DENGAN menutup hidung masing-masing, selama dua hari majelis
hakim membuka satu per satu ke 138 peti tekstil yang sudah
berlapis debu tebal. Kecoak-kecoak, yang sudah menghuni peti
tersebut lebih dari 4 tahun, tergusah dan lari berpencaran ke
segenap penjuru Gudang Pelni 125 di Pelabuhan Tanjungperak
(Surabaya).
Menyimpulkan pemeriksaan hari itu, Mr Yap Thiam llien, advokat,
tetap pada tuduhannya Kejaksaan telah melakukan penyitaan dan
pemeriksaan barang bukti dari seseorang tersangka secara
melanggar hukum. Oleh karena itu kejaksaan, yang dituduhnya pula
telah menggelapkan atau mencuri "sebagian besar" barang bukti,
dianggap "bertanggungjawab penuh baik kriminal maupun sipil . .
Maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, 3 Juli lalu, dimohonnya
agar memanggil, mendengarkan keterangan serta minta
pertanggunganjawab seorang pejabat kejaksaan. Sebab. menurut
Yap, apa yang diteriakkannya lebih setahun lalu benar adanya.
Kejaksaan, katanya pada waktu itu, tak akan dapat membawa 171
peti tekstil -- yang pernah disita dari kliennya, PT Mulia
Rohani, sejak Februari 1976 --ke muka pengadilan. Baik dalam
perkara tertuduh Gobind Cheleram Vaswani maupun Suresh, anaknya.
Keduanya dituduh melakukan kejahatan ekonomi dan subversi
--menyelundupkan tekstil dari luar negeri sebanyak 149 kali
(dari 1973 s.d. 1976).
Yap, waktu itu, kontan minta agar pengadilan menetapkan
"Kejaksaan Agung telah melakukan penggelapan . ." Bahkan sebelum
itu pengacara kawakan ini terang-terangan, melalui iklan di
koran, memperingatkan khalayak ramai agar menghindari transaksi
jual-beli tekstil dengan kejaksaan (TEMPO, 10 Februari 1979).
Sudah tentu kejaksaan merasa terhina Jaksa Agung sendiri,
seperti pernah dikatakannya kepada TEMPO, tak hendak melayani
tuduhan Yap. Tapi Jaksa Soeharto, penuntut umum dalam perkara
Mulia Rohani, berjanji akan membuat perhitungan.
Hanya saja hasil pemeriksaan barang bukti di Gudang Pelni
Tanjungperak selama dua hari, yang dipimpin oleh Hakim Mangatas
Nasution, memang membuat Yap makin yakin akan tuduhannya.
Keadaan peti-peti tekstil tersebut oleh Yap dianggap tidak
semestinya. Hitung punya hitung: ada 2 peti, isinya tidak
lengkap lagi.
Sedangkan 34 peti yang disita dan disimpan dalam gudang milik
tersangka, di Jalan Veteran (Jakarta) -- melengkapi 171 peti
yang dikuasai kejaksaan hambus juga.
Menghadapi keadaan dan tuduhan Yap begitu kejaksaan, setidaknya
Jaksa Soeharto, tenang-tenang saja. Adanya barang bukti di
tempat semula, katanya, "membuktikan tuduhan Yap tak benar
kejaksaan tak pernah menjualnya". Adapun 2 buah peti yang hilang
dari Tanjungperak tak dipersoalkan benar. Sedangkan terhadap
peti yang kosong atau tak lengkap isinya, menurut pejabat
kejaksaan yang lain, masih perlu dipertanyakan. Misalnya
benarkah klaim terdakwa dan pengacaranya terhadap isi peti?
Sebab, kata pejabat tadi, kejaksaan hanya mencatat jumlah peti
tanpa mengecek isinya.
Bagaimana dengan 34 peti yang hilang dari Jalan Veteran?
Soeharto punya cerita begini Barang tersebut dicuri oleh
pemiliknya sendiri, Suresh, anak Gobind. Kejaksaan, kata
Soeharto, cukup punya bukti dan saksi serta siap membawa
perkara tersebut ke pengadilan.
Yap geleng kepala. KeJaksaan, katanva, tahu benar isi ke 138
peti yang disita 10 Februari 1976 dari KM King Star. Sebab
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur telah dua kali melakukan pemeriksaan
isi (pada 1977 dan 1979). Itu dapat dibuktikan melalui "Berita
Acara Pemeriksaan Barang". Soalnya, kata Yap, dalam pemeriksaan
tersebut kejaksaan merasa tak perlu menghadirkan pemilik barang
untuk menyaksikannya.
Sedangkan tuduhan terhadap Suresh--mencuri 34 peti di gudangnya
sendiri --Yap cukup menyatakannya "Itu tak masuk akal!" Toh,
bagaimanapun, katanya gudang penyimpanan berada dalam pengawasan
kejaksaan sebagai penanggungjawab.
"Perang" Yap vs. kejaksaan tampaknva makin seru.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini