SAAT ditemukan mayat wanita itu tak segera bisa dikenali. Tak mungkin, memang. Tubuh itu, mulai kaki sampai rambut di kepala, sudah hangus terbakar. Hanya ada sisa sobekan rok berwarna merah muda, melekat di bagian punggung. Baru beberapa hari kemudian, di seputar tempat kejadian -- kebun tebu Desa Honggosoco, Kudus, Jawa Tengah -- ditemukan sebuah tas kuning, yang antara lain berisi kertas ulangan dari sebuah SMTA di Pati. Dari situ polisi memulai pelacakan, dan dua pekan berikutnya, identitas korban bisa diketahui. Namanya Musmiyati, usia 36, ibu 8 anak, penduduk Desa Tambaharjo, Pati. Kertas ulangan yang ada dalam tas itu milik salah seorang anaknya. "Korban mati dicekik, kemudian dibakar," ujar Kapolres Kudus, Letkol Sukardi, kepada Bandelan Amarudin dari TEMPO. Akhir Juli lalu, rekonstruksi atas peristiwa pembunuhan itu dilakukan. Bambang Sucipto, sopir berusia 30 yang tak tamat SMP, memperagakan bagaimana ia membunuh korban pada 28 April malam. Mula-mula ia menjemput korban dari rumah Nyonya Gosek di Desa Tumpangkrasak. Rumah itu, tak lain, tempat pelacuran. Sejak sebulan sebelum tewas, korban yang berkulit kuning langsat, berwajah lumayan rambut sebahu dan tampak jauh lebih muda dari usianya, kabarnya, memang biasa mangkal di situ. Tapi baru di saat rekonstruksi itulah Salim, 50, suami korban, tahu bahwa istrinya melacurkan diri. Kemudian sedikit terungkapkan latar belakang riwayat korban. Tiga tahun lampau, Salim, suami itu, praktis menganggur setelah usahanya, sebagai pedagang ternak, gulung tikar. Musmiyati sendiri, yang semula ikut menopang ekonomi keluarganya sebagai pedagang daging kambing, belakangan ikut-ikutan pailit. Karena sejumlah perut harus tetap diisi, dan biaya anak-anak sekolah mesti dibayar, Salim mengizinkan istrinya berjualan nasi di Kudus. Tak jelas bagaimana pada mulanya, Musmiyati malah menjadi salah seorang anggota rumah Nyonya Gosek. Pada 28 April malam itu korban dijemput oleh Sucipto. "Saya mau diajak nonton dandangan," kata Mus kepada Nyonya Gosek, sebagaimana diceritakan kembali oleh germo itu. Dandangan adalah keramaian tradisional masyarakat setempat, untuk menyambut Ramadan. Memang, Sucipto adalah pelanggan bordil itu. Dan menurut Nyonya Gosek, akhir-akhir itu ia hanya "memakai" Musmiyati. Mereka tampaknya pacaran. Sepulang nonton, Sucipto mengajak Musmi turun di kebun tebu. Katanya, ia kepingin kencan di alam bebas. Sucipto pun lalu membuka celana panjangnya. Tapi tiba-tiba celana itu dibelitkan ke leher korban. Untuk mempercepat "proses", sepotong kayu dipukul-pukulkan ke kepala korban. Langkah berikut, tubuh korban ditimbuni daun tebu, lalu dibakar. Sucipto ditangkap di rumah Markini, istrinya, yang diceraikan Februari lalu, atau sekitar dua bulan sebelum kejadian pembunuhan. "Saya jengkel," tutur tersangka, menjawab pertanyaan mengapa ia tega membunuh Mus. Korban, katanya, meminjam uang Rp 125 ribu dari dia. Tapi setiap ditagih, Musmi selalu mengulur waktu. Atau, ini kekhawatiran Sucipto, Musmi mungkin tak pernah berpikir untuk mengembalikan pinjaman. Masa, sama pacar saja 'ngutang? Yang barangkali nanti bisa memberatkan hukuman bagi Sucipto -- kalau benar terbukti di sidang pengadilan nanti bahwa ia membunuh -- adalah masa lalunya yang bernoda. Laki-laki yang berperawakan sedang, berkulit cokelat itu, di masa mudanya tergolong nakal. Pernah dia mencuri sepeda motor dan ditangkap polisi. Hanya karena orangtuanya yang cukup berada turun tangan, persoalan tak sampai ke pengadilan, waktu itu, tapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini