DIUSULKAN akan diselipkan di bawah bab "Kejahatan Terhadap
Kesopanan", yaitu Bab XIV KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana), suap-menyuap di kalangan olahraga kelak boleh menjadi
perkara pidana serius. Menteri Kehakiman Moedjono, yang membawa
RUU (rancangan) tersebut ke DPR akhir bulan lalu, menguraikan
bentuk kejahatan tersebut. Suap-menyuap, katanya, berupa janji
atau hadiah, sehingga "olahragawan" (termaktub di dalamnya
pengurus, pembina, pelatih dan wasit) melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan kewajiban dan kode etiknya.
Si penyuap diancam hukuman paling berat: selama-4amanya lima
tahun penjara ditambah benda setinggi-tingginya Rp 10 juta.
Pengurus, pembina, pelatih dan wasit, yang terlibat dapat
dikenakan hukumn penjara selama-lamanya 3 tahun dan denda
paling banyak Rp 6 juta. Sedangkan hukuman bagi atlet atau
pemain lumayan juga: paling berat 2 tahun penjara atau
(alternatif) denda maksimal Rp 2 juta.
Berhubung pem,in boleh dikatakan hanya "korban" dari suatu
skandal suap menyuap, seperti dikatakan Albert Hasibuan dari
Komisi Hukum DPR, hukuman bagi mereka boleh diperingan. Memang
begitu rencaanya. Yaitu cukup paling lama satu tahun penjara
atau denda Rp 1 juta. Syaratnya, begitu RUU! yang diantarkan
Moedjono, bila perkumpulan olahraga yang dirugikan telah
mengambil tindakan secara organisatoris kepada pemainnya.
Diusulkan oleh Menteri agar pasalpasal baru tersebut dicantumkan
dalam KUHP sebagai tambahan pasal 303. Yaitu dalam pasal yang
berkenaan dengan perjudian. Sebab suap-menyuap di kalangan
olahraga, prakteknya, memang selalu berhubungan dengan sesuatu
perjudian.
Pasal 303 sebelumnya memang pernah dipergunakan oleh jaksa untuk
mengait beberapa orang terdakwa -penyuap maupun atlet --di
Pengadilan Negeri Padang. Tapi tak begitu kena. Beberapa pemain
PSP (Persatuan Sepakbola Padang), yang masing-masing menerima
suap Rp 100 ribu, serta penyuapnya oleh hakim hanya dikenai
hukuman percobaan saja (TEMPO, 7 Juni).
Usaha orang Padang tersebut, bagaimana pun, masih terhitung
lumayan. Bila, misalnya, dibanding dengan penegak hukum di
Jakarta yang kehabisan akal untuk menemukan pasal yang cocok.
Beberapa penyuap, menyogok pemain bola Merdeka Games (di
Kualalumpur, 1978) yang diadukan ke polisi oleh Ketua PSSI H.
Ali Sadikin, tak pernah sampai ke meja hijau.
PSSI, yang selalu banyak berbicara dalam rapat kerja penyusunan
RUU penambahan pasal 303 KUHP bersama pejabat Kejaksaan Agung,
Kepolisian, Dep. P&K dan Dep. Sosial di Departemen Kehakiman,
boleh merasa puas. Hanya saja, seperti dikatakan Ketua Komisi
Hukum PSSI, Mursanto, sayang sekali "sepanjang pengetahuan saya,
undang-undang tersebut --syukur bisa diselesaikan DPR pada
September depan -- tak mungkin berlaku surut."
Yang sudah, ya sudah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini