Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bidang Divisi Profesi dan Pengamanan Polda Jawa Barat Komisaris Besar Adiwijaya menyampaikan hasil investigasi awal ihwal dugaan salah tangkap dan penyiksaan terhadap empat anak berhadapan hukum di Tasikmalaya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pilihan Editor: Pesan Presiden Prabowo ke Polisi dan Tentara: Selalu Mawas Diri
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan klarifikasi dengan berbagai pihak, hingga kini belum ditemukan bukti kuat yang menunjukkan adanya kekerasan anak oleh anggota Satreskrim Polres Tasikmalaya Kota.
Adi mengatakan, pihaknya telah meminta keterangan dari Nandi, seorang tersangka dewasa dalam kasus yang sama. Dalam pemeriksaannya, Nandi mengaku sempat dipukul dan ditendang oleh salah satu anggota Satreskrim, tetapi tidak mengalami luka atau rasa sakit.
“Dari arah belakang ada salah satu diduga anggota Satreskrim menendang dirinya ke arah punggung satu kali, menepuk kedua telinga sebanyak tiga kali, dan menampar muka sebanyak satu kali menggunakan sandal,” kata Adi dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi Hukum DPR RI, Kamis, 30 Januari 2025.
Namun, ketika ditunjukkan foto penyidik, lanjut Adi, Nandi mengaku tidak mengenali siapa pelaku kekerasan tersebut. Hal yang sama terjadi pada keempat anak yang mengaku disiksa. Saat persidangan, mereka menyatakan mengalami kekerasan, tetapi tidak dapat menyebutkan siapa yang melakukannya.
Sementara itu, Pembimbing Kemasyarakatan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) Garut, Titin Martini, yang mendampingi keempat anak saat pemeriksaan di Polres Tasikmalaya Kota, menyatakan mereka dalam kondisi sehat dan tidak menunjukkan tanda-tanda kekerasan.
“Tidak ada tekanan dari penyidik terhadap empat anak pelaku. Mereka memberikan keterangan sesuai dengan BAP dan menandatangani tanpa paksaan,” ujar Adi menjelaskan pengakuan Martini.
Namun, Propam Polda Jabar belum dapat meminta keterangan langsung dari keempat anak tersebut karena masih menunggu izin dari Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya. Propam Polda Jabar menyatakan jika ada bukti yang mendukung dugaan penyiksaan, mereka akan menindak tegas anggota yang terlibat.
“Kami berkomitmen tegas, kalau memang ada dugaan ini terjadi dan benar terjadi, didukung dengan alat bukti yang ada, maka kami akan melakukan tindakan tegas terhadap anggota yang bersalah,” ujar Adi.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, menjatuhkan vonis 1 tahun 8 bulan penjara terhadap empat anak di bawah umur yang diduga menjadi korban salah tangkap. Mereka dinyatakan terbukti bersalah melakukan kekerasan yang menyebabkan korban luka berat.
Ketua majelis hakim, Dewi Rindaryati, memvonis keempat anak itu dengan hukuman bui dimuka persidangan yang terbuka untuk umum pada Kamis 23 Januari 2025. Hakim juga menyebutkan bahwa putusan itu sempat dibacakan pada Kamis, 16 Januari 2025, namun diulang pada 23 Januari 2025.
Putusan hakim ini lebih ringan empat bulan dari tuntutan jaksa. Keempat anak itu yakni FM, 17 tahun, RS (16), DW (16), dan RR (15). Mereka diperintahkan untuk menjalani hukum penjara di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Bandung.
Dalam pembacaan putusannya, pertimbangan hakim yang memberatkan, yakni anak dinilai berbelit-belit dalam menyampaikan keterangannya dan tidak mengakui perbuatannya di muka persidangan. Selain itu, para anak ini juga tergabung dalam komunitas sepeda motor, di mana Kota Tasikmalaya sedang marak kejahatan geng motor yang meresahkan masyarakat.
Pertimbangan hakim yang meringankan anak berhadapan dengan hukum ini yakni diantara mereka masih berstatus pelajar. "Menetapkan para anak tetap berada dalam tahanan. Mengurangi pidana penjara yang sudah dijatuhkan dengan masa tahanan yang telah dijalani," ucap ketua Majelis hakim.
Seperti diketahui sebelumnya, teman korban yang tergabung dalam komunitas Tarung Derajat, kerap mendatangi pengadilan untuk mengawal jalannya persidangan. Mereka juga sempat berunjuk rasa pada Selasa kemarin, agar hakim tidak terpengaruh dalam menentukan putusannya meski ada intervensi dari komisi III DPR.