menganggap itu cara Pirooz dan Emir menyamarkan aliran dana haram.
Tahu KPK telah mengantongi bukti transaksi, Emir mengambil jurus mundur selangkah untuk bertahan. Dia mengakui ada uang kiriman Pirooz ke rekeningnya di Bank Century. Tapi Emir mengklaim uang itu bukan suap, melainkan modal usaha bersama. "Aliran dana memang ada. Tapi Pak Emir bilang itu legal, untuk investasi," ucap Sugeng Teguh Santoso.
Di balik suaranya yang lantang melawan, Emir sebenarnya ketar-ketir. Soalnya, ia tahu sejumlah koruptor akhir-akhir ini dihukum lumayan berat. Yang membuat Emir gelisah, misalnya, putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang menghukum 16 tahun bekas Presiden Partai Keadilan Sejahtera Luthfi Hasan Ishaaq. "Dia syok juga," kata sumber yang dekat dengan Emir kepada Tempo pekan lalu.
Jajang JamaluDdin, Nur Alfiyah
Lobi Lalu Gratifikasi
Politikus PDI Perjuangan, Izedrik Emir Moeis, menerima dana US$ 424,1 ribu (sekitar Rp 5 miliar) dari makelar proyek asal Amerika Serikat. Komisi Pemberantasan Korupsi menunjuk dana itu berkaitan dengan peran Emir membantu dua perusahaan asal Amerika dan Jepang mendapatkan proyek pembangkit listrik tenaga uap di Tarahan, Lampung, pada 2004.
Jajang Jamaluddin Sumber: Dakwaan KPK, riset, dan wawancara
8 Juni 2001
PT PLN mengumumkan prakualifikasi lelang pengadaan generator uap di PLTU Tarahan, Lampung. Proyek dibiayai utang dari Japan Bank for International Cooperation (US$ 117,281) dan pemerintah Indonesia (Rp 8,917 miliar).
Agustus 2001
PLN mengumumkan konsorsium yang berminat ikut lelang, yaitu konsorsium Alstom Power Inc-Marubeni Corp, Foster Wheeler Energia Oy Mistubishi Corporation, Mitsui Engineering & Shipping Co Ltd Mitsui Corporation, Ae Energie Technik GmbH Babcock Borsig Power, dan Sumito Corporation Babcock & Wilcocx.
Awal 2002
David Gerald Rothschild (Vice Director Alstom Power Inc) bersama Eko Sulianto (Direktur Alstom Energy Systems Indonesia) menemui Emir Moeis, Wakil Ketua Komisi VIII DPR Bidang Energi, untuk meminta bantuan memenangkan konsorsium Alstom. Rothschild juga meminta bantuan Pirooz M. Sharafi, makelar proyek asal Amerika, yang mengenal Emir sejak kuliah di Amerika.
16 November 2002
Panitia lelang PLN mengumumkan konsorsium yang lulus evaluasi teknis hanya Foster Wheeler-Mitsubishi dan konsorsium Alstom-Marubeni.
Desember 2002
Emir Moeis, bersama Pirooz, bertemu dengan petinggi Alstom di Amerika dan Prancis.
-Di Washington, DC, Amerika, Emir bertemu dengan David Rothschild dan William Pomponi (pengganti Rothschild di Alstom).
-Di Paris, Emir bertemu dengan Frederic Pierucci dan kawan-kawan dari kantor pusat Alstom Prancis.
28 November 2013
Emir menjalani sidang perdana. Dia didakwa menerima gratifikasi atau pemberian haram sekitar US$ 424,1 ribu.
11 Juli 2013
Setelah diperiksa hampir lima jam, Emir ditahan.
20 Juli 2012
KPK menetapkan Emir Moeis, Ketua Komisi XI DPR, sebagai tersangka.
2009-2011
Komisi Pemberantasan Korupsi menjalin kerja sama dengan Biro Penyelidik Federal (FBI), Amerika Serikat. Dugaan korupsi proyek PLTU Tarahan mulai diusut.
Juni 2005-Maret 2009
Pirooz menerima bayaran secara bertahap dari Alstom dan Marubeni, dengan total sekitar US$ 1,178 juta. Pirooz lalu mengirim uang jatah Emir melalui rekening PT Artha Nusantara di Bank Century.
April 2005
Anak Emir Moeis, Armand Omar Moeis, mendirikan PT Artha Nusantara Utama bersama teman kuliahnya, antara lain Zuliansyah Putra Zulkarnain.
26 Juni 2004
PLN meneken kontrak dengan Alstom dan Marubeni dengan pembagian proyek:
Alstom US$ 66,688 juta serta
Marubeni US$ 50,593 juta dan Rp 8,917 miliar.
25 Februari 2004
Untuk mencairkan komisi buat Pirooz, Alstom dan Marubeni meneken consultative agreement dengan Pacific Resources Incorporation (milik Pirooz).
16 Januari 2004
Panitia lelang PLN menyatakan konsorsium Alstom-Marubeni sebagai pemenang lelang.
Desember 2003
Karena petinggi PLN meminta pergantian makelar, Alstom dan Marubeni mengakhiri kerja sama dengan Pirooz. Tapi Pirooz masih dijanjikan komisi satu persen dari nilai kontrak. Pirooz melapor ke Emir dan berjanji membagi dua komisi itu.
Maret 2003
Alstom dan Marubeni sepakat membayar Pirooz tiga persen dari nilai kontrak proyek. Disepakati pula fee akan dibagi untuk Emir, Pirooz, dan Eddie Widiono Suwondho (Direktur Utama PLN). Masing-masing mendapat komisi satu persen.
Berujung di Rekening Emir
Sogokan dari Alstom dan Marubeni tidak langsung dikirim ke rekening Emir Moeis. Dana dikirim dengan cara melingkar, melalui rangkaian kontrak yang seolah-olah sah. Ujungnya, dana miliaran rupiah tetap masuk rekening dan saku Emir Moeis.
Alstom Power Inc dan Marubeni Corp Pacific Resources Inc (Pirooz Sharafi)
Alstom Power Inc Amerika mentransfer uang (lewat Bank JP Morgan Chase NYC, New York) ke rekening Pacific Resources Inc (di Sun Trust Bank, Orlando).
Marubeni Corp Jepang mentransfer uang (melalui Bank of New York, New York) ke rekening Pacific Resources Inc (di Sun Trust Bank, Orlando).
Pacific Resources Inc (Pirooz Sharafi) -> PT Artha Nusantara Utama (milik anak Emir Moeis)
Pirooz mengirim uang secara bertahap (melalui Wachovia Bank, New York) ke rekening PT Artha Nusantara Utama (di Bank Century cabang Plaza Senayan).
PT Artha Nusantara Utama
Emir meminta Zuliansyah P. Zulkarnain (staf ahli Emir di DPR dan Direktur PT Artha Nusantara) menarik uang secara bertahap. Sebagian besar dana disetor lagi ke rekening Emir di Bank Century. Sebagian diambil Emir secara tunai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo