Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

55 Warga Desa Kohod Tolak Tawaran Relokasi dari Kades Arsin

Warga Desa Kohod curiga ada upaya menguasai tanah dan bangunan mereka tanpa proses ganti rugi yang semestinya.

31 Januari 2025 | 11.05 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Warga menunjukkan titik laut yang ber-SHGB, di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, Selasa, 28 Januari 2025. TEMPO/Ayu Cipta

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Tangerang - Sebanyak 55 warga  di kampung Alar Jiban, Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang berkukuh menolak tawaran relokasi yang ditawarkan Kepala Desa Kohod Arsin Bin Asip.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Warga menilai payung hukum relokasi ini dan besaran ganti rugi bangunan serta tanah tidak jelas. Selain itu, mereka curiga ada upaya menguasai tanah dan bangunan mereka tanpa proses ganti rugi yang semestinya.

Nama Arsin bin Asip menjadi sorotan masyarakat setelah terbongkarnya kasus pagar laut di perairan Tangerang dan munculnya Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas laut di desa Kohod. Kades Kohod kian menjadi sorotan setelah ia tampil membela keberadaan pagar-pagar bambu yang kontroversial itu. "Kami menolak relokasi kades Arsin karena harga yang ditawarkan tidak masuk akal," ujar Nurhadi salah seorang warga dan pemilik lahan kepada Tempo, Jumat 31 Januari 2025. 

Nurhadi, pemilik dua bidang tanah dan bangunan masing-masing di atas lahan seluas 1,2 hektare dan 7.500 meter persegi di kampung Alar Jiban, mengaku bangunan rumahnya hanya dihargai Rp 30 ribu dan Rp 300 ribu per meter oleh Kades Arsin. "Kasih harga seenaknya saja. Warga lain ada yang sampai Rp 1,5 juta per meter," kata Nurhadi. Ia tetap menolak relokasi tersebut kecuali tanahnya dihargai Rp 5 juta per meter persegi

Tawaran relokasi dari pemerintah desa Kohod berlangsung sejak dua tahun lalu. Tadinya jumlah warga yang terkena relokasi ini mencapai 120 kepala keluarga. "Sebagian besar warga sudah menerima tawaran tersebut," ujar  penasihat hukum masyarakat Desa Kohod yang menjadi korban pagar laut dan relokasi Henri Kusuma.  

Henri mengatakan, 55 warga pemilik tanah dengan total seluas 14 hektare ini berada di sepadan pantai dan sungai kampung Alar Jiban. Henri mengungkapkan, kades Arsin menghargai bangunan warga bervariasi dari Rp 300 ribu, Rp 700 ribu hingga Rp 1,5 juta per meter keliling. Sementara untuk tanah menggunakan proses tukar guling, warga akan mendapatkan luas tanah yang sama di tempat relokasi yang baru. "Warga menolak karena dengan harga segitu tentunya sangat merugikan, mana cukup untuk membangun rumah yang baru," ucapnya. 

Henri Kusuma melalui kantor pengacara HK Law Firm mulai mengadvokasi  warga Kohod itu sejak akhir Juli 2024. Hasil penelusurannya menemukan ada kongkalikong antara perangkat desa dan calo tanah yang terhubung dengan pengembang, yang sedang membangun kawasan hunian dan bisnis di pesisir utara Kabupaten Tangerang.

Menurut Henri, modus serupa telah terjadi di sejumlah desa di Pesisir Utara Tangerang itu seperti di Desa Tanjung Burung dan Muara Kecamatan Teluknaga. "Warga di desa itu lebih parah, relokasi sejak 7 tahun lalu tapi sampai sekarang belum juga pindah karena tempatnya belum ada, padahal sertifikat tanah dan bangunan mereka sudah diambil,"kata Henri. 

Belajar dari kasus warga di kampung lainnya, kini warga desa Kohod sangat berhati hati untuk memberikan dokumen kepemilikan tanah dan bangunan mereka kepada siapapun.

Henri menuding Kades Kohod menekan dan mengintimidasi warga agar angkat kaki dari tanah mereka dengan cara menurunkan alat berat, merobohkan dan meratakan bangunan di pinggir sungai dengan dalih bangunan liar. Aksi kades ini didukung pemerintah Kabupaten Tangerang dengan menurunkan Satuan Polisi Pamong Praja. "Juli 2024 lalu, beko (excavator) mereka turunkan untuk merobohkan bangunan milik warga tujuannya untuk mengintimidasi," kata Henri. 

Bahkan Henri menyebutkan berdasarkan data  yang dikumpulkan HK  Law Firm, banyak warga yang nama dan datanya digunakan untuk keperluan penerbitan SHGB dan NIB padahal mereka tidak memiliki girik atau letter C.  

Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip belum bisa dikonfirmasi Telepon selulernya tidak aktif dan pesan yang disampaikan Tempo melalui aplikasi whatsApp belum tidak direspons.  

Pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang menjadi sorotan publik di awal tahun ini karena pemasangan bambu sepanjang 30,16 kilometer membuat nelayan kesulitan mencari ikan. Awalnya tidak diketahui siapa dan untuk apa pemagaran itu.  

Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nusron Wahid kemudian mengungkap bahwa ada penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan dan Hak Milik tepat di lokasi pagar laut.  

Sebanyak 266 SHGB tersebut termasuk 234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur, 20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan 9 bidang atas nama perseorangan. Kedua perusahaan tersebut anak usaha Agung Sedayu Grup yang juga pengembang PIK 2.  

Nusron mengatakan, pihaknya telah membatalkan sebanyak 50 SHGB yang terbit di atas laut tersebut. "Kami harus memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil berdasarkan bukti yang sah dan sesuai dengan aturan yang ada," kata Nusron Wahid usai meninjau pagar laut di Desa Kohod pada Jumat, 24 Januari 2025.

 

 

 

 

 

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus